Jelang SEA Games dan Asian Games tahun depan, sejumlah cabang mencoret atlet senior dari pelatnas. Cabang berdalih mereka menjalankan instruksi pemerintah agar memulai regenerasi guna mencapai prestasi di Olimpiade.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Jelang SEA Games di Kamboja dan Asian Games di China tahun depan, sejumlah pengurus induk cabang olahraga mencoret atlet senior dari pemusatan latihan nasional. Alasannya, pemerintah melalui Kementerian Pemuda dan Olahraga atau Kemenpora meminta pengurus induk cabang fokus melakukan regenerasi untuk mewujudkan visi dan misi Desain Besar Olahraga Nasional atau DBON yang fokus mengejar prestasi di Olimpiade.
Hal itu salah satunya terjadi di cabang renang. Menurut surat keputusan Pengurus Besar Persatuan Renang Seluruh Indonesia (PB PRSI) tertanggal 7 Oktober 2022, dari 23 atlet yang terdiri dari 11 putra dan 12 putri yang dipanggil pemusatan latihan nasional (pelatnas), ada delapan delapan atlet senior yang terdiri dari empat putra dan empat putri yang tidak dipanggil.
Semua atlet senior yang tidak dipanggil itu adalah peraih medali dalam SEA Games Vietnam 2021 pada Mei 2022. Mereka adalah I Gede Siman Sudartawa yang meraih perunggu 50 meter gaya punggung, Gagarin Nathaniel Yus (perak 50 meter gaya dada dan perunggu 100 meter gaya dada), Glenn Victor Susanto (perunggu 50 meter gaya kupu-kupu dan perak estafet 4x100 meter gaya bebas), dan Aflah Fadlan Prawira (perunggu 400 meter gaya ganti dan perak estafet 4x100 meter gaya bebas).
Di putri, ada Anak Agung Istri Kania Ratih (perunggu 50 meter gaya punggung). Nurul Fajar Fitriyati (perak 200 meter gaya punggung dan perunggu estafet 4x100 meter gaya bebas), Patricia Yosita Hapsari (perunggu estafet 4x100 meter gaya bebas dan perunggu estafet 4x200 meter gaya bebas), dan Ressa Kania Dewi (perunggu estafet 4x100 meter gaya bebas dan perunggu estafet 4x200 meter gaya bebas).
Menurut Siman saat ditemui di Jakarta, Selasa (18/10/2022), merujuk surat PB PRSI tertanggal 10 Oktober 2022, pemanggilan para atlet ke pelatnas berdasarkan hasil evaluasi dan regenerasi yang dilakukan pengurus cabang. Promosi dan degradasi terhadap atlet potensial itu untuk dipersiapkan pada ajang internasional jangka pendek dan jangka panjang, antara lain SEA Games di Kamboja pada 5-17 Mei 2023 dan Asian Games di Hangzhou, Cina pada 23 September-8 Oktober 2023.
Alasan itu dinilai tidak masuk akal. Sebab, catatan waktu para atlet yang dipanggil ke pelatnas masih terpaut jauh di bawah para seniornya di nomor perlombaan masing-masing. Siman, misalnya, masih menjadi perenang terbaik nasional di 50 meter gaya punggung tahun ini, yakni 25,64 detik pada seleksi nasional jelang SEA Games 2021.
Itu jauh melampaui tiga yuniornya yang dipanggil ke pelatnas. Para yunior itu adalah Farrel Armandio Tangkas dengan 26,13 detik dalam seleksi nasional jelang SEA Games 2021, Andi Muhammad Nurrizka (27,49 detik dalam ASEAN University Games 2022), dan Romeo Lingga Al Farizi (27,52 detik dalam Festival Akuatik Indonesia 2022).
”Saat kami mempertanyakan alasannya lebih lanjut, pengurus mengadakan zoom meeting dengan kami pada Jumat (14/10). Pengurus mengatakan, mereka menjalankan program regenerasi sesuai dengan DBON. Kalau alasannya faktor usia, itu tidak adil karena renang adalah olahraga yang terukur sehingga patokan penilaian utamanya adalah catatan waktu,” ujar atlet berusia 28 tahun yang mengoleksi tujuh emas, enam perak, dan tiga perunggu SEA Games tersebut.
Kalau alasannya faktor usia, itu tidak adil karena renang adalah olahraga yang terukur sehingga patokan penilaian utamanya adalah catatan waktu.
Siman menuturkan, pengurus menjanjikan bahwa para atlet senior tetap memiliki kesempatan masuk pelatnas kalau lolos seleksi nasional jelang SEA Games sekitar Februari tahun depan. Namun, solusi itu dianggap tidak relevan karena selama empat bulan ke depan, mereka harus latihan mandiri di luar pelatnas.
Latihan mandiri membutuhkan biaya besar setidaknya Rp 5 juta per atlet per bulan. Biaya besar itu untuk keperluan membeli nutrisi tambahan, konsumsi, dan bahan bakar atau transportasi yang selama ini dipenuhi oleh pelatnas. Bagi sebagian atlet yang hanya mengandalkan pemasukan dari gaji atlet, memenuhi kebutuhan itu cukup memberatkan.
”Lagi pula, kalau nantinya kami masuk pelatnas pada Februari, waktu yang kami miliki untuk mempersiapkan diri menuju SEA Games sangat singkat, yakni sekitar tiga bulan. Itu sangat memberatkan karena pasti atlet senior dituntut tanggung jawab besar untuk meraih medali,” kata Siman yang memegang rekor 50 meter gaya punggung SEA Games dengan 25,12 detik ketika meraih emas SEA Games 2019 di Filipina.
Atletik
Kasus yang hampir sama terjadi di cabang atletik. Dari 28 atlet yang dipanggil ke pelatnas oleh Pengurus Besar Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PB PASI) tertanggal 16 September 2022, tidak ada nama Maria Natalia Londa yang meraih perunggu lompat jauh putri dan lompat jangkit putri SEA Games 2021. Tidak ada pula nama Sri Mayasari. Walau tidak meraih medali SEA Games 2021, Sri adalah pemecah rekor nasional 400 meter putri yang bertahan 37 tahun dengan 53,22 detik dalam Pekan Olahraga Nasional (PON) Papua 2021.
”Kalau alasannya regenerasi, kenapa tidak memaksimalkan potensi yang sudah dibina sejak dahulu sembari atlet senior mendampingi adik-adiknya dalam menghadapi ajang multi cabang. Tujuannya, agar ada cerminan baik dalam menghadapi kompetisi besar untuk atlet yunior. Kenyataannya, bukan atlet yunior yang masuk pelatnas melainkan atlet yang sudah masuk usia senior, tidak juara PON, apalagi meraih medali SEA Games,” ucap Maria yang mengoleksi lima emas, lima perak, dan empat perunggu SEA Games tersebut.
Sementara itu, manajer tim renang PB PRSI Wisnu Wardhana serta Wakil Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi PB PASI Rumini kompak menjelaskan, mereka hanya menjalankan instruksi Kemenpora. Lagi pula, renang dan atletik sama-sama masuk dalam tahap ketiga dari tiga tahapan yang ada dalam Rencana Aksi Menuju Olimpiade 2032 Tahun 2021-2032. Kedua cabang itu bersama 12 cabang lainnya ditargetkan bisa meraih medali dalam Olimpiade Brisbane, Australia 2032.
Untuk itu, mereka diminta segera menyiapkan atlet yunior yang bisa matang untuk bersaing di Olimpiade ke-35 tersebut. ”Dalam proses koordinasi dengan pihak PPON (Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional Kemenpora) dan DBON, mereka semakin detail dalam pengawasan dan pendampingan. Dari situ, renang masuk tahap ketiga untuk menuju Olimpiade 2032. Makanya, kami diminta menyiapkan atlet berusia 15-17 tahun dengan harapan atlet-atlet itu sudah dalam usia matang 10 tahun ke depan,” tutur Wisnu.
Pengamat olahraga Fritz E Simandjuntak menyampaikan, DBON adalah hantu atau kebijakan tanpa kejelasan dalam pengelolaan olahraga nasional. Banyak hal yang salah kaprah dalam penerapan kebijakan tersebut. Misalnya dalam menetapkan SEA Games dan Asian Games sebagai target antara menuju Olimpiade.
”Yang namanya target antara itu kalau SEA Games dan Asian Games saling berdekatan dengan penyelenggaraan Olimpiade. Ini kan tidak, jarak SEA Games dan Asian Games ke Olimpiade itu bisa 1-2 tahun. Jadi, untuk menuju Olimpiade, kita tetap harus mengejar prestasi terbaik dalam SEA Games dan Asian Games. Contohlah China, mereka itu tetap menjadi juara umum Asian Games sebelum tampil di Olimpiade,” tegas Fritz.