Dua petenis non-unggulan, Borna Coric dan Caroline Garcia, memetik hasil sempurna pada turnamen ATP Masters/WTA 1000 Cincinnati. Keduanya akan menjadi kuda hitam pada Grand Slam AS Terbuka.
Oleh
JOHANES WASKITA UTAMA
·5 menit baca
MASON, MINGGU — Kisah Cinderella dua petenis non-unggulan berakhir sempurna di turnamen tenis ATP Masters/WTA 1000 Cincinnati. Laga final di Lindner Family Tennis Center, Mason, Ohio, Minggu (21/8/2022) atau Senin dini hari WIB, menegaskan kebangkitan prestasi Borna Coric dan Caroline Garcia serta menjadikan keduanya ancaman bagi para unggulan di Grand Slam Amerika Serikat Terbuka, 29 Agustus-11 September 2022.
Garcia, yang mengawali turnamen dari babak kualifikasi, meraih sukses ketiganya di level WTA 1000 dengan kemenangan atas petenis kawakan Ceko, Petra Kvitova, 6-2, 6-4. Garcia pun menjadi petenis kualifikasi pertama yang meraih gelar di turnamen level tertinggi WTA Tour ini.
Dua gelar tertinggi sebelumnya direbut Garcia di WTA 1000 Wuhan dan Beijing pada 2017, yang mengantarkannya masuk 10 besar dunia, hingga naik peringkat keempat dunia setahun kemudian. Setelah itu prestasinya terus melorot, hingga dihantam cedera kaki pada babak pertama WTA 1000 Miami, April lalu, yang membenamkan peringkatnya ke posisi 79 pada akhir Mei.
Setelah pulih, Garcia tampil di Grand Slam Perancis Terbuka dan perlahan bangkit didukung servis keras yang menjadi senjata utamanya. Dia kemudian memetik gelar juara dari turnamen WTA 250 Bad Homburg di lapangan rumput,WTA 250 Warsawa di lapangan tanah liat, dan melengkapinya dengan gelar juara dari lapangan keras di WTA 1000 Cincinnati.
”Saya tidak tahu bagaimana menggambarkan pekan ini. Saya datang ke sini Rabu pekan lalu untuk mengikuti babak kualifikasi. Saya hanya berusaha menemukan ritme, tampil sebaik-baiknya, tetap sehat, dan beradaptasi dengan lapangan,” ujar Garcia.
Setelah lolos ke babak utama, Garcia mengalahkan tiga petenis 10 besar dalam perjalanan ke final, yakni Maria Sakkari (peringkat ketiga) di babak kedua, Jessica Pegula (8) di perempat final, dan Aryna Sabalenka (7) di semifinal. Konsistensi petenis asal Perancis ini berlanjut di final dengan menggulingkan Kvitova, dua kali juara Wimbledon, dalam dua set selama 1 jam 42 menit.
Saya praktis tidak bermain di lapangan keras sejak di Miami, jadi tidak terlalu yakin saat tiba di sini. Setiap laga, setiap hari, adalah hari yang baru, tantangan baru.
Servis keras kembali menjadi andalan petenis berusia 28 tahun ini melawan Kvitova, selain kelebihannya bertahan dari upaya lawan mematahkan servis. Di final, Garcia membuat 11 servis as dan lolos dari delapan kali upaya break point Kvitova.Tak heran, Garcia menjadi petenis putri dengan servis as terbanyak musim ini, 286 kali, dan di posisi kedua petenis 100 besar yang lolos dari break point lawan dengan 67,2 persen.
Sukses Garcia melebihi ekspektasinya sendiri saat tampil di lapangan keras, setelah kalah di babak pertama WTA 1000 Toronto, sepekan sebelumnya. ”Saya praktis tidak bermain di lapangan keras sejak di Miami, jadi tidak terlalu yakin saat tiba di sini. Setiap laga, setiap hari, adalah hari yang baru, tantangan baru,” ujarnya.
Adapun Kvitova kesulitan untuk bangkit setelah membuat dua kali kesalahan ganda (double fault) saat memegang servis di game pertama. Kvitova kembali kehilangan servis pada game ketiga dan Garcia langsung melaju dengan keunggulan 4-0 kemudian merebut set pertama. Garcia kembali mematahkan servis lawannya pada game pertama set kedua dan yang memastikan kemenangan atas Kvitova.
”Ada lagu berjudul ’The Girl is on Fire’, bukan? Lagu itu deskripsi terbaik untuk Garcia. Saat ini, dia bisa mengalahkan siapa saja. Saat dia dalam kondisi terbaik, dia sulit dikalahkan. Kita melihatnya sepanjang turnamen ini,” ujar Kvitova.
Kemenangan ini melambungkan Garcia 18 tingkat di peringkat WTA, hingga posisi ke-17 awal pekan ini. Sejak kebangkitannya di bulan Juni, Garcia juga menjadi petenis putri dengan kemenangan terbanyak, 28 kali, dengan hanya 6 kali kalah.
Pulih
Pada final tunggal putra yang juga berlevel tertinggi, ATP Masters 1000, Borna Coric menundukkan unggulan keempat asal Yunani, Stefanos Tsitsipas, 7-6 (7/0), 6-2, dan memastikan dirinya telah pulih sepenuhnya dari cedera bahu yang memaksa petenis Kroasia ini menjalani operasi tahun lalu.
Coric, yang pernah menempati peringkat 12 dunia pada akhir 2018, baru kembali bersaing di ATP Tour pada Maret 2022. Hasilnya tidak terlalu baik dan peringkatnya merosot hingga posisi ke-278. Dia tampil di Cincinnati dengan mengajukan proteksi peringkat, yang bisa diusulkan atlet yang mengalami cedera panjang dan tampil di babak utama karena ada petenis yang mengundurkan diri.
Kesempatan itu dimanfaatkan dengan baik oleh petenis berusia 25 tahun ini. Dia tampil cemerlang menundukkan unggulan kedua Rafael Nadal di babak kedua, disusul kemenangan beruntun atas petenis peringkat 20 besar dunia menuju tangga juara, yakni Roberto Bautista Agus (19), Felix Auger-Aliassime (9), Cameron Norrie (11), dan Tsitsipas (7).
"Laga ini sangat sulit, dan saya mengawalinya dengan kurang baik. Tetapi selanjutnya servis saya membaik, bermain lebih baik, dan di set kedua rasanya menjadi set terbaik saya tahun ini,” ujar Coric.
Tsitsipas, yang mengalahkan petenis nomor satu dunia Daniil Medvedev di semifinal, mengawali laga dengan lebih baik. Dia mematahkan servis Coric dan langsung memimpin 4-1. Namun, Coric perlahan bangkit dan memaksakan tie break. Setelah itu, Coric tak tertahan dan menutup laga dengan kemenangan.
Hasil di Cincinnati adalah gelar ketiga Coric di ATP Tour dan yang pertama dari ajang ATP Masters 1000, dengan dua gelar lainnya diperoleh di ATP Marakesh 2017 dan Halle 2018. Poin peringkat yang diperolehnya sebagai juara melonjakkan peringkatnya ke posisi 29, menempatkannya sebagai salah satu unggulan dan kuda hitam penantang juara pada Grand Slam AS Terbuka di Flushing Meadows, New York, pekan depan. (RERUTERS)