Petenis Meja Senior Haus Prestasi dan Ingin Menginspirasi
Meski sudah memasuki usia senja, petenis meja senior Indonesia masih berhasrat bermain selama-lamanya. Mereka ingin terus menginspirasi dan masih haus akan prestasi
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·4 menit baca
SURAKARTA, KOMPAS – Di usianya yang mulai senja, para petenis meja difabel senior Indonesia tetap gigih berjuang di level Asia Tenggara, kendati mereka bisa saja memilih untuk beristirahat. Kecintaan terhadap tenis meja dan keinginan untuk menginspirasi para penyandang disabilitas untuk tidak cepat menyerah jadi kunci utama performa gemilang mereka.
Tatok Hardiyanto (58) begitu bersemangat meladeni permainan cepat nan agresif petenis meja Thailand, Norakan Chanphaka, dalam final tunggal putra kelas 5 (keterbatasan pada kaki sehingga harus menggunakan kursi roda) ASEAN Para Games di Solo Techno Park, Surakarta, Jawa Tengah, Jumat (5/8/2022) siang. Pertarungan antara mereka berdua berlangsung sengit. Teriakan penonton yang mayoritas orang Indonesia mencoba menyemangati Tatok. Semua mata tertuju kepada Tatok dan Norakan.
Tepuk tangan dan teriakan memuncak kala Tatok memastikan kemenangan di set ketiga. Petenis meja difabel asal Situbondo, Jawa Timur, tersebut unggul 3-0 atas Norakan. Di set pertama, ia mengatasi Norakan 11-7. Dominasi Tatok berlanjut di set kedua, 11-4. Di set ketiga atau penentuan, Tatok mengunci kemenangan dengan skor 11-9.
Tatok dan Norakan sebelumnya sudah beberapa kali bertemu di ajang internasional. Pada pertemuan terakhir dengan Norakan, Tatok takluk 1-3. Saat itu, Tatok mengakui bermain tidak maksimal lantaran terlalu tegang.
“Tadi akhirnya saya keluarkan semua kemampuan saya. Alhamdulillah menang 3-0. Kuncinya ketenangan dan tahu apa yang harus dilakukan. Untung tadi pelatih berteriak dan mengomandoi serta memberi dorongan dan instruksi. Saya praktikan dan untungnya tidak ada kesulitan,” kata Tatok. Ia tidak dapat menyembunyikan senyum di wajahnya.
Tatok adalah salah satu petenis meja difabel senior yang dimiliki Indonesia. Ia setidaknya sudah mewakili Indonesia sejak ASEAN Para Games Surakarta 2011. Di ASEAN Para Games pertamanya itu, Tatok mendapatkan enam medali. Setelah itu, Tatok menyumbangkan dua medali emas dan satu perak di ASEAN Para Games Naypyidaw 2013.
Pada ASEAN Para Games 2022, Tatok ditargetkan bisa meraih tiga emas. Target itu ia penuhi. Tatok meraih emas dari nomor ganda campuran kelas 5, ganda putra, dan tunggal putra. Adapun medali perak ia dapatkan dari tim beregu.
Kendati sudah tergolong atlet yang memasuki usia senja, semangat Tatok masih membara. Ia mengambil ancang-ancang target untuk menembus dan bertanding di Asian Para Games 2023. Bila memungkinkan, Tatok juga masih ingin menembus Paralimpiade Paris 2024.
Dengan prestasi yang sudah saya raih, ini bisa jadi contoh dan inspirasi anak anak muda khususnya yang difabel.
Semangat serupa juga diperlihatkan petenis meja difabel David Jacobs (45). David tetap bersungguh-sungguh bertanding di ASEAN Para Games meski sudah berpengalaman mengikuti dua edisi Paralimpiade, London 2012 dan Tokyo 2020. Ia merebut medali emas di nomor tunggal putra kelas 10 (klasifikasi atlet yang bisa bertanding dengan berdiri). Di final, David mengalahkan kompatriotnya, Komet Akbar, 3-1.
Menurut David, ASEAN Para Games tetap penting sebagai awal atau pijakan untuk menuju ke level Asia (Asian Para Games) dan dunia (Paralimpiade). Oleh karena itu, ia pantang pilih-pilih lawan dan benar-benar tampil serius di ASEAN Para Games. Selain itu, David ASEAN Para Games memberikannya kesempatan untuk melihat sejauh mana hasil latihannya selama ini.
“Dengan prestasi yang sudah saya raih, ini bisa jadi contoh dan inspirasi anak anak muda khususnya yang difabel. Mereka bisa jika semangat dan mau berjuang. Tidak malu dengan keadaan mereka. Dengan ASEAN Para Games ini kita harap makin banyak anak-anak muda yang tidak minder denga kondisi fisiknya,” kata David.
Petenis meja senior, Adyos Astan (54), juga ingin terus bermain selama-lamanya. Adyos menelan kekalahan 1-3 di final tunggal putra kelas 4 (bertanding menggunakan kursi roda) dari atlet Thailand, Wanchai Chaiwut. Adyos yang jauh lebih tua dibandingkan Wanchai menunjukkan kegigihan selama bertanding. Ia kerap mampu menyulitkan Wanchai dengan bola-bola pendek dekat net.
Kendati tergolong sudah memasuki usia senja, Adyos menolak berhenti bermain tenis meja lebih cepat. Ia masih ingin menembus Paralimpiade Paris 2024. Adyos sebelumnya sempat mewakili Indonesia di Paralimpiade Tokyo 2020.
“Selama saya masih kuat dan masih bisa jaga kesehatan, pola hidup yang baik, saya akan terus bermain. Selain itu, cita-cita saya bisa memotivasi adik-adik saya supaya mereka bisa mengikuti jejak kita (atlet senior) dengan ketekunan, kerja keras dan pantang menyerah,” tutur Adyos.