Juara di AS Terbuka, Iga Swiatek Tidak Terkalahkan di Final Grand Slam
Iga Swiatek menjuarai tunggal putri Grand Slam AS Terbuka. Dia pun menorehkan berbagai rekor dengan kemenangan ketiga dari tiga final Grand Slam tersebut.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·4 menit baca
NEW YORK, SABTU - Dari dua final Grand Slam pada 2022, dua gelar juara dibawa Iga Swiatek dari panggung kompetisi terbesar dari arena tenis itu. Gelar juara Perancis dan Amerika Serikat Terbuka 2022 menambah gelar Grand Slam tunggal putri nomor satu dunia itu dari Perancis Terbuka 2020.
Gelar Grand Slam pertama dari luar lapangan tanah liat Roland Garros, Paris, Perancis didapatnya dari lapangan keras Flushing Meadows, New York. Dalam final yang berlangsung Sabtu (10/9/2022) sore waktu setempat atau Minggu dini hari WIB, Swiatek mengalahkan Ons Jabeur 6-2, 7-6 (5).
Final ini menjadi persaingan Swiatek dan Jabeur untuk menjadi juara AS Terbuka pertama dari negara masing-masing, yaitu Polandia dan Tunisia. Jabeur juga berupaya menjadi petenis putri Afrika dan bangsa Arab pertama yang menjuarai Grand Slam. Petenis terakhir Afrika yang bisa melakukannya adalah tunggal putra Afrika Selatan, Johan Kriek, saat menjuarai Australia Terbuka 1981 dan 1982.
Namun, kemampuan Swiatek dalam menjaga fokus sepanjang pertandingan membuatnya memperoleh hasil lebih baik.
Ini menjadi gelar ketujuh petenis berusia 21 tahun itu pada 2022 setelah menjuarai WTA 500 Stuttgart, WTA 1000 Doha, Indian Wells, Miami, Roma, dan Grand Slam Perancis Terbuka. Dia menyamai prestasi Serena Williams dengan jumlah gelar juara yang sama pada 2014.
Torehan prestasi lain dari Swiatek adalah menjadi petenis termuda yang menjuarai tiga Grand Slam sejak Maria Sharapova menjuarai Australia Terbuka 2008 pada usia 20 tahun. Dia menjadi petenis putri kesembilan dalam era Terbuka yang bisa menjuarai tiga Grand Slam sebelum berusia 22 tahun. Menurut catatan WTA, Swiatek mengikuti langkah Sharapova, Justine Henin, Serena, Venus Williams, Martina Hingis, Monica Seles, Steffi Graf, dan Chris Evert.
Sebaliknya, Jabeur belum juga bisa menjuarai Grand Slam. Pada kesempatan pertama, dalam final Wimbledon, pada Juli lalu, Jabeur kalah dari Elena Rybakina.
Jabeur pun tidak pernah memenangi final di lapangan keras. Sebelum AS Terbuka, dia kalah pada final turnamen lapangan keras di Moskwa 2018 dan Chicago 2021. Dari tiga gelar yang didapatnya dari turnamen WTA, dua gelar didapat dari turnamen lapangan rumput dan satu dari lapangan tanah liat.
“Iga membuat saya tidak mudah menjalani final ini. Semoga saya bisa segera memenanginya,” komentar Jabeur yang mendapat dukungan lebih banyak penonton di stadion pada sepanjang pertandingan.
Laga perebutan gelar juara ini seperti akan berakhir dengan cepat untuk kemenangan Swiatek. Setelah merebut set pertama, dia langsung unggul 3-0 pada set kedua.
Jabeur pun melampiaskan frustasinya dengan dengan membanting raket. Namun, teriakan dari pelatih dan tim pendukung termasuk mantan petenis nomor satu dunia, Arantxa Sanchez-Vicario, di tribun membuatnya bisa bangkit dengan perlahan.
“Tetap positif! Tetap positif!” Kata-kata itu terus diteriakan pelatih Issam Jellali, Karim Kamoun (suami dan pelatih fisik Jabeur), serta Sanchez-Vicario.
Jabeur akhirnya mulai bisa menyaingi Swiatek saat mempertahankan servis pada gim keempat. Pendukungnya bersemangat kembali saat petenis kebanggaan bangsa Arab itu merebut servis Swiatek pada gim berikutnya hingga skor menjadi 3-2. Jabeur, bahkan, memiliki kesempatan menyamakan skor karena dia memegang servis pada gim keenam, tetapi Swiatek merebutnya.
Momentum pada set kedua ini selalu berpindah hingga terjadi tiebreak. Swiatek, yang bisa menjaga emosi dan fokus dengan lebih baik, akhirnya menang. Sementara, Jabeur seringkali kehilangan fokus dan marah saat melakukan kesalahan.
“Saya harus selalu tenang dan menjaga fokus sepanjang pertandingan karena sulit melawan Ons. Saya pun bangga bisa menjaga mental saya. Sebelum turnamen, saya benar-benar tidak menduga hal ini bisa terjadi,” kata Swiatek.
Saya harus selalu tenang dan menjaga fokus sepanjang pertandingan karena sulit melawan Ons.
Dengan kemenangan itu, Swiatek hanya tujuh kali kalah dari 62 pertandingan pada tahun ini. Dua gelar Grand Slam dalam satu musim kompetisi ini baru terjadi lagi setelah Angelique Kerber menjuarai Australia dan AS Terbuka 2016. Statistik lain yang lebih fenomenal adalah dalam 10 final yang dimenanginya, Swiatek tidak pernah kehilangan satu set pun.
Salah satu di antara dua tunggal putra, yaitu Carlos Alcaraz atau Casper Ruud, akan menyusul jejak Swiatek, menjuarai AS Terbuka untuk pertama kalinya. Final yang akan berlangsung Senin dini hari waktu Indonesia itu, bahkan, menjadi final pertama kedua finalis di ajang Grand Slam. Selain itu, final tersebut, juga, menjadi perebutan posisi nomor satu dunia untuk menggantikan Daniil Medvedev. (AP/AFP)