Dari Balai Sarbini, Tebersit Asa Kebangkitan Geliat Tinju Indonesia
Laga antara petinju Indonesia Daud Yordan dan petinju Thailand Panya Uthok di Balai Sarbini, Jumat, memberi asa kebangkitan geliat tinju di Tanah Air. Laga itu disambut heboh warga yang merindukan laga tinju berkualitas.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·6 menit baca
KOMPAS/ADRIAN FAJRIANSYAH
Suasana laga antara petinju Indonesia, Daud Yordan, dan petinju Thailand, Panya Uthok, dalam laga mempertahankan gelar kelas ringan super Dewan Tinju Dunia (WBC) Dewan Tinju Asia Perak di Balai Sarbini, Jakarta, Jumat (1/7/2022). Geliat tinju profesional Indonesia agak meredup beberapa tahun terakhir.
Di antara riuh ratusan penonton di Balai Sarbini, Jakarta Pusat, Jumat (1/7/2022) malam, Suparman (29) hadir bersama istri dan buah hati mereka yang masih berusia dua tahun. Mereka bertiga larut dalam kemeriahan penonton mendukung petinju kelas bulu Indonesia, Ongen Saknosiwi, yang sedang menghadapi wakil Thailand, Jirawat Thammachot.
Teriakan ”pukul”, ”hantam”, dan ”uppercut” bersahut-sahutan dari satu sudut ke sudut. Saat Ongen berhasil memukul jatuh Jirawat di ronde kedua dari delapan ronde yang direncanakan, Suparman dan penonton lainnya pun berteriakgirang. ”Ongen ini sangat potensial. Dia bisa menjadi ikon baru tinju Indonesia setelah era Daud Yordan,” ujar Suparman yang datang dari Depok, Jawa Barat.
Laga antara Ongen dan Jirawat adalah satu dari empat laga pembuka sebelum partai utama antara Daud danPanya Uthok (Thailand) untuk mempertahankan gelar kelas ringan super Dewan Tinju Dunia (WBC) Asian Boxing Council Silver. Kendati bukan laga utama, penonton tetap menyaksikandengan serius dan meriah. Bahkan, mereka sudah memenuhi arena berkapasitas 1.300 penonton itu selepas Maghrib.
Penonton seperti ingin mengobati kerinduan akan laga tinju profesional yang nyaris tidak ada selama pandemi Covid-19 pada awal 2020. Laga besar tinju profesional di Indonesia terakhir terjadi antara Daud dan petinju Afrika Selatan, Michael Mokoena, dalam perebutan gelar kelas ringan super Asosiasi Tinju Profesional (IBA) dan Organisasi Tinju Dunia (WBO) Oriental di Batu, Jawa Timur, 17 November 2019.
Di Jakarta, Daud terakhir kali berlaga di Balai Sarbini, 5 Februari 2016, melawan petinju Jepang, Yoshitaka Kato, dalam laga mempertahankan gelar kelas ringan WBO Asia Pasifik dan Afrika. Artinya, cukup lama tidak ada laga tinju berkualitas di Tanah Air.
KOMPAS/ADRIAN FAJRIANSYAH
Kehadiran petinju andalan Indonesia, Daud Yordan (kiri), dimeriahkan oleh penyanyi (kanan) dan disambut meriah para penonton di Balai Sarbini, Jakarta, Jumat (1/7/2022). Suksesnya laga antara Daud dan petinju Thailand, Panya Uthok, bisa menjadi momentum kebangkitan geliat tinju di Tanah Air.
Tak heran, meski harga tiket berkisar Rp 450.000-Rp 15 juta per orang, belum termasuk pajak hiburan 5 persen, penonton tampak puas dengan suguhan lima laga yang ada. Sejumlah penonton muda terlihat larut dengan suasana. Ketika menonton, mereka sampai heboh mengikuti gerakan petinju yang tampil.
”Tinju sebenarnya lebih layak untuk ditonton. Aturan tinju itu jelas dan ketat sehingga tidak mungkin mempertontonkan kebrutalan. Berbeda dengan tarung bebas (bela diri campuran), saya nontonnya ngeri karena terlalu brutal,” tegas Suparman.
Menurut Suparman, rangkaian lima laga itu bisa menjadi momentum untuk mengembalikan geliat tinju profesional di Indonesia. Baginya, tinju tetap memiliki penggemar tersendiri dan lebih mengakar di hati masyarakat.
”Tinggal nanti penyelenggara atau promotor mengemas rangkaian acara dengan lebih menarik dan tentu lebih rutin. Saya yakin penggemar tinju yang mungkin sempat beralih ke tontonan lain, seperti tarung bebas, akan kembali,” ungkap Suparman yang pernah menjadi petinju pada 2007-2019 tersebut.
Pamor meredup
Pandangan Suparman mewakili keprihatinan penggemar ataupun praktisi tinju nasional. Dalam satu dekade terakhir, terutama setelah petinju kelas bulu legendaris Indonesia, Chris John, pensiun pada 2013, pamor tinju profesional mulai meredup. Bukan hanya untuk tinju level nasional, melainkan juga di level internasional.
KOMPAS/ADRIAN FAJRIANSYAH
Suasana laga antara petinju Indonesia, Daud Yordan, dan petinju Thailand, Panya Uthok, dalam laga mempertahankan gelar kelas ringan super Dewan Tinju Dunia (WBC) Dewan Tinju Asia Perak di Balai Sarbini, Jakarta, Jumat (1/7/2022).
Di era 1990-an sampai awal 2000-an, nama-nama petinju top nasional ataupun internasional sangat akrab di telinga. Kalau ada pertandingan yang melibatkan petinju top, warga hampir tidak mau melewatinya. Mereka mengadakan nonton bareng di rumah-rumah atau balai kampung.
Anak sekolah bisa terlambat ke sekolah atau buru-buru pulang saat petinju kelas berat legendaris Mike Tyson bertanding. Para pekerja bisa absen kalau Chris John bertarung.
Saya yakin penggemar tinju yang mungkin sempat beralih ke tontonan lain, seperti tarung bebas, akan kembali.
Namun, akhir-akhir ini, tinju agak asing dengan masyarakat. Kalau bukan penggemar berat tinju, mungkin masyarakat awam tidak ada yang tahu bahwa petinju Ukraina, Oleksandr Usyk, adalah pemegang gelar juara dunia kelas berat versi Asosiasi Tinju Dunia (WBA), Federasi Tinju Internasional (IBF), dan WBO, serta petinju Inggris, Tyson Fury, adalah juara dunia kelas berat versi WBC.
Di tingkat nasional, boleh jadi masyarakat awam tidak mengenal petinju Indonesia selain Daud. Banyak orang lebih mengenal nama atlet tarung bebas, seperti petarung Rusia, Khabib Nurmagomedov, atau petarung Irlandia, Conor McGregor. Atau mereka lebih paham dengan nama-nama petarung Indonesia, seperti Eko Roni Saputra, Stefer ”The Lion” Rahardian, Adrian ”Papua Badboy” Mattheis, dan Elipitua ”The Magician” Siregar.
Wakil Ketua Umum Komisi Tinju Profesional Indonesia (KTPI) Asmara Roni tidak menafikan bahwa popularitas tinju kian tenggelam, terutama oleh industri tarung bebas beberapa tahun terakhir. Penyebabnya cukup kompleks. Yang utama karena minim dukungan sponsor. Sponsor hanya ingin mendukung kalau pertandingan tinju disiarkan oleh stasiun televisi.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Petinju Indonesia, Daud Yordan (kiri), bertarung melawan petinju Thailand, Panya Uthok, dalam laga mempertahankan gelar juara kelas ringan super WBC Asian Boxing Council Silver di Balai Sarbini, Jakarta, Jumat (1/7/2022). Daud Jordan menang TKO atas Panya Uthok pada ronde keenam.
Padahal, pihak televisi kurang berminat menayangkan laga tinju karena ratingnya rendah. ”Era akhir 1990-an hingga awal 2000-an, televisi berlomba menayangkan laga tinju. Sejumlah stasiun televisi memiliki program rutin setiap akhir pekan. Itu membuat tinju sangat dikenal masyarakat. Apalagi hiburan olahraga lainnya masih minim, paling cuma sepak bola dan bulu tangkis yang sesekali,” terang Asmara di Jakarta, Kamis (30/6/2022).
Terkait meningkatnya pamor industri tarung bebas, lanjut Asmara, hal itu tidak lepas karena menjadi program khusus milik salah satu stasiun televisi swasta. Mereka menyiarkan laga tarung bebas hampir setiap pekan. Lambat laun, sejak muncul pertama kali pada pertengahan 2016, masyarakat kian akrab dengan olahraga tersebut.
”Hal ini menjadi tantangan bagi para pemangku kepentingan tinju profesional Indonesia. Kami harus mencari solusi agar tinju kembali diminati sponsor, televisi, dan masyarakat. Peluang bangkit pasti ada. Kita melihat pertandingan tinju yang melibatkan sejumlah artis akhir-akhir ini cukup menyedot perhatian masyarakat. Itu bisa menjadi terbosan sebagai laga selingan sebelum partai utama untuk menarik animo masyarakat. Itu akan kami bahas dalam seminar mencari cara membangkitkan geliat tinju di Indonesia,” ucap Asmara.
Sinyal positif
Daud seusai menang TKO atas Panya Uthok di ronde keenam dari 10 ronde yang direncanakan mengatakan, faktor pandemi Covid-19 turut memengaruhi kian terbenamnya pamor tinju di Indonesia. Akan tetapi, setelah pemerintah melonggarkan aturan pembatasan kegiatan, termasuk untuk olahraga, itu menjadi sinyal positif untuk membangkitkan lagi geliat tinju Tanah Air.
”Semoga ini bisa membantu membangkitkan lagi harkat dan martabat tinju Indonesia,” kata petinju berusia 35 tahun tersebut.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Petinju Indonesia, Daud Yordan, berhasil mempertahankan gelar juara kelas ringan super WBC Asian Boxing Council Silver seusai mengalahkan petinju Thailand, Panya Uthok, di Balai Sarbini, Jakarta, Jumat (1/7/2022). Daud Jordan menang TKO atas Panya Uthok pada ronde keenam.
Menurut Daud, secara keseluruhan, respons yang ditunjukkan masyarakat terhadap rangkaian lima laga kali ini sangat positif. Itu bisa menjadi faktor penting untuk mengembalikan euforia tinju Indonesia, baik untuk sponsor, promotor, atlet, maupun para pembina di daerah. Hal itu menambah energi untuk semua pegiat tinju nasional bangkit.
”Tinju Indonesia kembali bergeliat, mari kita jaga terus momentum ini,” pesan petinju asal Kayong Utara, Kalimantan Barat, tersebut.
Ketua Komite Olimpiade Indonesia Raja Sapta Oktohari menuturkan, semua pemangku kepentingan tinju Indonesia mesti mendorong para promotor muda yang agresif untuk terus membuat kegiatan yang rutin dan inovatif. Sebab, hanya dengan kegiatan atau laga reguler yang bisa membangkitkan gairah olahraga adu jotos tersebut.
Itu pun amat berguna untuk menjalankan roda regenerasi petinju nasional. ”Lebih banyak pertandingan atau kejuaraan, itu akan membantu menumbuhkan petinju-petinju baru. Ongen misalnya, dia ini petinju lama yang baru muncul lagi. Saya yakin, dengan lebih banyak pertandingan, Ongen dan petinju lainnya akan menjadi ikon baru tinju Indonesia. Saya yakin ini awal positif untuk tinju Indonesia,” kata Okto.