Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan mendapat hasil buruk dalam dua turnamen di Eropa. Setelah kalah pada babak kedua Denmark Terbuka, kali ini mereka tersingkir pada babak pertama Perancis Terbuka.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·4 menit baca
PARIS, SELASA - Tersingkir pada babak kedua turnamen bulu tangkis Denmark Terbuka, lalu babak pertama Perancis Terbuka bukan hasil yang baik bagi ganda putra Indonesia, Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan. Hendra bahkan kesulitan menjelaskan faktor penyebab kekalahan yang begitu cepat terjadi.
Sebelum berangkat ke Paris, Perancis dari Odense, Denmark, pasangan berjulukan “The Daddies” itu berharap bisa memperbaiki performa mereka. Dalam Denmark Terbuka BWF World Tour Super 750, 18-23 Oktober, Hendra/Ahsan disingkirkan pasangan Taiwan yang selalu mereka kalahkan dalam lima pertemuan lain, yaitu Lu Ching Yao/Yang Po Han, pada babak kedua.
Sebelum semua rombongan Indonesia berpindah ke Paris, Hendra/Ahsan pun memanfaatkan waktu dengan berlatih di Odense untuk memperbaiki performa. Namun, harapan mereka tak terwujud. Di Stade Pierre de Coubertin, Paris, Selasa (25/10/2022), langkah ganda putra peringkat peringkat kelima dunia itu langsung terhenti pada babak pertama. Pasangan Taiwan lainnya, Lee Jhe Huei/Yang Po Hsuan, mengalahkan mereka 21-16, 23-21.
Dalam pertandingan yang berlangsung 34 menit itu, hanya enam kali Hendra/Ahsan unggul dalam perolehan poin, yaitu sekali pada gim pertama (15-14) dan lima kali pada gim kedua. Mereka kesulitan mengatasi serangan lawan, baik dari permainan pendek maupun reli.
“Memang lagi tidak nyaman mainnya. Padahal saat pemanasan, semuanya berjalan baik,” kata Hendra.
Namun, ketika ditanya penyebab ketidaknyamannya, Hendra tak bisa menjawabnya. “Sulit menjelaskannya. Saya hanya bisa bilang memang sedang berada dalam momen tidak enak main,” lanjutnya.
Sementara, Ahsan menuturkan, pertahanan mereka kurang solid hingga selalu kesulitan saat diserang lawan. “Selain itu, lawan juga tidak gampang mati. Kami akui performa kami tidak maksimal dalam dua turnamen beruntun,” kata Ahsan.
Penyebab kekalahan seperti yang dikatakan Ahsan diakui juga oleh pelatih ganda putra pelatnas bulu tangkis Herry Iman Pierngadi yang mendampingi pasangan tiga kali juara dunia itu di sisi lapangan, bersama asisten pelatih Aryono Miranat. “Kualitas pertahanan mereka pada pertandingan tadi memang kurang bagus. Selain itu, kecepatan menurun karena faktor usia,” kata Herry.
Kami akui performa kami tidak maksimal dalam dua turnamen beruntun.
Dengan usia masing-masing 38 dan 35 tahun, Herry menilai, Hendra/Ahsan harus lebih cerdik dan jeli dalam membuka peluang untuk mendapat poin. “Kesalahan juga harus dikurangi,” ujarnya.
Setelah Perancis Terbuka, turnamen berikutnya yang kemungkinan akan dijalani Hendra/Ahsan adalah Australia Terbuka Super 300 di Sydney, 15-20 November. Turnamen tersebut menjadi ajang terakhir pemain untuk mengumpulkan poin agar bisa lolos ke Turnamen Final BWF di Guangzhou, China, 14-18 Desember. Ini adalah turnamen besar akhir tahun yang diikuti delapan peringkat terbaik dari setiap nomor, termasuk mereka yang menjadi juara dunia tahun ini.
Saat ini, Hendra/Ahsan berada pada peringkat kedua Final BWF di bawah Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto. Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri PP PBSI Bambang Roediyanto mengatakan, kecil kemungkinan Hendra/Ahsan terlempar dari posisi delapan besar, apalagi jika mereka jadi mengikuti Australia Terbuka.
Hendra/Ahsan menjadi salah satu dari dua ganda putra Indonesia yang menjalani babak pertama pada Selasa. Pada pertandingan yang berlangsung Selasa malam waktu setempat atau Rabu dinihari waktu Indonesia, Leo Rolly Carnando/Daniel Marthin berhadapan dengan pasangan Belanda, Ruben Jille/Ties Van Der Lecq.
Dari ganda putri, Apriyani Rahayu/Siti Fadia Silva Ramadhanti, belajar bahwa keunggulan sebelum pertandingan usai bisa membuahkan hasil berbeda. Hal itu mereka alami ketika berhadapan dengan pasangan Malaysia, Pearly Tan/Thinaah Muralitharan.
Setelah berbagi satu kemenangan pada dua pertemuan lain, Apriyani/Fadia kalah 20-22, 21-19, 7-21. Kekalahan tersebut terjadi setelah mereka unggul 20-16 pada gim pertama. “Kami tidak sadar bahwa keadaan bisa berubah saat kami memimpin. Kami merasa fokus kami lepas,” kata Apriyani. Hasil pada Perancis Terbuka ini lebih buruk dibandingkan Denmark Terbuka ketika mereka disingkirkan Nami Matsuyama/Chiharu Shida pada perempat final.
Wakil lain, Jonatan Christie dan Febriana Dwipuji Kusuma/Amalia Cahaya Pratiwi, melangkah ke babak kedua. Jonatan mengalahkan Hans-Kristian Solberg Vittinghus (Denmark) 21-19, 21-14, sementara Febriana/Amalia menang atas Stine Kuespert/Emma Moszczynski (Jerman) 18-21, 21-9, 21-13.
Penantian dua tahun
Dari Kejuaraan Dunia Yunior di Santander, Spanyol, untuk kategori perseorangan, Tasya Farahnailah akhirnya merasa lega karena bisa bertanding dalam ajang persaingan tertinggi untuk pebulutangkis berusia di bawah 19 tahun. Tasya memenangi babak pertama tunggal putri atas wakil tuan rumah, Cristina Teruel, 21-11, 21-8.
Tasya mendapat panggilan bergabung ke pelatnas bulu tangkis Indonesia di Cipayung sejak awal 2020 untuk tampil dalam Kejuaraan Dunia Yunior yang sedianya berlangsung di Selandia Baru. Namun, ajang itu dibatalkan, setelah sempat dimundurkan, karena pandemi Covid-19. Kejuaraan Dunia 2021, yang seharusnya berlangsung di China, juga, dibatalkan.
"Saat masuk pelatnas, umur saya baru 15 menuju ke 16 tahun. Saya disiapkan untuk ikut di Kejuaraan Dunia Junior. Saat dua kali turnamen tidak digelar, saya sempat bertanya-tanya, ‘Apakah mimpi saya bermain di Kejuaraan Dunia Junior masih ada?’ Ternyata, saya masih diberi kesempatan,” tutur Tasya.
Kegembiraan itu dilengkapi dengan kemenangan yang mengantarkannya untuk bertemu pemain Korea Selatan, Kim Min-ji, pada babak kedua. Dalam kesempatan pertama dan terakhirnya ini, Tasya pun menargetkan bisa menjadi juara dunia. Hanya saja, dia akan tetap fokus pada setiap pertandingan terdekat.