Para pemanah Indonesia belum mampu melangkah lebih jauh di Piala Dunia Panahan seri Paris. Namun, ajang itu bermanfaat bagi tim Indonesia untuk aklimatisasi dan menyambut kualifikasi Olimpiade Paris 2024.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Meskipun tidak bisa melangkah jauh, tim panahan Indonesia mendapatkan pengalaman berharga dari Piala Dunia Panahan seri ketiga di Paris, Perancis. Ajang itu menjadi aklimatisasi untuk kualifikasi dan persiapan menuju Olimpiade 2024 di arena yang sama, Paris.
Ada empat pemanah divisi recurve yang mewakili Indonesia pada Piala Dunia di Paris, 21-26 Juni. Mereka yakni Arif Dwi Pangestu, Riau Ega Agata Salsabila, Alviyanto Bagas Prastyadi, dan Rezza Octavia. Tim panahan RI terjun di nomor individu, beregu putra, dan beregu campuran. Namun, Indonesia belum mampu melangkah lebih jauh di semua nomor yang diikutinya.
Arif langsung terhenti di babak pertama, Riau Ega kalah di babak ketiga. Adapun kiprah Alviyanto lebih baik dibandingkan dengan kedua rekannya itu dengan melaju hingga babak keempat. Sementara Rezza kandas di perempat final.
Nasib serupa dialami tim beregu putra yang terhenti di babak kedua. Rezza, yang turun bersama Arif di beregu campuran, pun langsung tersingkir di babak pertama.
Manajer Tim Panahan Indonesia Ari Wiranto berkata, para pemanah di timnya tidak dibebani target khusus dari pengurus Persatuan Panahan Indonesia (Perpani). Awalnya, Piala Dunia Panahan di Paris dianggap sebagai ajang persiapan bagi para pemanah Indonesia untuk menghadapi Asian Games Hanzhou 2022.
Namun, karena Asian Games itu ditunda hingga tahun depan, turnamen di Paris pada akhirnya dimanfaatkan sebagai ajang uji coba tim Indonesia menghadapi lawan-lawan yang lebih tangguh. Sebanyak 212 atlet putra dan 148 putri dari 51 negara berpartisipasi di Paris.
Jadi keuntungan
Selain itu, tampil di Paris memberikan keuntungan bagi para pemanah untuk melakukan aklimatisasi. Riau, Arif, Alviyanto, dan Rezza merupakan barisan pemanah Indonesia yang diproyeksikan bisa menembus Olimpiade Paris 2024. Oleh karena itu, tampil di Piala Dunia Paris mampu membuat mereka lebih terbiasa dengan suhu, iklim, dan arah angin di lokasi pertandingan Olimpiade Paris itu.
”Ini (keikutsertaan di Paris) juga bisa menambah jam terbang. Pemanah bisa mengenal situasi dan kondisi di Paris. Banyak yang sudah mereka orientasikan selama berada di sini,” kata Ari dihubungi dari Jakarta, Sabtu (25/6/2022).
Alasan itu pula yang membuat Piala Dunia Panahan di Paris menjadi favorit bagi para pemanah negara lain. Menurut Ari, peserta di Paris lebih banyak dari Piala Dunia seri Antalya di Turki pada 18-24 April 2022 lalu. Tahun ini, Piala Dunia Panahan digelar empat kali, yaitu di Turki, Korea Selatan, Perancis, dan Kolombia. Adapun final di Meksiko.
Kehadiran banyak lawan kuat memberikan keuntungan bagi keempat pemanah Indonesia. Mereka bisa bertemu langsung dengan lawan tangguh untuk menguji mental dan kemampuan. Saat tampil di SEA Games, tim panahan Indonesia tidak mendapatkan ujian berarti. Tim recurve Indonesia lantas menyapu bersih keempat nomor yang diikutinya dengan raihan medali emas.
Di Paris ini, aku lihat para pemanah itu tampil sangat tenang. Mereka seperti sudah sangat terbiasa bertanding di level Piala Dunia. Beda dengan aku yang jarang ikut turnamen internasional. Jadi, sempat gugup berhadapan dengan pemanah-pemanah hebat. (Rezza Octavia)
Meskipun gagal melangkah jauh, Ari cukup puas dengan penampilan Riau, Rezza, dan Alviyanto. Riau Ega, misalnya, walaupun kandas di babak ketiga, ia mampu mengalahkan pemanah senior Amerika Serikat, Brady Ellison, 6-0, di babak kedua. Ellison merupakan pemanah yang menempati peringkat ketiga di Piala Dunia Panahan di Turki.
Kemenangan atas Ellison, kata Ari, di luar dugaan. Selain menang tiga set langsung, Riau Ega mengalahkan Ellison, pemanah yang rutin mengikuti seri Piala Dunia Panahan. Sementara Riau dan pemanah Indonesia lainnya tidak bisa mengikuti seri Piala Dunia Panahan secara rutin. Tahun ini, mereka hanya mengikuti dua seri Piala Dunia Panahan, yaitu di Turki dan Perancis, dari empat seri yang dihelat.
Kurang pengalaman
Terbatasnya kesempatan untuk mengikuti seri Piala Dunia Panahan membuat barisan pemanah Indonesia kehilangan peluang untuk menambah pengalaman bertanding. Padahal, jika sering mengikuti kejuaraan internasional dan bertanding dengan para pemanah elite dunia, mental dan kemampuan mereka otomatis bakal meningkat.
”Di Paris ini, aku lihat para pemanah itu tampil sangat tenang. Mereka seperti sudah sangat terbiasa bertanding di level Piala Dunia. Beda dengan aku yang jarang ikut turnamen internasional. Jadi, sempat gugup berhadapan dengan pemanah-pemanah hebat,” kata Rezza tentang pengalamannya di Piala Dunia Panahan.
Rezza termasuk pemanah dengan perkembangan pesat dan penampilan yang stabil. Seiring absennya pemanah senior, Diananda Choirunisa, karena cuti melahirkan, Rezza lantas menjadi tumpuan Indonesia di sektor putri untuk bersaing memerebutkan tiket ke Olimpiade Paris 2024.
Seperti Ari, Rezza menyebut kesempatan tampil di Paris sangat berguna untuk aklimatisasi dirinya menghadapi kualifikasi Olimpiade Paris yang akan digelar tahun depan. Sebelumnya, Reza juga berpengalaman mencoba lokasi pertandingan di Paris saat mengikuti kualifikasi Olimpiade Tokyo 2020. Saat itu, Rezza dan tim putri Indonesia juga terhenti di perempat final.
”Ada banyak hal yang kian bisa aku pelajari di Paris, seperti arah angin di sini yang ternyata harus diantisipasi karena sering berubah-ubah,” katanya. Setelah Piala Dunia di Paris, Rezza dan para pemanah lainnya bersiap mengikuti Islamic Solidarity Games.
Terkait dengan kurangnya jam terbang mengikuti turnamen internasional, Ari berkata, tahun depan Perpani akan mengupayakan para pemanah bisa mendapatkan tambahan pengalaman dengan mengikuti setidaknya lima turnamen dalam setahun.