Ibarat pepatah “tak ada rotan akar pun jadi”, Graham Potter mungkin tidak lebih baik dari Thomas Tuchel saat ini. Namun, Potter adalah pria paling tepat mengisi kekosongan yang ditinggalkan Tuchel.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
LONDON, KAMIS – Nyaris mustahil untuk Chelsea mencari manajer yang lebih baik dari Thomas Tuchel. Meskipun begitu, “Si Biru” tidak cemas. Mereka sudah punya kandidat paling tepat untuk mengawal era baru klub di bawah kepemilikan Todd Boehly. Sosok itu adalah Manajer Brighton, Graham Potter.
Tuchel dipecat oleh manajemen klub seusai Chelsea kalah dari Dinamo Zagreb 0-1 dalam laga perdana Grup E Liga Champions, Rabu (7/9/2022) dini hari WIB, di Stadion Maksimir, Kroasia. Masa kepemimpinan manajer asal Jerman itu berakhir sangat singkat, hanya 589 hari, belum genap 100 pertandingan.
Rio Ferdinand mantan bek legendaris Liga Inggris menilai, Tuchel yang sudah meraih Liga Champions untuk Chelsea akan sangat sulit digantikan. “Semua yang akan datang sekarang, saya pikir adalah sebuah penurunan (kualitas) dibandingkan dengan Tuchel dan resumenya,” katanya di kanal Youtube-nya, FIVE.
Tidak banyak manajer kelas dunia tersedia saat ini. Liga-liga di Eropa baru saja berlangsung. Hanya ada beberapa nama yang sedang menganggur, seperti mantan pelatih Paris Saint Germany Mauricio Pochettino dan mantan pelatih Real Madrid Zinedine Zidane.
Namun, manajemen Chelsea sepertinya tidak asal memecat. Mereka sudah menyiapkan rencana spesifik. Menurut jurnalis spesial transfer Fabrizio Romano, “Si Biru” akan segera meminang Potter dari Brighton. Kedua pihak sudah melakukan pembicaraan, tinggal menunggu pengesahan dan pengumuman.
Nama Pochettino sempat masuk dalam nominasi. Namun, menurut jurnalist The Athletic David Ornstein, Boehly memprioritaskan Potter. Klub rela membayarkan klausul Potter untuk menyudahi kontrak bersama Brighton yang berkisar 18 juta poundsterling (Rp 309 miliar).
Potter jelas berbeda kelas dibandingkan Tuchel yang sudah pernah menukangi klub top Eropa, seperti PSG dan Borussia Dortmund. Manajer 47 tahun itu baru naik daun dalam tiga musim terkahir bersama Brighton. Sebelumnya, dia hanya melatih klub divisi Championship, Swansea.
Namun, mungkin tidak ada yang bisa memandinginya jika berbicara soal potensi. Potter adalah manajer lokal Inggris paling dihormati saat ini. Dia mengerjakan hal luar biasa di Brighton. Tim papan bawah itu naik kelas dalam beberapa musim terakhir dengan filosofi menyerang ala Potter.
Semua yang akan datang sekarang, saya pikir adalah sebuah penurunan (kualitas) dibandingkan dengan Tuchel dan resumenya.
Lihat saja musim ini. Brighton mampu menduduki ke-4 setelah enam pertandingan. Padahal, mereka kehilangan banyak pemain utama musim lalu, seperti bek sayap Marc Cucurella dan gelandang Yves Bissouma. Salah satu kemenangan mereka diraih atas Manchester United.
Hasil Brighton musim lalu bisa menggambarkan utuh kualitas Potter. Klub berjuluk “Si Burung Camar” itu finis pada peringkat ke-9 musim 2020-2021. Padahal, semusim sebelumnya tim yang bermaterikan pemain medioker tersebut hanya berselisih dua peringkat dari zona degradasi.
Peringkat itu akan terasa istimewa jika dilihat lebih spesifik. Brighton mencapai sepuluh besar dengan memainkan sepak bola atraktif. Saat tim papan bawah lain mencari poin dengan strategi bertahan, mereka justru bermain terbuka.
Statistik penguasaan bola musim lalu memperlihatkan dominasi mereka. Brighton rata-rata menguasai bola sebanyak 54,3 persen. Rerata itu merupaka yang tertinggi ke-4 di liga, bahkan di atas tim besar seperti Arsenal dan Manchester United. Tim asuhan Potter hanya kalah dari Manchester City, Liverpool, dan Chelsea.
Bermain terbuka dengan kualitas pemain tidak mewah bukanlah perkara mudah di Liga Inggris. Manajer kawakan Marcelo Bielsa sudah membuktikan itu bersama Leeds United. Bielsa dipecat musim lalu setelah rentetan hasil buruk dan hujan gol ke gawang mereka.
Tidak pelak, manajemen Chelsea menilai Potter mampu untuk meneruskan gaya sepak bola dominan ala Tuchel. Kedua manajer itu memiliki banyak kesamaan dalam hal pendekatan bermain. Mulai dari bertahan dengan lini pertahanan tinggi, berorientasi gaya menyerang, sampai formasi serupa.
Mereka sama-sama akrab dengan formasi tiga bek. Potter, seperti Tuchel, juga menggunakan berbagai variasi formasi tiga bek, mulai 3-4-3 sampai 3-5-2. Keduanya menumpukan titik serangan dari posisi sayap. Kesamaan itu yang membuat Tuchel tertarik untuk mendatangkan Cucurella dari Brighton.
Kesamaan tersebut akan sangat bagus untuk Chelsea. Transisi era baru “Si Biru” bisa lebih mudah. Mengingat, pemain yang ada di dalam skuad Chelsea saat ini memang ditujukan untuk turun dalam formasi tiga bek. Apalagi, Potter juga akan menjalin reuni dengan Cucurella.
Tanpa kesamaan ide bermain itu, manajer baru Chelsea bisa kesulitan. Sebab, bursa transfer sudah ditutup. Adapun perbedaan gaya manajer akan turut berpengaruh terhadap kebutuhan pemain. Itu yang mungkin menjadi alasan Boehy tidak tertarik mengambil manajer seperti Zidane atau Pochettino.
Namun, tidak ada jaminan Potter akan sukses di Chelsea. Dia belum pernah menangani pemain bintang dan tim besar. Chelsea bukanlah tim sekelas Brighton yang puas dengan finis di papan tengah klasemen. Bagi manajemen, tidak juara adalah sebuah kegagalan. (AP/REUTERS)