Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan dalam perjalanan menambah rekor pada catatan prestasi mereka di kejuaraan dunia. Satu kemenangan lagi akan membuat mereka menjadi juara dunia untuk keempat kali, tanpa satu pun kekalahan.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·4 menit baca
TOKYO, SABTU — Satu-satunya kesempatan Indonesia untuk mendapat gelar juara dunia bulu tangkis 2022 diperoleh pasangan senior Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan. Kemenangan di final ganda putra akan menjadikan mereka sebagai yang terbaik, baik sebagai pasangan maupun individu.
Peluang itu diraih Hendra/Ahsan dengan kemenangan atas rekan senegara, Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto, dalam satu-satunya laga semifinal yang menghadirkan pemain Indonesia. Di Tokyo Metropolitan Gymnasium, Jepang, Sabtu (27/8/2022), Hendra/Ahsan menang dengan skor 23-21, 12-21, 21-16.
Lawan ”The Daddies” dalam perburuan status paling bergengsi di arena bulu tangkis ini adalah Aaron Chia/Soh Wooi Yik (Malaysia). Mereka menghentikan langkah pasangan India, Satwiksairaj Rankireddy/Chirag Shetty, 20-22, 21-18, 21-16.
Pertemuan Hendra/Ahsan dan Chia/Soh mengingatkan pada momen akbar lain, Olimpiade Tokyo 2020. Dalam dua pertemuan yang berlangsung pada penyisihan grup dan perebutan medali perunggu, mereka saling mengalahkan.
Namun, kekalahan Hendra/Ahsan lebih menyesakkan karena terjadi pada perebutan perunggu. Mereka kalah 21-17, 17-21, 14-21. Setahun setelah itu, kedua pasangan bertemu kembali, yaitu pada perempat final Malaysia Terbuka dan Hendra/Ahsan kalah lagi 13-21, 22-20, 19-21.
Maka, banyak hal akan dipertaruhkan ganda Indonesia peringkat ketiga dunia itu dalam laga final Minggu (28/8) yang dimulai pukul 13.00 WIB itu. Hendra/Ahsan tentu tak ingin tiga kali kalah beruntun meski mereka unggul 7-3 dari 10 pertemuan.
Kemenangan akan menaikkan level mereka dalam catatan rekor kejuaraan dunia, sebagai pasangan ataupun individu. Setelah menjadi juara dunia 2013, 2015, dan 2019, Hendra (38) dan Ahsan (35) akan menyejajarkan nama mereka dengan Cai Yun/Fu Haifeng sebagai ganda putra tersukses. Ganda China itu empat kali menjadi juara dunia, yakni pada 2006, 2009, 2010, dan 2011.
Namun, berbeda dengan Cai/Fu, Hendra/Ahsan akan mencapai prestasi tersebut dengan rekor tak pernah kalah. Setiap kali lolos ke kejuaraan dunia, yang pesertanya ditentukan Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF) berdasarkan peringkat, setiap kali pula mereka juara.
Dengan tambahan gelar, Ahsan akan tergabung dengan enam pebulu tangkis yang mengoleksi empat gelar juara dunia. Hanya ada enam nama yang berada dalam daftar tersebut, yaitu Cai, Fu, Gao Ling, Zhang Nan, Liliyana Natsir, dan Hendra. Dari enam nama itu, hanya Hendra yang masih aktif bermain.
Sementara itu, Hendra akan naik ke level tertinggi, bersama pemain dengan gelar juara dunia terbanyak, yaitu lima gelar. Hanya ada tiga pemain dalam daftar ini, yaitu Lin Dan, Park Joo-bong, dan Zhao Yunlei. Selain bersama Ahsan, Hendra menjadi juara dunia ketika berpasangan bersama Markis Kido pada 2007.
Sama seperti Hendra/Ahsan, Chia/Soh akan mencatatkan nama mereka dalam catatan sejarah bulu tangkis meski dalam level berbeda. Ganda peringkat keenam dunia itu bisa menjadi juara dunia bulu tangkis pertama dari Malaysia, prestasi yang tak bisa diwujudkan para senior mereka.
Melawan Chia/Soh, kami harus bermain dengan sabar karena mereka punya pertahanan yang sangat baik.
Sejak Kejuaraan Dunia Bulu Tangkis digelar pada 1977, Malaysia empat kali meloloskan ganda putra ke final, tetapi selalu kalah. Mereka adalah Razif/Jalani Sidek pada 1987, Cheah Soon Kit/Soo Beng Kiang (1993), Cheah/Yap Kim Hock (1997), dan Koo Kien Keat/Tan Boon Heong (2010). Tunggal putra Malaysia paling sukses, Lee Chong Wei, pun selalu kalah pada final 2011-2015.
Dihadapkan pada catatan prestasi baru jika juara, Hendra/Ahsan dan Chia/Soh sama-sama ingin menyampingkan dulu statistik. Mereka memilih fokus pada apa yang akan dihadapi di lapangan.
”Melawan Chia/Soh, kami harus bermain dengan sabar karena mereka punya pertahanan yang sangat baik,” kata Hendra.
”Kami harus tetap fokus, misi belum selesai. Saya tidak mau tertekan dengan sejarah yang bisa kami buat untuk Malaysia,” ujar Chia.
Soh menambahkan, mereka siap menghadapi Hendra/Ahsan yang memiliki reputasi besar. ”Kami lebih muda dari mereka dan tidak takut. Kami bertekad mengeluarkan semua kemampuan,” katanya.
Dari yunior ke senior
Setelah Kejuaraan Dunia 2021 melahirkan kejutan dengan munculnya tunggal putra muda India, Lakshya Sen, sebagai semifinalis, tahun ini giliran Kunlavut Vitidsarn, pemain seangkatan Sen, yang bersinar. Pemain Thailand berusia 21 tahun itu lolos ke final untuk melawan pemain nomor satu dunia, Viktor Axelsen.
Pada semifinal, Vitidsarn mengalahkan wakil China, Zhao Junpeng, 22-20, 21-6, sedangkan Axelsen menang atas Chou Tien Chen (Taiwan), 21-15, 21-17.
”Saya sangat ingin melawan Axelsen yang sangat mendominasi persaingan tunggal putra. Saya ingin mengukur kemampuan saya, terutama setelah terakhir kali bertemu dengan dia pada Final BWF 2021. Saya tak punya tekanan untuk melawan pemain top dunia,” kata Vitidsarn.
Vitidsarn telah empat kali bertemu Axelsen dan selalu kalah dalam dua gim. Terakhir, dia kalah pada laga puncak turnamen Final BWF 2021. Meski demikian, pemain seangkatan tunggal putra Indonesia peringkat ke-116 dunia, Christian Adinata, ini selalu tertantang setiap kali bertemu pemain yang lebih berpengalaman.
Final di Tokyo ini memperlihatkan perkembangan kematangan Vitidsarn, setelah tersingkir pada babak pertama Kejuaraan Dunia 2021. Pada level yunior, dia menjadi juara dunia 2017, 2018, dan 2019.
Jika bisa mengalahkan Axelsen, Vitidsarn akan menyamai dua seniornya, Ratchanok Intanon dan Dechapol Puavaranukroh yang menjadi juara dunia yunior lalu menjadi juara dunia.
Editor:
JOHANES WASKITA UTAMA
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.