Swiatek Waspada meski di Jalur Juara
Iga Swiatek mempertahankan peluang menjuarai tunggal putri Grand Slam AS Terbuka. Namun, dia tetap tak berekspektasi tinggi meski lolos ke semifinal.
NEW YORK, RABU — Iga Swiatek menjaga langkahnya di jalur juara Grand Slam Amerika Serikat Terbuka. Meski demikian, petenis putri nomor satu dunia itu tetap waspada dengan pola pikir yang dibawanya sejak awal, tak punya ekspektasi tinggi.
Swiatek untuk pertama kalinya tampil pada semifinal AS Terbuka, melawan Aryna Sabalenka, di Flushing Meadows, New York, Kamis (8/9/2022) malam atau Jumat siang WIB. Semifinal lain melagakan Ons Jabeur lawan Caroline Garcia.
Kecuali Sabalenka, yang tampil pada semifinal 2021, tiga petenis lain baru kali ini menembus babak empat besar AS Terbuka. Namun, di antara para semifinalis, hanya Swiatek yang berpengalaman juara Grand Slam. Petenis berusia 21 tahun, termuda di antara keempatnya, adalah juara Perancis Terbuka 2020 dan 2022.
Baca juga: Swiatek Belajar dari Serena
Namun, Swiatek menilai, semua petenis yang lolos ke semifinal punya peluang sama untuk juara. ”Setiap petenis bisa juara. Terkadang, mereka yang mencapai semifinal Grand Slam adalah petenis-petenis yang membuat kejutan. Kami semua tampil solid,” tutur Swiatek setelah mengalahkan Jessica Pegula, 6-3, 7-6 (7/4), pada perempat final, Rabu.
Datang sebagai petenis nomor satu dunia dan mengoleksi enam gelar juara pada tahun ini, Swiatek menjadi favorit juara. Lima dari enam gelar itu didapat dari turnamen WTA 1000 dan Grand Slam Perancis Terbuka.
Akan tetapi, karena tak pernah melewati babak keempat AS Terbuka sejak debut pada 2019, Swiatek tak berekspektasi apa pun sejak awal tiba di Flushing Meadows. ”Saya tak menduga bisa mencapai tahap ini pada awal turnamen. Semifinal pertama ini sangat berarti. Ini adalah hasil kerja keras meski ekspektasi saya tetap tak terlalu tinggi,” tuturnya.
Seperti pada dua babak sebelumnya, kemampuan dan ketangguhan mental Swiatek diuji saat melawan Pegula. Dia sempat melampiaskan frustrasi dengan berteriak pada tim pelatih di tribune karena membuat banyak kesalahan pada set kedua. Pada set ini, petenis Polandia tersebut membuat 21 unforced error, lebih banyak dibandingkan dengan 11 unforced error pada set pertama.
Baca juga: Momentum Para Petenis Senior
Dengan kesalahan itu, Swiatek dua kali kehilangan kesempatan memenangi pertandingan saat melakukan servis, yaitu pada gim ke-10 dan ke-12 set kedua. Namun, dengan groundstroke keras dan datar, Swiatek berani mengambil risiko bermain agresif saat tiebreak untuk menekan lawan. Dia pun senang bisa melalui tantangan sulit untuk tantangan lain yang lebih sulit.
Sabalenka, lawannya pada semifinal, adalah petenis yang dikenal dengan karakter powerfull game. Saat berada dalam performa terbaik, petenis yang pernah berperingkat kedua dunia itu bisa konsisten melancarkan pukulan keras sejak servis dan pukulan berikutnya. Dia pernah disebut memiliki karakter permainan serupa Serena Williams meski tak bisa konsisten bersaing di level elite seperti petenis yang memutuskan pensiun pekan lalu itu.
Swiatek tiga kali mengalahkan Sabalenka dari empat pertemuan, tetapi mereka belum pernah bertemu di ajang Grand Slam. Seperti dikatakannya, semua semifinalis memiliki peluang yang sama untuk menang, bahkan menjadi juara.
Sabalenka atau Swiatek akan berhadapan dengan pemenang semifinal lain, Jabeur melawan Garcia. Jabeur, petenis Arab-Afrika pertama yang lolos ke semifinal AS Terbuka, mempertahankan penampilan terbaiknya pada tahun ini. Sebelum tampil di Flushing Meadows, dia tampil pada final Grand Slam sebelumnya, yaitu Wimbledon.
Saya tak menduga bisa mencapai tahap ini pada awal turnamen. Semifinal pertama ini sangat berarti. Ini adalah hasil kerja keras meski ekspektasi saya tetap tak terlalu tinggi.
Namun, petenis Tunisia peringkat kelima dunia itu harus mewaspadai kepercayaan diri Garcia yang untuk pertama kalinya mencapai semifinal Grand Slam. Sejak kembali ke turnamen pada Mei, setelah dua bulan beristirahat karena cedera kaki, Garcia menjuarai tiga turnamen di tiga jenis lapangan, yaitu di WTA 250 Bad Homburg (lapangan rumput), WTA 250 Warsawa (tanah liat), dan WTA 1000 Cincinnati (lapangan keras). Turnamen di Cincinnati merupakan salah satu turnamen pemanasan AS Terbuka.
Kepercayaan diri itu pula yang bisa menjadi bekal Garcia untuk meraih kemenangan pertama atas Jabeur yang selalu mengalahkannya dalam dua pertemuan, yaitu di babak pertama AS Terbuka 2019 dan babak kedua Australia Terbuka 2020.
Jabeur juga selalu unggul atas Garcia pada masa junior. Memiliki usia yang sama, 28 tahun, kedua petenis bersaing bersama sejak masih berkompetisi dalam turnamen untuk petenis berusia 18 tahun ke bawah. Mereka pun bangga bisa bersaing di level yang lebih tinggi.
”Pemenang laga nanti adalah yang bisa menampilkan kemampuan terbaiknya. Saya akan berusaha untuk bermain seperti itu, mencoba menjadi diri sendiri,” kata Jabeur.
Selesai dini hari
Di bagian putra, petenis Spanyol, Carlos Alcaraz, untuk kedua kalinya beruntun menyelesaikan pertandingan pada dini hari. Setelah menang atas Marin Cilic di babak keempat pada pukul 02.23, Alcaraz memenangi perempat final melawan Jannik Sinner pada Kamis pukul 02.50. Dalam laga maraton selama lima jam 15 menit, Alcaraz menang 6-3, 6-7 (9/11), 6-7 (0/7), 7-5, 6-3.
Tak hanya dari waktu dan durasi, laga itu menjadi topik pembicaraan dunia tenis karena kedua petenis memiliki peluang yang sama untuk menang. Dua petenis termuda dalam perempat final itu sama-sama mendapat match point.
Sinner (21) mendapat match point terlebih dulu, pada set keempat saat unggul 5-4. Namun, Alcaraz (19) menggagalkannya dan berbalik merebut set itu dengan memenangi tiga gim beruntun. Dia mempertahankan momentum keunggulan tersebut pada set kelima, meski tetap tak mudah untuk memenanginya.
”Jujur, saya tak tahu bagaimana melakukan itu (menggagalkan match point Sinner). Saya hanya selalu berusaha untuk percaya diri,” komentar Alcaraz.
Sementara itu, Sinner menggambarkan kekalahan tersebut sebagai momen yang begitu menyakitkan. ”Tetapi, saat bangun tidur, saya akan mencoba melupakannya. Saya akan berusaha untuk mencari sisi positif dari pertandingan tadi,” kata petenis Italia tersebut.
Baca juga: Persaingan Dua Talenta Termuda
Menjadi dua petenis termuda dalam daftar peringkat dunia (Alcaraz peringkat ke-3, Sinner peringkat ke-13), mereka punya potensi lebih sering bertemu pada turnamen-turnamen level atas. ”Saya berharap, suatu saat, kami bisa menciptakan rivalitas seperti Roger (Federer), Rafa (Nadal), dan Novak (Djokovic),” kata Alcaraz.
Pada semifinal, Alcaraz akan berhadapan dengan bintang tuan rumah, Frances Tiafoe, yang mengalahkan Andrey Rublev, 7-6 (7/3), 7-6 (7/0), 6-4. Tiafoe menjadi tunggal putra pertama AS yang tampil di semifinal AS Terbuka dalam 16 tahun terakhir setelah Andy Roddick dikalahkan Roger Federer. Roddick juga menjadi tunggal putra tuan rumah yang terakhir menjuarai AS Terbuka, yaitu pada 2003.
Kemenangan atas Rublev itu terjadi setelah Tiafoe mengalahkan pemegang 22 gelar juara Grand Slam, Rafael Nadal, pada babak keempat, dua hari sebelumnya. ”Saya senang memperlihatkan apa yang bisa saya lakukan, memberi yang diinginkan penonton, yaitu memenangi pertandingan,” ujar Tiafoe yang penampilannya ketika berhadapan dengan Rublev ditonton oleh Roddick dari tribun.
Kemajuan petenis berusia 24 tahun itu berkat bantuan pelatihnya yang merupakan mantan petenis asal Afrika Selatan, Wayne Ferreira. Sejak 2020 mendampinginya, Ferreira banyak mengubah kebiasaan buruk Tiafoe, salah satunya dalam makan. Tiafoe memiliki kebiasaan buruk sarapan sedikit serta terlalu banyak mengudap coklat dan kue. Ferreira juga membenahi program di tempat latihan kebugaran.
Baca juga: Calon Juara Baru dari Generasi Baru
”Butuh banyak waktu untuk menjadikan itu sebagai kebiasaan seperti sekarang ini. Perkiraan saya, dia akan mencapai performa terbaik menjelang akhir tahun,” kata Ferreira yang berperingkat keenam dunia pada Mei 1995. (AFP/AP/REUTERS)