Persaingan bulu tangkis ganda putri top dunia dikuasai pemain China, Jepang, dan Korea Selatan. Siti Fadia Silva Ramadhanti/Ribka Sugiarto akan berusaha menembus dominasi itu pada Kejuaraan Dunia 2022 di Tokyo, Jepang.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·5 menit baca
Siti Fadia Silva Ramadhanti (kiri) dan Ribka Sugiarto menyumbang satu angka bagi Indonesia pada laga penentuan juara Grup Y Kejuaraan Asia Bulu Tangkis Beregu antara Indonesia dan Thailand di Manila, Filipina, 13 Februari 2020. Meski kini tak lagi berpasangan di turnamen BWF Tour, Fadia dan Ribka menjadi harapan Indonesia pada Kejuaraan Dunia Bulu Tangkis 2022 di Tokyo, Jepang, 22-28 Agustus 2022.
Kejuaraan Dunia Bulu Tangkis 2022 di Tokyo, Jepang, 22-28 Agustus, berlangsung saat ganda putri Indonesia menjalani masa transisi. Di tengah persaingan ganda putri China, Jepang, dan Korea Selatan, pemain Indonesia mencoba menembus dominasi tiga negara itu untuk pencapaian pribadi.
Bukan pasangan baru pembuat kejutan, Apriyani Rahayu/Siti Fadia Silva Ramadhanti, yang diharapkan meraih medali di Tokyo. Ganda putri yang menjadi andalan kali ini adalah Fadia bersama partner lamanya, Ribka Sugiarto. Hal itu berarti mereka setidaknya harus menembus semifinal.
Meski tak lagi berpasangan sejak terakhir kali tampil pada perempat final Kejuaraan Asia di Filipina, 26 April-1 Mei, Fadia/Ribka bisa tampil di Kejuaraan Dunia karena peraturan Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF). Kejuaraan Dunia dan kejuaraan regional, seperti Kejuaraan Asia, hanya bisa diikuti peserta yang diundang berdasarkan daftar peringkat dunia pada tanggal tertentu.
Ketika BWF menggunakan daftar peringkat dunia 26 April 2022 sebagai patokan untuk menentukan atlet yang lolos, nama Apriyani/Fadia belum ada dalam daftar. Debut mereka sebagai pasangan pada turnamen BWF baru terlaksana pada Indonesia Masters, 7-12 Juni. Atlet yang diundang oleh BWF adalah Greysia Polii/Apriyani dan Fadia/Ribka.
Greysia/Apriyani tidak bisa menerima undangan itu karena Greysia pensiun pada Juni. Fadia/Ribka akan ditemani oleh Febriana Dwipuji Kusuma/Amalia Cahaya Pratiwi.
Penampilan di Tokyo ini akan menjadi debut bagi dua ganda putri Indonesia itu. Terhadap Febriana/Amalia, yang belum banyak tampil dalam turnamen BWF World Tour (Super 300, 500, 750, dan 1000), pelatih ganda putri Eng Hian ”hanya” ingin menilai level permainan mereka dibandingkan pemain top dunia.
Harapan mendapat medali ada pada Fadia/Ribka. Meski belum pernah tampil bersama Ribka pada Kejuaraan Dunia, Fadia pernah berpasangan dengan Agatha Imanuela pada Kejuaraan Dunia 2018 di Nanjing, China. Dia pun tak asing dengan suasana ajang besar ini.
Fadia/Ribka mempunyai bekal pernah berpasangan sejak Juli 2019. Mereka menjuarai Indonesia Masters Super 100 pada tahun itu dan mencapai semifinal di level lebih tinggi, yaitu Hylo Terbuka Super 500 pada 2021. Persiapan untuk Kejuaraan Dunia 2022 tak terkendala meski Fadia kini berpasangan dengan Apriyani dan Ribka bersama Febby Valencia Dwijayanti Gani.
Fadia/Ribka telah mengenal karakter pribadi dan permainan masing-masing. Mereka satu angkatan sejak masa yunior dan berlatih bersama di pelatnas Cipayung setiap hari. Apalagi, latihan dengan merotasi pasangan lumrah dilakukan di sektor ganda.
Semasa yunior, prestasi keduanya terbilang baik. Hasil terbaik Fadia di ganda putri adalah semifinalis Kejuaraan Dunia Yunior 2018 bersama Agatha. Fadia juga tampil di ganda campuran bersama Rehan Naufal Kusharjanto dan menembus final Kejuaraan Dunia Yunior 2017 dan 2018 meski akhirnya kalah. Adapun pencapaian terbaik Ribka adalah finalis ganda putri Kejuaraan Dunia 2017 bersama Jauza Fadhila Sugiarto.
Ribka justru termotivasi untuk memperlihatkan dia berada di level yang sama dengan Fadia. Penampilan mereka di latihan sangat positif.
Faktor lain yang bisa menjadi bekal mereka di Tokyo adalah momen pada masa transisi seperti saat ini. Fadia mendapat hasil positif yang cukup cepat bersama Apriyani dengan menjuarai Malaysia Terbuka Super 750 dan Singapura Terbuka Super 500.
Langkah Ribka memang berada di belakang Fadia dengan hasil perempat final Indonesia Masters Super 500 dan Malaysia Terbuka Super 750. Meski demikian, ujar Eng Hian, hal itu tak menjadi kendala.
”Ribka justru termotivasi untuk memperlihatkan dia berada di level yang sama dengan Fadia. Penampilan mereka di latihan sangat positif. Keduanya sangat bersemangat untuk berpartner pada Kejuaraan Dunia,” kata Eng Hian.
Atas dasar latar belakang dan motivasi pemain itulah, Eng Hian menargetkan Fadia/Ribka membawa pulang medali meski tantangan berat akan menghadang ketika mereka berhadapan dengan pasangan top dunia sebelum semifinal. Jika menang dalam tiga babak awal, Fadia/Ribka berpeluang bertemu ganda putri nomor satu dunia yang juga juara bertahan, Chen Qingchen/Jia Yifan (China), di perempat final.
”Targetnya bukan untuk meraih ranking, karena mereka sudah punya pasangan berbeda. Jadi, harapannya adalah Fadia/Ribka bisa meraih medali apa pun untuk menambah prestasi pribadi. Mereka seharusnya termotivasi untuk hal itu,” kata Eng Hian.
Generasi penerus
Ganda putri Indonesia enam kali mendapat medali pada Kejuaraan Dunia dengan hasil terbaik medali perak. Namun, setelah perak dan perunggu pada 1995 dan 1997 dari dua ganda putri terbaik era itu, Lili Tampi/Finarsih dan Eliza Nathanael/Zelin Resiana, terdapat rentang waktu panjang untuk medali berikutnya, yaitu 18 tahun.
Medali berikutnya didapat atas peran Greysia, baik saat berpasangan dengan Nitya Krishinda Maheswari maupun Apriyani. Greysia sebenarnya berpeluang menjadi juara dunia sebelum pensiun dan menyandingkannya dengan medali emas Olimpiade Tokyo 2020. Namun, rencana tak berjalan setelah tim Indonesia batal tampil pada Kejuaraan Dunia 2021 di Huelva, Spanyol, karena khawatir dengan kasus Covid-19 yang naik di Eropa.
Kini, ”adik-adik” Greysia akan berusaha menambah daftar ganda putri Indonesia peraih medali dengan menembus kekuatan utama nomor itu, yaitu pasangan China, Jepang, dan Korea Selatan. Para atlet dari tiga negara itu menempati tujuh dari 10 posisi teratas dunia, termasuk peringkat 1-6. Ganda putri dari tiga negara itu pula yang menguasai gelar juara dunia, kecuali di Jakarta 1980. Saat itu, gelar didapat Nora Perry/Jane Webster (Inggris).
Dominasi China, Jepang, dan Korea Selatan juga terlihat pada enam gelar juara dari sembilan turnamen BWF level tinggi (Super 500, 750, dan 1000) yang telah digelar tahun ini. Pasangan Jepang, Nami Matsuyama/Chihari Shida, bahkan menjuarai dua turnamen Super 1000, yaitu All England dan Indonesia Terbuka.
Peluang Indonesia untuk meraih medali lebih terbuka jika bisa menurunkan Apriyani/Fadia. Namun, mereka harus menanti kesempatan lain untuk meneruskan prestasi ganda putri Indonesia yang bangkit sejak Greysia/Nitya meraih emas Asian Games Incheon 2014.