Gabriel Jesus bukan penyerang paling efektif ketika berbicara penyelesaian di depan gawang. Lalu, mengapa Arsenal yang butuh sosok predator justru mendatangkannya?
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
Perubahan status Gabriel Jesus (25), yaitu dari pemain Manchester City menjadi bintang baru Arsenal, hanya tinggal persoalan waktu. Setelah rumor transfer timbul tenggelam sebulan terakhir, penyerang asal Brasil itu akhirnya sepakat untuk bergabung dengan Arsenal.
Seperti disampaikan jurnalis spesialis transfer pemain, Fabrizio Romano, Jesus telah menandatangani kontrak di klub London tersebut hingga 2027. Arsenal dan City juga sudah bersepakat besaran transfer sang penyerang, yaitu senilai 45 juta poundsterling atau Rp 818,7 miliar.
Jesus, sebagai penyerang tengah, menjadi kepingan yang diburu oleh Manajer Arsenal Mikel Arteta. Seperti diketahui, tim berjuluk ”Si Meriam” itu baru saja kehilangan penyerang veteran, Alexandre Lacazette, karena habis kontrak. Praktis, mereka hanya memiliki striker pelapis, Eddie Nketiah (23).
Arsenal juga mencari penyerang tajam untuk mengimbangi kreativitas yang dihasilkan dari sayap dan lini tengah. Musim lalu, Lacazette dan Nketiah hanya mampu mengombinasikan total sembilan gol di Liga Inggris. Jumlah itu dinilai tidak cukup mengangkat performa skuad asuhan Arteta.
Masalahnya, Jesus bukanlah predator tertajam di lini depan. Dia bukan tipe pemain yang bisa menyulap satu peluang jadi satu gol, seperti misalnya penyerang Manchester United, Cristiano Ronaldo.
Statistik selama di City membuktikannya. Jesus hanya menghasilkan 58 gol dalam 159 penampilan bersama ”The Citizens” di Liga Inggris. Sebanyak 99 pertandingan di antaranya sebagai pemain mula. Musim lalu, dia juga hanya menciptakan 8 gol dari 28 penampilan.
Rendahnya efisiensi itu juga tercermin dalam statistik xG atau expected goals. Menurut data Sky Sports, sejak debutnya, Jesus merupakan salah satu pemain dengan efektivitas penyelesaian akhir paling rendah, yaitu -12,49. Artinya, dia seharusnya bisa mencetak sekitar 12 gol lebih banyak jika dilihat dari kualitas peluangnya.
Angka itu sangat timpang jika dibandingkan dengan penyerang yang efektif, seperti pemain Tottenham Hotspur, Heung-Min Son. Son mencatat xG +25,8. Yang artinya, dia menghasilkan sekitar 25 gol lebih banyak dibandingkan seharusnya.
Namun, Arteta tidak terlalu peduli dengan segala statistik itu. Sang manajer tetap memprioritaskan kedatangan Jesus dalam bursa transfer kali ini. Adapun Jesus menjadi penyerang paling mahal kedua dalam sejarah transfer ”Si Meriam”. Nilai transfer Jesus hanya kalah dari Pierre-Emerick Aubameyang (54,8 juta poundsterling).
Kebutuhan Jesus
Lalu, apa yang dicari Arteta? Jika dilihat dari gaya bermain Arsenal dengan formasi 4-2-3-1 sepanjang musim ini, sang manajer lebih mengutamakan permainan tim. Dia ingin permainan di lini depan lebih mengalir. Arsenal pun butuh lebih dari sekadar penyerang yang hanya bisa mencetak gol.
Arteta mencari penyerang lengkap yang bisa menyuplai bola ke pemain lain dan piawai dalam pergerakan tanpa bola. Sosok lengkap tersebut ada dalam diri Jesus. Dia punya keunggulan teknik layaknya mayoritas pemain keturunan Brasil.
Musim lalu, dia menghasilkan delapan asis atau sama dengan jumlah golnya. Jumlah asis itu sama dengan milik gelandang City, Kevin De Bruyne, yang disebut pengatur serangan terbaik di dunia saat ini.
Menariknya lagi, Jesus bisa bermain di semua posisi lini depan, yaitu dari penyerang sayap kiri dan kanan, hingga tengah. Arteta, seperti gurunya Josep ”Pep” Guardiola, sangat menyukai pemain yang bisa bermain lebih dari satu posisi. Hal itu membuatnya bisa lebih fleksibel dalam penerapan taktik.
Jesus juga sangat cocok untuk bermain dalam sistem menekan tinggi ala Arteta. Menurut Guardiola, anak asuhnya itu sangat efektif saat menekan pertahanan lawan. ”Ketika kami butuh pelari yang bisa membantu dalam menekan tinggi dan intens, dia adalah yang terbaik di dunia,” ucap manajer City tersebut.
Kelengkapan itu menutupi lubang efektivitas Jesus di depan gawang. Adapun menurut mantan pemain timnas Brasil, Ze Roberto, Jesus masih bisa lebih efisien untuk mencetak gol. Pemain yang masih berusia 25 tahun itu akan berkembang di tangan manajer yang tepat.
”Dia butuh manajer yang memberinya menit bermain. Jesus adalah pemain yang sangat berbakat dan potensial. Tetapi, dia butuh waktu lebih banyak untuk bisa mendapat kepercayaan diri,” kata Roberto, yang pernah menjadi mentor Jesus kepada Sky Sports.
Di bawah asuhan Guardiola, Jesus hanya mendapat kesempatan 51 persen jadi pemain mula dari total kemungkinan bermain bersama City. Dia sering kali bermain bagus dalam satu pertandingan, lalu dicadangkan dalam laga berikutnya. Hal itu merusak konsistensinya. Adapun momentum merupakan salah satu yang paling dibutuhkan penyerang kelas dunia.
Menariknya, Jesus masih mampu menjadi salah satu pencetak gol terbanyak di liga walaupun kurang efisien. Sejak 2016, dia menghasilkan satu gol setiap 160 menit. Hanya enam pemain yang bisa melampaui catatan itu, minimal mencetak 15 gol, antara lain Mohamed Salah (126 menit) dan Ronaldo (137 menit).
Hal terpenting, Arteta sendiri yang mengincar Jesus. Arteta sudah mengenal sang pemain sejak masih menjabat asisten manajer City, mendampingi Guardiola. Dia mengetahui potensi terpendam Jesus yang tidak dilihat orang lain. (AP/REUTERS)