Peluang Francesco "Pecco" Bagnaia mengudeta Fabio Quartararo dari puncak klasemen berpotensi meredup seiring prakiraan cuaca bahwa hujan berpotensi mengguyur Buriram dalam akhir pekan balapan MotoGP seri Thailand.
Oleh
AGUNG SETYAHADI
·5 menit baca
BURIRAM, KAMIS – Francesco Bagnaia kehilangan kecepatan saat balapan berlangsung dalam kondisi trek basah. Dia juga mengalami kendala itu saat kualifikasi MotoGP seri Jepang di Motegi, akhir pekan lalu, sehingga start dari posisi ke-12. Kondisi itu merusak peluangnya untuk memenangi balapan dalam perjuangan mengudeta Fabio Quartararo dari puncak klasemen. Akhir pekan ini, peluang Pecco meraih poin maksimal juga berpotensi dikacaukan oleh hujan yang diperkirakan akan mengguyur Sirkuit Internasional Chang, Buriram, Thailand, 30 September-2 Oktober.
Bagnaia mengakui dirinya bukan pebalap tercepat saat trek basah. Namun, dia juga tidak menyangka dirinya akan sangat lambat di Motegi, sehingga hanya bisa merah posisi start ke-12. Saat balapan dalam kondisi trek kering di Motegi, dia juga kesulitan mendahului para pebalap di depannya. Bahkan, dia terjatuh di lapterakhir karena terlalu berambisi mendahului Quartararo di tikungan 3. Poin pun melayang dari genggaman Pecco, hingga selisih poin dengan Quartararo melebar dari 10 menjadi 18.
Pecco mengaku penyebab dia terlalu lambat saat trek basah serta kesulitan mendahului pebalap di depannya saat balapan di Motegi masih terus dianalisis. Dia berharap bisa menemukan jawaban dalam sesi latihan di Buriram.
"Saya masih memikirkan dan menganalisa semuanya hingga saat ini. Kami perlu memahami mengapa saya kesulitan saat berakselerasi yang menyebabkan saya kehilangan waktu dibandingkan motor lain. Saya tertahan di belakang Pol Espargaro (Repsol Honda) hingga banyak putaran dan sangat mustahil untuk mendahului dia. Kami harus memahami itu. Mungkin akhir pekan ini kami bisa menemukan sesuatu yang akan membantu kami," ungkap Pecco dalam konferensi pers di Buriram, Kamis (29/9/2022).
Pebalap andalan Ducati itu mengaku belum menemukan jawaban yang pasti terkait masalah yang dia hadapi dalam balapan di Motegi. "Ini sangat sulit untuk diketahui. Saya memahami dalam beberapa situasi kami harus tancap gas seperti bisanya. Akan tetapi, saya tidak bisa tancap gas seperti yang saya inginkan karena saya di belakang pebalap lain yang lebih pelan dalam pengereman. Saya pun tertahan di belakang. Terkait dengan kecelakaan, saya hanya berusaha berada di depan Fabio karena penting untuk berada di depan dalam persaingan juara. Akan tetapi, saya terlalu ambisius dalam balapan itu karena saya berusaha mendahului. Padahal, jarak masih terlalu jauh," ungkap Pecco.
Terkait dengan potensi performa Ducati di Buriram, Pecco menilai, kendala terbesar ada di sektor 3 dengan tikungan-tikungan yang menuntut pengereman keras untuk memasuki tikungan. "Sektor satu di trek ini sangat bagus untuk Ducati. Itu pasti karena hanya ada satu tikungan di lintasan lurus. Jadi, itu sektor yang bagus. Tetapi, sektor tiga merupakan kelemahan kami karena pada 2019 kami kehilangan banyak waktu dibandingkan Fabio. Ia satu-satunya yang lebih cepat di sana. Kita lihat saja tahun ini. Semoga fairing baru membantu kami di bagian trek itu, tetapi kita lihat saja," ungkap Pecco yang finis di posisi ke-11 pada 2019 lalu.
Lompatan Ducati
Jika balapan berlangsung dalam kondisi kering, peluang Pecco untuk kompetitif di Buriram sangat besar. Dia telah menunjukan potensi Desmosedici GP musim ini yang lebih mudah menikung, seperti saat memenangi balapan di Jerez. Dia juga memimpin balapan di Le Mans, sebelum akhirnya terjatuh. Namun, seri Perancis tetap dimenangi pemacu Desmosedici GP, Enea Bastianini. Hal itu menegaskan lompatan besar Ducati untuk memperbaiki kelemahan motor mereka. Dalam musim-musim sebelumnya, Sirkuit Jerez dan Le Mans merupakan tempat bagi para pebalap Yamaha untuk meraih poin maksimal.
Dalam kondisi basah, Anda perlu sangat lembut. Itu tidak terjadi pada kami. (Fabio Quartararo)
Persaingan akhir pekan ini masih akan terfokus pada tiga pebalap yang bersaing meraih gelar juara, yaitu Quartararo, Pecco, dan Aleix Espargaro (Aprilia). Mereka hanya berada dalam rentang 25 poin. Dengan sisa empat balapan, semua pebalap masih berpeluang juara. Bagi Quartararo, Buriram merupakan trek yang bagus untuk meraih poin besar, seperti saat finis di posisi kedua pada 2019.
Musim ini, Quartararo akan kembali memaksimalkan kekuatan Yamaha M1 di tikungan untuk mencetak waktu tercepat guna mendapatkan pace yang kompetitif. Jika trek basah, dia perlu mengubah gaya membalap menjadi lebih lembut. "Saya bisa mencetak waktu di mana pun. Saya harus melakukan itu, khususnya di zona pengereman. Kami cukup kuat dengan sasis baru dalam kondisi kering," ujar Quartararo.
"Dalam kondisi basah? Kita lihat saja. Di Motegi saya berkendara terlalu agresif dan itu tidak berjalan dengan baik. Dalam kondisi basah, Anda perlu sangat lembut. Itu tidak terjadi pada kami," ungkap Quartararo.
Adapun bagi Aleix Espargaro, akhir pekan akan lebih baik dari Motegi, yaitu saat dia hanya bisa finis di posisi ke-16 karena kesalahan tim elektronik Aprilia yang lupa mematikan eco-map sehingga motor tertahan di putaran mesin rendah. Dia pun harus berganti motor dan start dari pit lane. Dia menegaskan, kesalahan seperti itu tidak akan terulang lagi.
Terkait dengan potensi balapan dalam kondisi trek basah, Espargaro menilai, dirinya tetap bisa cepat seperti di Motegi. "Saya pikir, dalam kondisi kering, kami bisa cepat. Dalam kondisi basah, saya cukup cepat di Jepang. Secara mengejutkan saya cepat dalam kondisi hujan. Adapun jika trek basah, itu juga bisa menjadi peluang bagus. Saat balapan dalam kondisi hujan, biasanya hal-hal aneh lebih sering terjadi dan kami memerlukan itu," tegas Espargaro yang kini di posisi ketiga klasemen sementara.