Implementasi Desain Besar Olahraga Nasional melalui sentra pembinaan atlet muda sudah berjalan. Namun, masih ada sejumlah hal yang perlu diperbaiki, misalnya soal keterlambatan gaji.
Oleh
Christina Mutiarani Jeinifer Sinadia
·5 menit baca
CHRISTINA MUTIARANI JEINIFER SINADIA
Elga Kharisma, atlet balap sepeda Indonesia, sedang melatih para atlet muda binaan Sentra Latihan Olahragawan Muda Potensial Nasional Universitas Negeri Jakarta, Kamis (20/10/2022), di sirkuit BMX Pulomas.
JAKARTA, KOMPAS — Implementasi Desain Besar Olahraga Nasional (DBON) melalui sentra pembinaan atlet muda sudah berjalan. Para atlet muda mendapatkan pendampingan dan fasilitas memadai seperti yang dijanjikan oleh pemerintah. Kendati demikian, masih ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian.
Di DKI Jakarta, misalnya, Sentra Latihan Olahragawan Muda Potensial Nasional (SLOMPN) di Universitas Negeri Jakarta (UNJ) sudah berjalan dengan baik sejak diresmikan pada 1 September 2022. Manajer Teknik SLOMPN UNJ Kuswahyudi, Kamis (20/10/2022), mengatakan, tidak ada kendala dalam pelaksanaan sentra pembinaan atlet muda di tempatnya.
”Sentra pembinaan ini dibiayai penuh oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga. Pembinaannya sejauh ini sudah berjalan normal walaupun ada penundaan,” kata Kuswahyudi saat dihubungi dari Jakarta.
Meskipun ada penundaan, kini pembinaan atlet muda di SLOMPN UNJ berlangsung normal. Mereka diberikan akomodasi, fasilitas pelatihan, pembinaan psikolog, konsumsi, pemberian nutrisi, dan pendidikan formal di Labschool UNJ.
CHRISTINA MUTIARANI JEINIFER SINADIA
Marvel (14), atlet atlektik SLOMPN, mengikuti tes komposisi tubuh di laboratorium fisiologi Gedung Olahraga UNJ, Kamis (20/10/2022).
Awalnya, tutur Kuswahyudi, SLOMPN akan dimulai pada Juli 2022. Namun, terdapat beberapa hal yang masih perlu pembahasan mendalam. ”Waktu itu ada beberapa hal yang belum siap. Masih perlu ada pembahasan dasar hukum dan skema kerja sama,” ujarnya.
Hal lain yang menjadi pembahasan adalah masalah pendidikan formal para atlet. Idealnya, kata Kuswahyudi, pendidikan bagi atlet harus menggunakan kurikulum khusus. Namun, kurikulum tersebut belum ada di Indonesia sehingga pihaknya harus menyusun kurikulum secara mandiri, lalu disesuaikan dengan aktivitas pelatihan para atlet.
Anggota Divisi Umum SLOMPN UNJ, Ikroom Pranajaya, mengatakan, dalam seminggu, para atlet menjalani sembilan sesi latihan dan lima kali istirahat. Kemudian, minimal tiga kali dalam seminggu, ada pembinaan dari psikolog yang dilakukan sebelum atau sesudah latihan.
”Seluruh aktivitas atlet terpantau dengan baik karena kami (atlet dan tim pendukung) semua ada di asrama yang sama. Mulai dari makan, nutrisi, vitamin, sampai jam tidur, itu terukur dan terkontrol. Mereka juga ada tes laboratorium, seperti tes komposisi tubuh, tes kesehatan, fisioterapi, pendampingan psikolog, dan lain-lain,” ujar Ikroom.
CHRISTINA MUTIARANI JEINIFER SINADIA
Deasyanti, psikolog pendidikan, memberikan sesi psikologi kepada para atlet menembak SLOMPN UNJ, Kamis (20/10/2022), di lapangan tembak outdoor UNJ. Para atlet muda diminta untuk berbagi cerita tentang perasaan mereka pada hari itu.
Terdapat 33 atlet muda dengan rentang usia 12-14 tahun yang dibina di SLOMPN UNJ. Mereka berasal dari berbagai provinsi di Indonesia, antara lain Sumatera Selatan. Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Jambi, Riau, Bali, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, dan DKI Jakarta. Dari 33 atlet tersebut, 18 di antaranya laki-laki dan 14 perempuan.
Mereka tersebar pada lima cabang olahraga (cabor), yakni panahan, balap sepeda BMX, menembak, atletik, dan panjat tebing. Adapun jumlah atlet pada masing-masing cabor itu yaitu enam orang pada cabor panahan, dua orang pada cabor atletik, dan sembilan orang pada cabor panjat tebing. Lalu, ada enam atlet pada cabor balap sepeda BMX dan 13 atlet pada cabor menembak.
Perlu diingat lagi, atlet-atlet yang dibina ini adalah mereka yang diproyeksikan untuk ajang multicabang internasional tingkat paling tinggi, yaitu Olimpiade. Jadi, pemerintah harus benar-benar serius. (Dikdik Z Sidik)
Seperti yang dikatakan Ikroom, salah satu fasilitas yang didapatkan oleh para atlet adalah pendampingan psikolog. Sebelum mengikuti sesi latihan teknik, Kamis sore itu, para atlet menembak terlebih dahulu mengikuti sesi psikologi bersama Deasyanti, seorang psikolog pendidikan sekaligus pelatih mental olahraga.
Atlet-atlet muda ditanya satu per satu tentang perasaan apa yang sedang dirasakan pada hari itu. Pertanyaan itu dijawab dengan berbagai jawaban. Ada yang senang, lelah, dan bingung dengan perasaan mereka. Menanggapi jawaban tersebut, Deasyanti pun memberikan arahan terkait pengenalan emosi.
”Semua emosi baik. Senang itu adalah respons keadaan positif, sedih itu adalah respons keadaan negatif. Contoh, marah itu perlu dalam keadaan tertentu. Jadi, semua emosi itu baik, tinggal bagaimana kita mengelolanya. Kita perlu mengetahui emosi kita karena itu penting untuk penampilan seorang atlet,” ujar Deasy yang juga merupakan dosen Fakultas Pendidikan Psikologi UNJ.
Gaji belum dibayar
Meskipun sudah berjalan normal, terdapat beberapa hal yang masih perlu diperhatikan. Salah satunya pembayaran gaji atlet, pelatih, dan tim pendukung. Agus, pelatih fisik cabor balap sepeda BMX, mengatakan, ia belum menerima pembayaran gaji untuk bulan September.
”Sebenarnya, untuk beban kerja seperti ini, nominal yang ditawarkan terbilang kurang. Namun, saya tetap menjalani hal ini (melatih) karena saya mencintai olahraga ini,” kata Agus tanpa menjelaskan nominal gaji yang dimaksud.
Ia mengatakan, pada cabor balap sepeda BMX juga belum ada pelatih teknis. Untuk melatih para atlet, Agus dibantu oleh pegiat sepeda BMX dari beberapa klub di Jakarta. Ada juga pebalap sepeda senior, seperti Elga Kharisma, yang turut menyempatkan waktu berbagi ilmu dan pengalaman dengan para yuniornya.
KOMPAS/YUNIADHI AGUNG
Pebalap sepeda, Elga Kharisma, memacu sepedanya saat berlaga di nomor 300 meter individual time trial cabang balap sepeda PON Jabar 2016 di Velodrom Munaip Saleh, Kota Cimahi, Jawa Barat, Senin (26/9/2016). Elga meraih emas di nomor ini.
Terkait gaji yang belum dibayar, Agus mengharapkan adanya perhatian dari otoritas terkait. Selain itu, di masa mendatang akan ada penambahan nominal gaji sesuai dengan beban pekerjaan yang sudah disepakati.
Hal yang sama dikatakan oleh Marvel (14), atlet atletik asal Jawa Tengah. Ia menuturkan, dirinya juga belum menerima pembayaran uang saku untuk bulan September. ”Katanya baru mulai sehingga masih harus menunggu,” ujar Marvel.
Sementara, menurut Ikroom, keterlambatan pembayaran tersebut karena kendala administrasi. Selain itu, para atlet muda masih berada di bawah tanggungan orangtua. Maka dari itu, masih terdapat beberapa hal yang perlu diselesaikan sekalipun dirinya belum menerima pembayaran.
Tergesa-gesa
Pengamat olahraga, Dikdik Zafar Sidik, mengatakan, pelaksanaan sentra binaan ini terlalu tergesa-gesa dan kurang serius dalam perencanaannya. Dukungan secara finansial bagi atlet, pelatih, dan tim pendukung belum maksimal.
”Perlu diingat lagi, atlet-atlet yang dibina ini adalah mereka yang diproyeksikan untuk ajang multicabang internasional tingkat paling tinggi, yaitu Olimpiade. Jadi, pemerintah harus benar-benar serius,” kata Dikdik.
Sebagai salah satu pihak yang mengambil bagian dalam penyusunan DBON, ia berharap pembinaan ini tidak hanya ”asal” berjalan. Manajemen talenta olahraga nasional masih perlu diperhatikan dan dibenahi.
”Saya berharap ada pembenahan manajemen tata kelola olahraga nasional di akar rumput atau tingkat sekolah dasar dan sekolah menengah pertama, yang mana tata kelolanya ada di tingkat kabupaten dan kota,” ujar Dikdik.
Ia menambahkan, sinergitas harus dibangun oleh pemerintah bersama pemangku kepentingan olahraga, termasuk sponsor. ”Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar (PPLP) di kabupaten dan kota harus dirancang dengan baik dan benar oleh pemerintah provinsi dan kelembagaan lainnya, khususnya perguruan tinggi yang memiliki fakultas ilmu keolahragaan,” ujar Dikdik.