Pemecatan Thomas Tuchel memperlihatkan persamaan sekaligus perbedaan Roman Abramovich dengan Todd Boehly. Mereka sama-sama impulsif dalam memecat manajer, tetapi tujuannya berbeda.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·3 menit baca
LONDON, KAMIS — Bagi Chelsea, memecat manajer dengan tiba-tiba sudah seperti sebuah tradisi di abad ke-21. Namun, di tengah kebiasaan itu, pemecatan Thomas Tuchel pada awal musim ini terasa seperti anomali. Pemilik klub, Todd Boehly, seperti sudah punya rencana tersembunyi, bahkan sebelum musim dimulai.
Pergantian manajer dalam kurun waktu singkat adalah warisan pemilik sebelumnya, Roman Abramovich. Taipan Rusia itu dikenal tidak percaya proses, menyukai hasil instan. Chelsea pun punya 15 manajer sejak kedatangannya pada 2003. Rerata dari mereka tidak bertahan lebih dari semusim.
Tradisi itu diteruskan Boehly. Baru 100 hari setelah membeli klub, dia menyingkirkan Tuchel. Keputusan terasa wajar dan aneh saat bersamaan. Wajar jika dilihat dari rekam jejak pada era Abramovich. Namun, anehnya, pemecatan sosok yang mengantar ”Si Biru” juara Liga Champions 2021 itu terkesan terlalu cepat.
Abramovich tidak pernah memecat manajer pada ataupun sebelum September. Sementara itu, Tuchel dipecat pada Rabu (8/9/2022), hanya 33 hari setelah Liga Inggris dimulai dan baru memainkan 6 pertandingan. Kekalahan dari Dinamo Zagreb juga hanyalah laga pembuka di Liga Champions.
”Dia (Tuchel) baru saja memberikan debut ke pemain baru Pierre-Emerick Aubameyang. Wesley Fofana juga baru main dua laga. Seharusnya dia diberikan waktu menyatukan tim, setidaknya sampai jeda internasional. Saya tidak mengerti mengapa sangat terburu-buru,” kata mantan pemain sekaligus pengamat, Jammie Carragher.
Alasan paling logis adalah Boehly memang tidak percaya terhadap Tuchel. Tuchel bagai terpidana hukuman mati yang tinggal menunggu waktu eksekusi. Boehly tampak punya rencana sendiri. Menurut BBC Sport, banyak pemain yang ingin didatangkannya, tetapi tidak diminati Tuchel, seperti Cristiano Ronaldo.
Sebelum Tuchel, sang pemilik juga sudah menunjukkan dominasinya sejak datang ke klub. Pebisnis asal Amerika Serikat itu menyingkirkan figur penting di klub, antara lain Marina Granovskaia (Direktur) dan Petr Cech (penasihat teknis dan performa). Jika dilihat lebih luas, pemecatan Tuchel hanyalah puncak dari gunung es.
Boehly seperti ingin kontrol penuh dalam era barunya. Kontrol itu tidak berjalan jika para figur penting klub berbeda filosofi. Pemilik klub bisbol Los Angeles Dodgers itu berorientasi lebih terhadap bisnis ketimbang prestasi, seperti pendekatan manajemen di Amerika Serikat.
Dalam wawancara dengan Bloomberg pertengahan Juli, Boehly mengatakan ingin membawa gaya AS itu ke Chelsea. Salah satunya adalah menggenjot pendapatan klub lewat penambahan nilai pemain. Dia berharap ada sosok seperti LeBron James di NBA yang bisa menjadi ikon lebih besar daripada klub itu sendiri.
Seharusnya dia diberikan waktu menyatukan tim, setidaknya sampai jeda internasional. Saya tidak mengerti mengapa sangat terburu-buru.
Era Potter
Jurnalis spesialis transfer Fabrizio Romano mengumumkan, Chelsea akan menggantikan Tuchel dengan Manajer Brighton Hove Albion Graham Potter. Potter mengalahkan kandidat lain yang merupakan manajer kawakan, seperti Zinedine Zidane dan Mauricio Pochettino.
”Boehly sudah menginformasikan kepada Potter tentang ide dan konsep tim ketika (Chelsea) mendatangkan (Marc) Cucurella dari Brighton. Banyak manajer yang ditawarkan jabatan itu, tetapi hanya Potter yang menjadi prioritasnya,” jelas Romano.
Pemilihan manajer baru ini juga sedikit berbeda dibandingkan dengan pendekatan Abrahmovich. Sebelumnya, Chelsea lebih senang merekrut manajer bernama besar, seperti Jose Mourinho, Antonio Conte, hingga Tuchel. Namun, kali ini ”Si Biru” justru merekrut manajer dari tim papan tengah.
Perekrutan Potter memperlihatkan target jangka panjang klub. Potter bukan sosok ternama, tetapi merupakan manajer yang sedang naik daun dalam dua musim terakhir. Dia sukses mengangkat prestasi Brighton dari papan bawah ke papan tengah.
Manajer berusia 47 tahun itu juga berhasil mengorbitkan banyak pemain muda dengan filosofi menyerang di Brighton. Pengembangan itu yang mungkin paling diharapkan Boehly. Chelsea memiliki banyak pemain muda berbakat. Salah satunya adalah penyerang sayap kebanggaan AS, Christian Pulisic (23), yang mulai jarang mendapat kesempatan tampil di era Tuchel.
Potter memang belum pernah menukangi tim besar. Namun, mungkin faktor itulah yang juga sesuai dengan keinginan Boehly, agar dia bisa lebih banyak mengontrol setiap kebijakan klub. Tidak seperti kebanyakan manajer top yang punya ego besar. (AP/REUTERS)