Indonesia memanfaatkan status tuan rumah untuk meraih gelar kedua di ajang Piala AFF U-16. Setelah juara di edisi 2022, skuad Indonesia U-16 diharapkan bisa terus berkembang untuk menjadi kekuatan baru tim nasional.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·5 menit baca
SLEMAN, KOMPAS — Pemain Indonesia U-16, yang sukses mencatatkan sejarah untuk meraih trofi kedua Piala AFF U-16, adalah ”tunas” bagi kelahiran generasi emas baru skuad tim nasional. Setelah menjadi penguasa Asia Tenggara, tugas Bima Sakti, sang pelatih, dan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) akan semakin berat karena harus menjaga mereka agar tidak layu sebelum berkembang menjadi pemain profesional.
Catatan emas itu dipastikan Indonesia seusai menumbangkan Vietnam 1-0 di laga final, Jumat (12/8/2022) malam, di Stadion Maguwoharjo, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Indonesia meraih trofi kedua di turnamen kelompok umum paling yunior di Asia Tenggara itu. Indonesia menyamai prestasi Myanmar, Malaysia, dan Australia yang telah dua kali menjadi juara.
Muhammad Iqbal Gwijangge dan kawan-kawan mengulang prestasi yang dihasilkan Indonesia U-16 angkatan 2018 yang mempersembahkan trofi juara perdana bagi Indonesia di Piala AFF U-16.
Bima mengungkapkan, dirinya telah memberikan wejangan kepada pemain untuk tidak angkuh, sombong, dan tetap rendah hati dengan prestasi ini. Menurut Bima, prestasi Piala AFF U-16 baru awal dari langkah panjang mereka di sepak bola profesional.
Saya melarang pemain euforia berlebihan. Jadi, di ruang ganti mereka hanya sujud syukur dan tidak ada yang joged-joged. Kami akan susun peta jalan program untuk lolos di kualifikasi Piala Asia U-17 2023.
”Saya melarang pemain euforia berlebihan. Jadi, di ruang ganti mereka hanya sujud syukur dan tidak ada yang joged-joged. Kami akan susun peta jalan program untuk lolos di kualifikasi Piala Asia U-17 2023,” ujar Bima pada konferensi pers seusai laga.
Untuk babak kualifikasi Piala Asia U-17 2023 yang berlangsung Oktober mendatang, Indonesia menjadi tuan rumah. Garuda Muda akan bersaing dengan Uni Emirat Arab, Palestina, Malaysia, dan Guam.
Nasihat Bima kepada pemainnya itu cukup beralasan. Pasalnya, tidak semua lulusan Indonesia U-16 angkatan 2018 bisa memenuhi ekspektasi menjadi generasi baru timnas Indonesia.
Sebagai gambaran, dari 14 pemain yang tampil di partai puncak Piala AFF U-16 2018 menghadapi Thailand di Stadion Gelora Delta, Sidoarjo, Jawa Timur, 11 Agustus 2018, hanya sang kiper, Ernando Ari Sutaryadi, yang bisa mendapatkan promosi tampil di jenjang kelompok umur berikutnya, bahkan hingga timnas senior.
Ernando, yang membela Persebaya Surabaya, telah menjalani dua laga bersama timnas senior. Ia menjadi anggota tim ”Garuda” di Piala AFF 2020 serta tampil sebagai kiper utama Indonesia di ajang SEA Games Vietnam lalu.
Selain Ernando, hanya ada tiga pemain lain eks Indonesia U-16 angkatan 2018 yang tampil secara reguler di Liga 1. Mereka ialah Bagas Kaffa yang memperkuat Barito Putera, Fajar Fatur Rahman yang berseragam Borneo, serta Andre Oktaviansyah yang musim lalu membela Persikabo 1973 dan kini hijrah ke Persebaya Surabaya.
Ketiganya telah mencatatkan masing-masing 35 laga, 25 laga, dan 24 laga di kompetisi kasta tertinggi Indonesia itu. Bahkan, Fajar telah dinobatkan sebagai pemain muda terbaik pekan pertama dan ketiga Liga 1 2022-2023.
Adapun pemain paling bersinar di Piala AFF U-16 2018, yakni Bagus Kahfi, belum mampu meningkatkan performanya untuk menembus tim senior.
Indikasi itu didasari karena Bagus belum pernah lagi dilirik Shin setelah tampil mengecewakan di dua laga Kualifikasi Piala Asia U-23 menghadapi Australia, akhir Oktober 2021.
Bagus gagal menembus tim Jong Utrecht di Belanda. Kini, ia tengah menjalani proses untuk melanjutkan peruntungan kariernya di Yunani.
Untuk memastikan masa depan Indonesia U-16 generasi 2022 ini bisa terus berkembang, Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan telah menugaskan Sekretaris Jenderal PSSI Yunus Nusi dan Direktur Teknik PSSI Indra Sjafri untuk menyusun program berkesinambungan bagi tim asuhan Bima itu.
”Kami akan menyiapkan program untuk membantu perkembangan mereka untuk menjadi bagian timnas U-19 selanjutnya. Program itu tidak hanya untuk terus mengasah kemampuan permainan mereka, tetapi juga kondisi fisik mereka, misalnya pertumbuhan tinggi badan,” kata Iriawan.
Seimbang
Duel final ideal terjadi karena penampilan seimbang ditunjukkan Indonesia dan Vietnam. Berbeda dengan pertemuan pertama di babak penyisihan ketika Bima menginstruksikan skuadnya untuk tampil menyerang, pada partai puncak Indonesia bermain lebih hati-hati.
Bima tidak menuntut pemainnya selalu melakukan pressing ketika kehilangan bola. Setelah laga berjalan 20 menit, Indonesia bertahan lebih dalam dan menunggu serangan tim ”Pasukan Bintang Emas”. Itu pun yang diterapkan di babak kedua setelah unggul satu gol.
Performa yang setara itu terwujud dalam catatan penguasaan bola. Dalam 90 menit laga, Indonesia dan Vietnam sama-sama mengoleksi 50 persen penguasaan bola.
Untuk urusan mengkreasikan peluang, Garuda Muda hanya mampu menciptakan lima tembakan. Itu jauh menurun dibandingkan catatan lebih dari 10 tembakan dalam empat laga sebelumnya.
Sementara itu, Vietnam menghasilkan tujuh tembakan. Permainan bertahan Indonesia di paruh kedua laga terbukti menyulitkan Vietnam. Sebab, mereka hanya menghasilkan dua tembakan setelah turun minum.
Gol Indonesia dihasilkan melalui tembakan kaki kiri gelandang Muhammad Kafiatur Rizky di menit 45+2. Itu adalah koleksi gol ketiga pemain Borneo U-16 itu di turnamen Piala AFF U-16 2022.
Selain permainan seimbang, tensi laga pun panas. Pelatih Vietnam Nguyen Quoc Tuan dan penyerang sayap Indonesia, Muhammad Riski Afrisal, diganjar kartu merah oleh wasit asal Laos, Xaypaseth Phongsanit.
”Vietnam bermain sangat baik. Namun, semua anak asuhan saya bermain fokus dari menit ke menit dan menampilkan perjuangan yang luar biasa,” ucap Bima.
Quoc Tuan mengaku, dirinya kecewa gagal meraih gelar juara. Namun, ia ingin anak asuhannya tidak larut dalam kekecewaan dan mempersiapkan diri untuk merebut tiket ke Piala Asia U-17 2023.
”Turnamen ini memberikan banyak pelajaran bagi kami, terutama tampil di bawah tekanan suporter dan performa wasit yang buruk,” kata Quoc Tuan.