Pecco Bagnaia Menantikan Misano
Francesco "Pecco" Bagnaia merasa dalam momen terbaik di sepanjang kariernya setelah meraih kemenangan ketiga beruntun. Kini dia menantikan Misano, sirkuit yang sangat dia kenal, untuk terus menekan Fabio Quartararo.
SPIELBERG, MINGGU – Peluang Francesco Bagnaia juara musim ini seolah melayang setelah mengalami kecelakaan yang sulit dia pahami di Sachsenring, Jerman. Insiden itu membuat pebalap Ducati itu tertinggal 91 poin dari pemuncak klasemen Fabio Quartararo. Namun, dalam tiga balapan berikutnya di Assen, Silverstone, dan Spielberg, Bagnaia tampil brilian hingga meraih tiga kemenangan beruntun. Selisih poin dengan Quartararo pun terus terpangkas, kini tinggal 44 poin. Bagnaia yang kini merasa dalam momen terbaiknya, sangat menantikan balapan di Misano dan Aragon, di mana dia sangat kuat di kedua trek itu.
Balapan berikutnya, di Misano, Italia, menjadi momen yang sangat dinantikan oleh pebalap berjuluk Pecco itu. Ini merupakan trek yang sangat dia kenal, di mana dia mengasah teknik pengereman Desmosedici GP yang menjadi kunci mengeksploitasi performa motor Ducati itu. Dia melatih pengereman dengan menggunakan motor jalan raya Panigale V4 yang menjadi pondasi penting untuk menemukan teknik pengereman dengan Desmosedici GP. Saat Pecco menemukan teknik yang pas, dia pun bisa tancap gas di trek lurus tanpa takut kehilangan waktu saat menikung.
Teknik pengereman dan pengendalian Desmosedici GP itu, kini semakin lengkap dengan kejelian Pecco dalam memilih ban guna memaksimalkan traksi. Dia menimba ilmu terkait perilaku ban terhadap aspal dari Valentino Rossi, mentornya di akademi VR46. Rossi pernah mengatakan, dirinya selalu mengkhawatirkan pilihan ban Pecco yang sering aneh. Kondisi itu, menurut "The Doctor" yang membuat Pecco sering kurang kompetitif saat balapan.
Selain memperbaiki pemahaman karakter ban, Pecco juga berusaha menguak misteri traksi melalui konsultasi dengan Casey Stoner. Berkat bimbingan mantan pebalap Ducati asal Australia itu, Pecco bisa menjaga motor tetap melaju dengan pace yang kompetitif meskipun ban sudah sangat aus.
Motivasi tinggi Pecco unuk terus memperbaiki kekurangan dirinya itulah yang membuat dia bisa meraih tiga kemenangan beruntun, menyamai pencapaian Stoner yang semula hanya satu-satunya pebalap Ducati yang pernah meraih tiga kemenangan beruntun di MotoGP. Pecco juga menjadi pebalap Italia kedua yang meraih hat-trick setelah Valentino Rossi.
Kemenangan ketiga beruntun yang dia raih di Red Bull Ring, Spielberg, Austria, Minggu (21/8/2022), bisa diraih Pecco berkat kombinasi dari semua kerja keras yang dia lakukan selama ini. Dalam dua putaran terakhir, saat Quartararo semakin mendekat, Pecco sudah kehabisan ban dan motornya berulang kali tergelincir, nyaris terjatuh.
"Saya sangat kesulitan dalam lima-enam putaran terkhir, dan lebih lagi dalam dua putaran terakhir, karena ban saya sudah habis, dan Fabio meraih banyak waktu," ungkap Pecco.
Kemampuan Pecco menemukan detail-detail setelan motor itu membuat dirinya memiliki rasa pengendalian yang sangat baik pada Desmosedici GP. Dia pun merasa berada dalam momen terbaik di sepanjang karier balapnya.
Baca juga : "Pole" Perdana Enea Bastianini
"Sudah pasti ini momen terbaik saya, karena dalam situasi kritis, kami bisa melakukan transformasi dengan baik. Terimakasih kepada keluarga saya dan tim Ducati dan VR46. Kami melakukan langkah bagus sehingga bisa memahami bagaimana menjadi lebih baik. Saya melakukan langkah maju di area itu. Namun, mungkin terlalu dini untuk mengatakan sesuatu, kita tunggu saja balapan berikutnya dan menunggu hingga akhir musim ini untuk mengetahui di area mana lagi yang harus kami kerjakan," ungkap Pecco kepada MotoGP.
Momen kritis yang dimaksud Pecco salah satunya adalah kecelakaan di Sachsenring saat dia sedang bersaing dengan Quartararo. Dia terjatuh di putaran keempat karena kehilangan cengkeraman ban belakang ketika melakukan akselerasi saat keluar dari tikungan. Insiden itu membuat Pecco marah karena penyebabnya tidak bisa terjelaskan dengan data telemeteri, juga secara teknik berkendara tidak ada yang salah. Momen itu menggerus kepercayaan diri Pecco, tetapi dukungan dari keluarga dan timnya, pebalap Italia itu mampu bangkit dan menemukan sesuatu yang hilang melalui ketekunan membaca data, diskusi panjang dengan para mekanik, serta mencari masukan dari Rossi dan Stoner.
Kini, Pecco masih di peringkat ketiga klasemen sementara pebalap, dengan 156 poin, terpaut 44 poin dari Quartararo di puncak klasemen, serta 12 poin dari Aleix Espargaro di posisi kedua. Dia kini terus memburu poin maksimal untuk merapat ke puncak klasemen. Peluang itu dimiliki Pecco dalam dua balapan berikutnya di Misano dan Aragon, sebelum MotoGP melakukan tur ke Asia.
"Saya menantikan Misano karena selalu menjadi akhir pekan yang luar biasa balapan di rumah saya. Namun, kita tunggu saja apa yang akan terjadi karena saya tidak ingin memberi tekanan pada diri saya dan menjalani akhir pekan seperti yang kami lakukan sebelumnya. Berusaha menjadi cerdik untuk tetap berada di depan," tegas Pecco.
Baca juga : Balapan Sprint MotoGP Bergulir Mulai 2023
Saya menantikan Misano karena selalu menjadi akhir pekan yang luar biasa balapan di rumah saya.
Quartararo brilian
Meskipun Pecco sedang dalam momentum positif, lawan terberat yang dia hadapi, Quartararo, juga konsisten berada dalam performa terbaiknya. Pebalap tim Monster Energy Yamaha itu start di posisi keempat di belakang tiga pebalap Ducati. Saat balapan dia bahkan sempat turun ke posisi enam setelah didahului oleh pebalap Aprilia Maverick Vinales. Ini merupakan hambatan besar bagi Quartararo, karena mendahului motor-motor bermesin V4 yang unggul dalam kecepatan puncak dan akselerasi, luar biasa sulit.
Namun, juara dunia MotoGP 2021 itu mampu mendahului para pebalap di depannya, termasuk Jack Miller melalui manuver brilian di chicane untuk finis di posisi kedua. Bahkan, dia terus memangkas selisih waktu dengan Pecco, hingga tinggal 0,492 detik saat finis. Performa itu, dinilai oleh pebalap Aprilia Aleix Espargaro, menempatkan Quartararo sebagai pebalap terbaik saat ini.
Quartararo mengaku, dirinya tidak ingin membahas tentang siapa pebalap terbaik saat ini. Dia hanya berusaha melakukan yang terbaik di tengah kesulitan yang dimiliki oleh Yamaha. Untuk mengatasi defisit tenaga kuda, Quartararo dan timnya, berjuang lebih keras mencari detail-detal setelan yang bisa menaikkan performa. Salah satu langkah yang diambil adalah penggunaan girbok, yang menjadi salah satu kunci dirinya bisa memanfaatkan chicane untuk memperbaiki waktu putaran, serta di putaran-putaran akhir mendahului Miller.
"Di trek ini saya menduga hasil yang jauh lebih buruk karena kami menggunakan rasio transmisi pendek. Dengan gir satu saya bisa menjaga jarak dengan Jack, tetapi kemudian (dengan gir besar) saya tidak bisa," ungkap Quartararo.
Baca juga : Quartararo Berjuang Lolos dari "Italian Sandwich"
Namun, Quartararo menyiasati itu dengan bersabar mempersiapkan diri untuk mendahului. Dia berusaha sedekat mungkin dengan Miller yang sudah kehabisan ban belakang, untuk melancarkan serangan.
"Ini tidak terasa seperti kemenangan karena kami meraih 20 poin. Namun, untuk bersiap mendahului adalah hal tersulit bagi kami. Sebenarnya kami melakukan itu dengan baik, khususnya manuver pada Jack di chicane, juga terhadap Enea (Bastianini). Itu menyenangkan dan hari ini saya meraih sedikit kepercayaan diri pada gaya membalap saya. Setelah dua balapan yang sangat sulit, sangat bagus bisa kembali. Hari ini, saya bertarung seperti singa," pungkas Quartararo.
Pebalap berjuluk El Diablo itu akan memanfaatkan peningkatan kepercayaan diri pada gaya membalapnya untuk meraih poin maksimal di Misano. Dia belum pernah menang di trek Italia itu, dan pencapaian terbaiknya adalah finis di posisi kedua.