Kesalahan Prioritas Pertandingan Jatuhkan "Garuda Muda"
Kesalahan strategi mengatur prioritas pertandingan kembali diulangi tim sepak bola Indonesia. Kegagalan tim Indonesia U-17 menyiratkan jajaran staf kepelatihan tidak memahami prasyarat dan regulasi kelolosan
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·7 menit baca
Performa tim sepak bola Indonesia U-17 di kualifikasi Piala Asia bagaikan satu putaran matahari. Terbit dan bersinar di awal, lalu redup kemudian tenggelam pada akhirnya. Apa yang dialami “Garuda Muda” besutan pelatih Bima Sakti jadi gambaran mengasah strategi dan kemampuan tim saja tidaklah cukup untuk lolos ke Piala Asia. Perlu perhitungan yang matang, pemahaman terhadap regulasi, dan kecermatan menilai prioritas sebuah laga. Hal inilah yang masih perlu diperhatikan oleh Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia ke depannya.
Indonesia tergabung di Grup B kualifikasi bersama Palestina, Malaysia, Uni Emirat Arab (UEA), dan Guam. Sekilas persaingan di grup ini tidak begitu mudah karena ada dua kekuatan tradisional Asia Barat, yaitu Palestina dan UEA yang selalu menyulitkan Indonesia di semua kelompok usia.
Arkhan Kaka Putra dan rekan-rekannya mampu membuat pecinta sepak bola di Indonesia berharap tinggi usai memetik kemenangan telak 14-0 atas Guam di laga pertama. Itu adalah kemenangan terbesar kedua yang diraih tim sepak bola Indonesia U-17. Sebelumnya, Indonesia sempat membenamkan Kepulauan Mariana Utara 18-0 di kualifikasi Piala Asia 2018 yang berlangsung di Thailand.
Sontak kemenangan besar itu membangkitkan optimisme tinggi terhadap performa tim sepak bola U-17. Keyakinan besar pun menyeruak seiring kesuksesan itu. Apalagi di dua laga berikutnya, tim Indonesia U-17 mampu menaklukkan UEA 3-2 dan mengatasi perlawanan Palestina 2-0.
Rangkaian tiga hasil positif itu membuat pecinta sepak bola Indonesia semakin percaya bahwa pintu kelolosan ke Piala Asia sudah di depan mata. Terlebih pada laga sebelumnya, Malaysia hanya mampu bermain imbang 1-1 melawan Guam, tim terlemah di Grup B. Optimisme tinggi menyelubungi Indonesia karena bermain imbang atau mengalahkan Malaysia menjadi syarat bagi “Garuda Muda” untuk lolos.
Apa yang terjadi di lapangan justru menjadi antiklimaks bagi tim Indonesia U-17. Mereka dibantai tanpa ampun, 5-1, oleh Malaysia. Tim arahan pelatih Osmera Omaro itu seolah berubah wujud dibandingkan saat ditahan imbang Guam 1-1. Mereka begitu dominan dalam mendikte permainan Indonesia. Sedangkan. “Garuda Muda” seakan kehabisan bahan bakar untuk meladeni permainan atraktif Malaysia.
Hal yang tidak disangka-sangka kemudian menjadi kenyataan. Indonesia gagal lolos ke Piala Asia lewat jalur peringkat dua terbaik. Hanya 10 juara grup dan enam tim peringkat kedua terbaik yang berhak menggenggam tiket Piala Asia U-17 tahun depan.
Dalam klasemen tim peringkat dua, Indonesia hanya menempati peringkat ke-7, kalah selisih gol dari Laos yang mencetak dua gol dan kebobolan empat gol. Kemenangan telak 14-0 atas Guam dan 2-0 kontra Palestina tidak masuk perhitungan tim peringkat kedua terbaik. Itu karena jumlah tim yang ada di 10 grup kualifikasi berbeda karena Timor Leste mengundurkan diri.
Ketentuan itu tertuang jelas dalam buku panduan kualifikasi yang diterbitkan Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC). Bilamana sebuah grup terdiri dari empat tim, maka hasil pertandingan tim peringkat dua melawan tim peringkat empat tidak dihitung. Pada grup yang berisi lima tim, hasil laga tim peringkat kedua melawan tim peringkat keempat dan kelima tidak masuk perhitungan.
Salah strategi
Kejelian membaca regulasi kualifikasi berperan besar dalam kesuksesan Malaysia lolos ke Piala Asia. Dalam sistem kualifikasi dengan berbagai macam pengecualian seperti ini, tim pelatih harus mencermati betul poin-poin prasayarat kelolosan. Pelatih Malaysia, Osmera, mengetahui laga melawan Guam dan Palestina tidak akan masuk poin perhitungan. Ia menyadari hanya pertandingan melawan Indonesia dan UEA yang akan membantu Malaysia untuk lolos.
“Yang terjadi pada kualifikasi Piala AFC ini, kami sengaja. Kami tidak mau menunjukkan permainan sewaktu melawan Guam. Kami memang hendak menang, cukup 1-0, atau seri, tidak penting. Yang penting, kami bisa lolos. Tiga tim lain hampir semua seperti ini, cetak skor besar lawan Guam,” kata Osmera.
Maka dari itu, Osmera menyimpan kekuatan terbaiknya kala meladeni Guam. Osmera menurunkan hampir seluruh pemain pelapis di laga itu. Hasilnya memang mengecewakan karena Malaysia hanya mampu bermain imbang 1-1.
Akan tetapi, ternyata keputusan itu justru berbuah manis. Ibarat mundur selangkah, lalu maju dua langkah, Malaysia yang awalnya dicibir lantaran hanya mampu imbang melawan tim terlemah kemudian menuai kegembiraan dari buah strategi Osmaro itu.
Hal sebaliknya dialami Indonesia. Bima memforsir pemainnya untuk menang besar atas Guam. Semua pemain terbaik Indonesia seperti Kaka, Muhammad Kafiatur Rizky, Mokhamad Hanif Ramadhan, dan M Riski Afrisal diturunkan sejak menit awal. Kondisi itu dipengaruhi oleh kemenangan telak 9-0 UEA atas Guam. Di saat itu, Bima mengerahkan pemain terbaiknya kontra Guam untuk mengungguli produktivitas gol UEA.
Kaka yang menjadi pemain paling produktif dengan tujuh gol sepanjang babak kualifikasi hampir selalu dimainkan. Dampaknya, grafik performa Indonesia menurun. Setelah menang besar atas Guam, Indonesia kelelahan saat meladeni UEA meski mampu menang tipis 3-2.
Puncaknya, tanda-tanda kelelahan pemain mulai terlihat saat membekap Palestina 2-0. Dua gol Indonesia tercipta karena insting spekulatif dari Habil Abdillah Yafi, bukan dari permainan kolektif seperti saat menang atas Guam dan UEA.
Tak pelak, banyak pihak kemudian mempertanyakan keputusan Bima yang bermain habis-habisan saat meladeni Guam. Strategi itu dinilai keliru sebab koleksi gol Indonesia saat melawan Guam dan Palestina tidak masuk perhitungan. Bima pun mengakui kesalahannya yang berhasrat mengejar banyak gol kontra Guam.
“Bisa jadi kesalahan saya juga lawan Guam harusnya pasang lapis dua. Terpikir di babak pertama apa kami ubah satu jam sebelum bertanding karena itu pertandingan pertama buat kami,” kata Bima.
Dari pernyataan Bima tersebut, muncul kesan tim pelatih Indonesia U-17 gagal dalam memahami regulasi kelolosan sebuah tim. Bima semestinya tahu, Guam, sebagai tim yang tak punya tradisi sepak bola kuat, tidak akan menyulitkan Indonesia. Menurunkan pemain pelapis pun sejatinya sudah cukup untuk mengatasi Guam.
Maka dari itu, kejelian menilai prioritas sebuah laga menjadi penting dilakukan. Hanya dengan cara itu, Indonesia bisa menyiasati jadwal padat yang dirancang AFC. Selama babak kualifikasi ini, Indonesia hanya punya jeda istirahat selama sehari. Pemain pun kelelahan karena selalu bermain malam hari.
Bisa jadi kesalahan saya juga lawan Guam harusnya pasang lapis dua. Terpikir di babak pertama, apa kami ubah satu jam sebelum bertanding karena itu pertandingan pertama buat kami.
Kesalahan memahami prioritas pertandingan ini bukan sekali saja terjadi. Pada turnamen Piala AFF U-19 di Indonesia Juli 2022, Indonesia besutan pelatih Shin Tae-yong juga gagal melaju ke semifinal akibat lengah dalam memahami regulasi kelolosan. Indonesia saat itu tergabung di Grup A bersama Filipina, Vietnam, Thailand, Brunei Darussalam, dan Myanmar.
Pada klasemen akhir Grup A, Indonesia gagal dalam perebutan posisi juara dan runner up, kendati menjadi tim terproduktif dengan koleksi 15 gol. “Garuda Muda” pada akhirnya kalah bersaing dengan Vietnam yang keluar sebagai juara grup dan Thailand sebagai runner up.
Meski sama-sama memiliki 11 poin dengan Vietnam dan Thailand, Indonesia gagal lolos karena kalah head to head. Penentuan tim yang lolos ternyata berdasarkan atas produktivitas gol sesama tim yang memiliki poin yang sama. Indonesia gagal mencetak gol saat melawan Vietnam dan Thailand.
Di sisi lain, saat Vietnam dan Thailand bertemu, mereka bermain imbang 1-1. Dari sana muncul tudingan Vietnam dan Thailand bermain mata agar menggagalkan Indonesia untuk lolos. Setelah Indonesia dipastikan gagal, Shin menyinggung aturan head to head yang dia sebut sudah jarang digunakan di era saat ini.
“Aturan head to head seperti situasi saat ini sudah hilang. Akan tetapi, sedikit aneh aturan ini masih ada di AFF,” kata Shin.
Tentu keluhan Shin itu tidak akan berdampak apa-apa. Sebelum turnamen dimulai, Indonesia turut menyepakati aturan itu. Maka dari itu, akan sangat aneh bila protes terkait aturan baru dilakukan setelah tim gagal lolos.
Dari dua ajang itu jajaran pelatih timnas sepak bola Indonesia di semua usia mendapat pelajaran tentang pentingnya membuat strategi prioritas sebuah laga demi menyiapkan skuad terbaik untuk pertandingan yang benar-benar menentukan nasib Indonesia.
Berkaca dari dua kegagalan Indonesia, agaknya kita bisa menyitir kata-kata dari kaisar sepak bola Jerman Franz Beckenbauer yang mengatakan “Tim yang kuat bukanlah yang akan menang. Namun, tim yang menang, sudah pasti kuat.”
Dalam kasus Indonesia, kalimat itu bisa diubah menjadi “Tim yang kuat tidak selalu akan lolos kualifikasi. Namun, tim yang lolos kualifikasi sudah pasti cerdik.”