Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan tampil tenang meski tertinggal 7-15 pada gim pertama melawan Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto pada semifinal Kejuaraan Dunia. Ketenangan itu berbuah final keempat Kejuaraan Dunia.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·4 menit baca
TOKYO, SABTU-Berpenampilan paling konsisten pada tahun ini, ganda putra Indonesia, Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto, memiliki peluang besar untuk mengalahkan Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan dalam ajang sebesar Kejuaraan Dunia. Namun, mereka kehilangan kesempatan itu berkat fokus dan kualitas permainan Hendra/Ahsan yang lebih tinggi. Hendra/Ahsan menang atas "adik" mereka, 23-21, 12-21, 21-16.
Fajar/Rian memasuki lapangan di Tokyo Metropolitan Gymnasium, Jepang, Sabtu (27/8/2022), untuk menjalani semifinal Kejuaraan Dunia dengan statistik penampilan konsisten. Setelah terpuruk pada Jerman Terbuka dan All England pada awal tahun, mereka melaju dengan mencapai tujuh final (yang menghasilkan dua gelar juara) dari sembilan turnamen.
Salah satu final yang mereka menangi adalah Malaysia Masters, pada Juli. Mereka mengalahkan Hendra/Ahsan 21-12, 21-19. Namun, secara umum, persaingan mereka berimbang, yaitu berbagi dua kemenangan dari empat pertemuan.
Jalan menuju kemenangan tersebut begitu terbuka ketika kecepatan permainan, terutama pada lapangan depan yang menjadi kunci permainan ganda, membawa Fajar/Rian unggul 15-7 pada gim pertama. Fajar sangat fokus dalam menjaga lapangan bagian depan, untuk mencegat pukulan dari seniornya secepat mungkin.
Namun, ketenangan serta akurasi dan kualitas pukulan Hendra/Ahsan membuat situasi berubah. Mereka memperkuat pertahanan dan mengarahkan kok ke pojok atau pinggir lapangan untuk mempersulit lawan, termasuk saat mengembalikan smes.
Selain mempersulit untuk dikembalikan, Fajar/Rian, juga, kesulitan menilai jatuhnya kok hingga mereka meminta tayangan ulang atas keputusan hakim garis. Pada salah satu permintaan “challenge” dari Rian atas pengembalian smes dari Hendra, tayangan ulang di layar memperlihatkan kok jatuh di atas garis pinggir. Jejak jatuhnya bagian dasar kok memperlihatkan, setengahnya berada di atas garis, setengahnya di luar. Taktik itu membuat Hendra/Ahsan bisa menyeimbangkan skor pada posisi 18-18.
Seolah baru tersadar dari tidur, Fajar/Rian kembali mempercepat irama permainan hingga mereka mendapat game point, 20-18. Pada momen krusial ini, Fajar, yang mendapat giliran servis, mencoba mengecoh Ahsan dengan flick service. Namun, kok yang dipukul dengan cepat dan tinggi ke arah belakang, jatuh di luar area servis. Game point pertama gagal dimanfaatkan, skor berubah menjadi 20-19.
Kesalahan kecil, tetapi berdampak besar itu akhirnya menjadi momen penentu berbaliknya situasi pada gim pertama. Dari lima angka yang didapat Hendra/Ahsan untuk memenangi gim pembuka ini, tiga diantaranya didapat dari kesalahan Fajar/Rian.
“Hendra/Ahsan pintar mengubah irama permainan. Saat kami bermain cepat atau lambat, mereka pintar mengantisipasinya,” kata Fajar saat diwawancara BWF di mixed zone. Sepanjang wawancara yang dilakukan langsung setelah pertandingan itu, mimik wajah Fajar terlihat lesu.
Kami berusaha agar tidak terjadi reli. Jika itu terjadi, kami akan kalah dari Fajar/Rian.
Setelah Fajar/Rian memenangi gim kedua dengan mudah, Hendra/Ahsan bangkit mendominasi gim ketiga. Kali ini, keduanya berusaha mengantisipasi dengan cepat pukulan-pukulan “adik” mereka dengan berdiri lebih mendekati net. “Kami berusaha agar tidak terjadi reli. Jika itu terjadi, kami akan kalah dari Fajar/Rian,” kata Ahsan yang melampiaskan emosinya setelah menang dengan bersujud.
Sejak sebelum pertandingan, pelatih ganda putra pelatnas Herry Iman Pierngadi memprediksi pertandingan akan ketat. “Namun, Hendra/Ahsan bisa menang karena mereka bisa lebih fokus. Kualitas permainan, juga, lebih baik,” katanya.
Dengan hasil tersebut, Hendra/Ahsan mengulang kemenangan atas Fajar/Rian yang juga terjadi pada Kejuaraan Dunia. Di Basel, Swiss, pada 2019, mereka menang pada semifinal dengan skor 21-16, 15-21, 21-10.
Pasangan berjulukan “The Daddies” itu, juga, menambah catatan prestasi dengan selalu lolos ke final dalam empat Kejuaraan Dunia. Dalam tiga partisipasi lain, yaitu pada 2013, 2015, dan 2019, mereka menjadi juara.
Hendra, bahkan, empat kali menyandang status juara dunia. Gelar pertamanya didapat bersama Markis Kido di Kuala Lumpur, Malaysia, pada 2007. Dia menjadi pebulu tangkis Indonesia dengan gelar juara dunia terbanyak, sama seperti yang didapat Liliyana Natsir. Pemain ganda campuran itu menjadi juara dunia pada 2005 dan 2007 bersama Nova Widhianto serta pada 2013 dan 2017 saat berpasangan dengan Tontowi Ahmad.
Lawan Hendra/Ahsan pada final, Minggu, adalah pemenang dari semifinal lain, yaitu Aaron Chia/Soh Wooi Yik (Malaysia) melawan Satwiksairaj Rankireddy/Chirag Shetty (India). Kedua pasangan baru kali ini menembus semifinal Kejuaraan Dunia.
“Kami harus bisa menjaga fokus untuk satu pertandingan lagi karena final, apalagi dalam Kejuaraan Dunia, tidak akan mudah,” kata Hendra.