Ons Jabeur mendapat kesempatan lain untuk menjuarai turnamen Grand Slam setelah kalah di final Wimbledon. Ketangguhan mentalnya akan diuji dalam final AS Terbuka ketika melawan petenis nomor satu dunia, Iga Swiatek.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·4 menit baca
Setelah merasa tertekan karena kalah dalam final Wimbledon, kepercayaan diri Ons Jabeur kembali ketika bersaing di Amerika Serikat Terbuka. Mentalnya diuji untuk satu laga lagi yang bisa membawanya menjadi petenis putri Afrika pertama dengan juara Grand Slam dalam era Terbuka.
Semua kemampuan terbaik harus dikeluarkan Jabeur untuk menghadapi tunggal putri nomor satu dunia, Iga Swiatek, dalam final di Flushing Meadows, New York, Sabtu (10/9/2022) sore waktu setempat atau Minggu dini hari waktu Indonesia. Itu karena Swiatek memiliki ketangguhan mental yang diperlihatkannya dalam tiga babak terakhir, termasuk saat mengalahkan Aryna Sabalenka, 3-6, 6-1, 6-4, pada semifinal, Kamis. Sementara, Jabeur menang atas Caroline Garcia 6-1, 6-3.
Swiatek selalu mengalahkan Sabalenka dalam tiga pertemuan terakhir tahun ini sebelum bertemu di Flushing Meadows. Namun, perlawanan yang dihadapi selama 2 jam 11 menit adalah perlawanan terbaik yang diberikan Sabalenka.
Swiatek harus melakukan sprint hampir sepanjang set pertama dan ketiga untuk mengejar bola dari hantaman keras groundstroke Sabalenka. Dia bahkan tertinggal 2-4 pada set ketiga.
Namun, tekad kuat untuk mengubah keadaan terlihat dari caranya menjaga fokus dengan tak membiarkan emosinya, saat membuat kesalahan, berlarut. Dia pun tak pernah melepas setiap pukulan dari lawan meski harus mengejar bola hingga jatuh.
Walaupun berusia 21 tahun, Swiatek memiliki ketangguhan mental yang lebih baik dibandingkan petenis top dunia lain. Itu didapat berkat pendampingan psikolog olahraga, Daria Abramowicz, sejak remaja.
Karakter itulah yang akan dihadapi Jabeur saat melawan juara Grand Slam Perancis Terbuka 2020 dan 2022 tersebut. Swiatek kehilangan set pertama saat melawan Sabalenka, juga ketika berhadapan dengan Jule Niemeirer pada babak keempat, tetapi bisa tetap tenang pada set berikutnya.
”Dulu, saya bisa sangat emosi dan panik saat kalah atau kehilangan set pertama. Sekarang, saya merasa bisa lebih mudah berpikir logis untuk mengubah keadaan. Saya juga merasa variasi permainan saya terus berkembang. Itu yang diperlukan untuk bermain pada persaingan level tertinggi,” katanya.
Untuk menambah tekanan lain bagi Jabeur, Swiatek tak pernah kalah dalam sembilan dari sepuluh final. Sebanyak enam final yang dimenanginya itu terjadi pada tahun ini. Satu-satunya kekalahan dialami dalam final pertama pada turnamen WTA, yaitu dari Polona Hercog pada WTA Lugano 2019.
Tentu statistik Iga tak pernah kalah di final akan menjadi tantangan berat bagi saya. Akan tetapi, saya lega bisa kembali ke final setelah merasakan banyak tekanan seusai Wimbledon.
”Tentu statistik Iga tak pernah kalah di final akan menjadi tantangan berat bagi saya. Akan tetapi, saya lega bisa kembali ke final setelah merasakan banyak tekanan usai Wimbledon,” kata Jabeur.
Tekanan itu bukan karena Jabeur kalah dari Elena Rybakina pada final di lapangan rumput All England Club, London, dua bulan lalu. Hal itu karena petenis berusia 28 tahun tersebut mulai mendapat perhatian besar di negara asalnya, Tunisia.
Jabeur juga merasa tertekan karena penampilannya dalam turnamen pemanasan AS Terbuka tak begitu baik. Dia kalah pada perempat final WTA 500 San Jose, babak kedua WTA 1000 Toronto, dan babak ketiga WTA 1000 Cincinnati.
Namun, kemenangan atas Ajla Tomljanovic dan Garcia pada perempat final dan semifinal menumbuhkan kembali mimpi dan kepercayaan diri bahwa dia bisa menjuarai Grand Slam.
Hal lain yang menambah semangatnya adalah perhatian publik di Tunisia pada penampilannya di Flushing Meadows. ”Di Tunisia, hanya sepak bola yang menjadi bahan pembicaraan. Akan tetapi, mereka menonton pertandingan saya melawan Ajla meski pada waktu yang sama ada Liga Champions antara Juventus dan Paris St Germain di TV. Itu sangat mengesankan bagi saya,” kata Jabeur yang tak hanya memberi pengaruh kepada Tunisia, tetapi juga pada bangsa Arab.
Selain menjadi petenis Arab pertama yang tampil pada final Grand Slam, dia juga menjadi wakil bangsa Arab pertama yang mencapai peringkat sepuluh besar dunia. Penggemar Andy Roddick ini pertama kali mencapai posisi itu pada 18 Oktober 2021 ketika naik dari peringkat ke-14 menjadi kedelapan setelah tampil di final WTA 500 Chicago dan semifinal WTA 1000 Indian Wells. Jabeur, bahkan pernah menempati posisi tertinggi, yaitu urutan kedua pada 27 Juni 2022 meski hanya sepekan. Saat ini dia memiliki peringkat kelima dunia.
Dengan latar belakang masing-masing, final Jabeur melawan Swiatek seharusnya menjadi laga terbaik tunggal putri AS Terbuka 2022. Apalagi, mereka sama-sama meraih dua kemenangan pada empat pertemuan lain.
Pada tunggal putra, tiket final diperebutkan dalam dua semifinal yang dimulai Minggu dini hari waktu Indonesia, yaitu antara Karen Khachanov dan Casper Ruud serta Carlos Alcaraz melawan Frances Tiafoe. Di antara mereka, hanya Ruud yang pernah merasakan tampil pada semifinal Grand Slam, yaitu saat menembus final Perancis Terbuka sebelum kalah dari Rafael Nadal. Maka, seperti pada tunggal putri, nomor tunggal putra AS Terbuka akan melahirkan juara baru. (AP/AFP)