Momen spektakuler terjadi pada hari terakhir Kejuaraan Dunia Atletik 2022 di Eugene, Amerika Serikat. Salah satunya adalah dua rekor dunia yang dibuat Tobi Amusan (Nigeria) dalam selang 1,5 jam pada lari gawang 100 m.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·4 menit baca
EUGENE, MINGGU — Nama pelari putri Nigeria, Tobi Amusan, bisa jadi hanya dikenal di wilayah Afrika dan negara-negara Commonwealth sebelum menjadi juara dunia lari gawang 100 meter dan menciptakan rekor dunia. Penampilan spektakuler pada hari terakhir Kejuaraan Dunia Atletik 2022 membuatnya dua kali membuat rekor dunia dalam selang waktu sekitar 1,5 jam.
Prestasi terbaik Amusan itu terjadi di University of Oregon Hayward Field di Eugene, Oregon, Amerika Serikat, Minggu (24/7/2022) malam waktu setempat atau Senin pagi waktu Indonesia. Emas dan rekor pelari berusia 25 tahun itu menjadi bagian momen-momen gemilang dan tidak terduga pada hari terakhir kejuaraan, termasuk pada nomor 100 meter lari gawang putri.
Persaingan panas nomor tersebut terjadi sejak semifinal yang dimulai pukul 17.10 (Senin pukul 07.10 WIB). Dari 24 peserta, yang dibagi dalam tiga heat, hanya enam pelari yang tidak membuat rekor. Sebanyak 16 atlet lainnya membuat rekor terbaik personal (PB), rekor terbaik musim ini (SB), rekor nasional (NR), hingga rekor dunia (WR), termasuk semua pelari yang tampil pada heat pertama.
Amusan termasuk delapan pelari yang berlomba pada heat awal itu. Salah satu pesaingnya adalah pemegang rekor dunia, yaitu Kendra Harrison. Pelari tuan rumah itu menciptakan rekor dunia, yaitu 12,20 detik pada kejuaraan atletik London Grand Prix 2016.
Saat melewati finis, Amusan awalnya tak mengetahui bahwa dia telah menciptakan rekor dunia. Dia pun tercengang dan memperlihatkan mimik wajah tak percaya ketika papan penunjuk waktu menunjukkan 12,12 detik dengan tulisan WR.
Namun, tugas Amusan belum selesai. Momen itu bisa menjadi motivasi atau tekanan untuk final. Dia kembali ke lapangan latihan, mempersiapkan diri bersama pelatih dan asosiasi atletik Nigeria.
Bersama tujuh pelari lain, Amusan kembali ke lapangan lomba dalam perebutan gelar juara dunia. Posisinya berdampingan dengan Harrison dan pelari Jamaika, Britany Anderson.
Amusan tertinggal dalam dua lompatan (dari sepuluh gawang) pertama dari wakil AS lainnya, Alia Armstrong. Namun, setelah itu, kecepatan Amusan tidak tertandingi pelari lain. Penonton di stadion, termasuk komentator kejuaraan tercengang ketika Amusan bisa berlari lebih cepat dari semifinal. Selang 1,5 jam dari rekor dunia yang dibuat pada semifinal, dia membuatnya lagi rekor baru dengan catatan waktu 12,06 detik.
Tangisnya tidak tertahan saat upacara pemberian medali di podium. Seperti para pembuat rekor dunia lain, Amusan mendapat bonus 100.000 dollar AS (Rp 1,5 miliar) atas rekor itu.
”Saya percaya diri dengan kemampuan saya, tetapi tidak menduga bisa membuat rekor dunia dalam kejuaraan ini. Target saya selalu tampil sebaik mungkin agar bisa juara. Jadi, rekor dunia adalah bonus,” kata Amusan.
”Saya sangat terkejut ketika membuat rekor dunia pada semifinal. Setelah itu, mencoba tenang karena masih ada final. Saya menarik napas karena masih ada tugas yang harus diselesaikan dan saya melakukannya dengan sangat baik,” lanjutnya.
Selama ini, catatan terbaik Amusan berada pada tingkat Afrika dan di antara negara-negara Commonwealth. Dia menjadi juara Afrika pada 2018 dan meraih emas Commonwealth Games di Gold Coast, Australia, pada tahun yang sama. Di ajang Kejuaraan Dunia, hasil terbaiknya adalah ketika menempati posisi keempat di Doha, Qatar, 2019.
Saya percaya diri dengan kemampuan saya, tetapi tidak menduga bisa membuat rekor dunia dalam kejuaraan ini.
Rekor momen terakhir
Selain Amusan, rekor dunia dibuat peloncat galah putra, Armand Duplantis. Momen itu terjadi pada perebutan emas terakhir dalam kejuaraan yang digelar sejak 15 Juli ini.
Dengan loncatan 6,21 meter, atlet Swedia itu memecahkan rekor dunia miliknya sendiri, 6,20 meter, yang dibuat dalam Kejuaraan Dunia Dalam Ruangan di Belgrade, Serbia, Maret 2022.
Di Eugene, Duplantis tidak tertandingi karena menjadi satu-satunya peserta yang meloncat di atas 6 meter. Christopher Nielsen (AS) dan Ernest John Obiena (Filipina) meraih perak dan perunggu, masing-masing dengan loncatan 5,94 meter. Obiena pun menjadi atlet pertama dari Asia Tenggara yang meraih medali sejak Kejuaraan Dunia Atletik diselenggarakan pada 1983 di Helsinki, Finlandia.
Duplantis melakukan empat loncatan untuk ketinggian 6 meter ke atas. Dia berhasil melewati 6 meter dan 6,06 meter, masing-masing pada loncatan pertama. Setelah itu, atlet berusia 22 tahun tersebut langsung mencoba untuk memecahkan rekor dunia dengan meminta ketinggian 6,21 meter.
Dia mendapat beberapa masukan dari atlet senior asal Perancis, Renauld Lavillenie, peraih emas Olimpiade London 2012, yang juga menjadi peserta lomba. Sesuai peraturan, setiap peserta berhak atas tiga kesempatan pada setiap ketinggian. Duplantis gagal pada upaya pertama dan baru bisa membuat rekor dunia baru pada loncatan kedua. Dia pun langsung berlari ke arah penonton, tim, dan keluarganya untuk merayakan pencapaian rekor tersebut.
”Tidak terlalu buruk, kan? Penonton telah memberi saya energi. Ini luar biasa. Saya sangat menikmati berada di Eugene,” kata peraih emas Olimpiade Tokyo 2020 itu.
Persaingan atlet-atlet atletik terbaik di dunia itu berakhir dengan tim AS sebagai juara umum. Tuan rumah mendapat 13 emas, 9 perak, dan 11 perunggu. Etiopia berada pada peringkat kedua, sementara Jamaika pada urutan ketiga. (AFP/REUTERS)