Rafael Nadal tiba di Roland Garros dengan cedera. Novak Djokovic, lawan pada perempat final, adalah rival terberatnya. Namun, Nadal bagai memiliki ”ikatan batin” dengan Roland Garros hingga bisa mengatasi semua kendala.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·5 menit baca
PARIS, RABU — Rafael Nadal adalah petenis yang bisa mengeluarkan semua kemampuan terbaiknya saat tampil di Grand Slam Perancis Terbuka. Nadal dan lapangan tanah liat Roland Garros, Paris, bagai memiliki ”ikatan batin” meski melewati banyak rintangan untuk tampil di sana.
Ikatan spesial Nadal dengan arena yang menjadikannya 13 kali juara Perancis Terbuka itu diperlihatkan ketika melawan musuh bebuyutannya, Novak Djokovic. Di Lapangan Philippe Chatrier, lapangan utama di Roland Garros, Selasa (31/5/2022), pertemuan itu terjadi pada perempat final.
Namun, apa yang mereka tampilkan selama 4 jam 12 menit bagaikan laga final. Nadal menang dengan 6-2, 4-6, 6-2, 7-6 (7/4). Di media sosial, pengamat dan sejumlah mantan petenis memuji semua yang dikerahkan dua petenis terbaik tersebut.
Seperti yang dikatakan Alexander Zverev, setelah melihat Nadal berlatih di Philippe Chatrier, beberapa hari sebelum turnamen, Nadal punya kemampuan lebih baik dibandingkan peserta lain setiap tampil di Roland Garros. Lapangan yang namanya diambil dari mantan petenis Perancis itu bisa mengeluarkan semua sisi terbaik petenis Spanyol tersebut.
”Ini lapangan terpenting dalam karier saya, lapangan yang sangat spesial. Di sini, saya mendapat cinta dari semua yang ada di Paris,” katanya kepada mantan petenis, Amelie Mauresmo, sesaat setelah mengalahkan Djokovic.
Sejak pertama kali bersaing di kompleks yang didirikan pada 1928 itu, Nadal langsung juara. Gelar dari Perancis Terbuka 2005 itu didapat dua hari setelah berusia 19 tahun. Sejak itu, dia mengumpulkan 13 gelar dari 17 partisipasi.
Ini lapangan terpenting dalam karier saya, lapangan yang sangat spesial. Di sini, saya mendapat cinta dari semua yang ada di Paris.
Petenis pertama yang dikalahkannya di Roland Garros, 17 tahun lalu, adalah petenis Jerman, Lars Burgsmueller. Hingga dia mengalahkan Djokovic pada perempat final, Selasa, Nadal memenangi 110 pertandingan dan hanya tiga kali kalah, yaitu dari Robin Soderling pada babak keempat 2009, serta Djokovic pada perempat final 2015 dan semifinal 2021.
Dia juga gagal juara pada 2016 karena cedera menjelang babak ketiga. Mundur sebelum bertanding tak dihitung sebagai kekalahan.
Di Roland Garros, seperti saat melawan Djokovic, Nadal bisa mengatasi semua kendala. Bertanding pada malam hari dengan suhu udara sekitar 15 derajat celsius dan lapangan lembab adalah kondisi eksternal yang tak ideal dengan gaya mainnya. Lapangan lembab membuat pantulan bola lebih rendah, sedangkan Nadal lebih cocok dengan pantulan bola tinggi.
Dia juga terkendala kondisi fisik. Setelah tampil dominan pada awal musim dengan menjuarai ATP 250 Melbourne, Australia Terbuka, dan ATP 500 Acapulco, Nadal mengalami retak tulak rusuk karena tekanan. Kondisi itu ditambah cedera kaki kiri yang merupakan cedera bawaan sejak remaja.
Demi bisa tampil maksimal di Roland Garros, Nadal pun membawa dokter pribadi dalam tim. Dengan didampingi dokter, persiapan menghadapi setiap laga dijaga lebih detail meski dengan kondisi seadanya. Seperti sering diceritakannya, pemilik 21 gelar Grand Slam itu harus menjalani perawatan hingga meminum obat penahan sakit, hampir sepanjang kariernya, agar bisa berlatih dan bertanding.
Namun, bukan hanya dokter pendamping yang membuatnya bisa mengalahkan Djokovic meski berstatus underdog. Tumbuh di lapangan tanah liat sejak memegang raket pada usia tiga tahun, Nadal bergerak sangat luwes di lapangan yang mengharuskan petenis bergerak dengan cara meluncur itu. Dia bisa bertahan dengan baik ketika Djokovic mulai bermain agresif. Pukulan forehand down the line-nya juga banyak menghasilkan poin.
Faktor penting lain, yang selalu dilakukan oleh petenis berstatus legenda, adalah selalu berusaha untuk berkembang meski hanya untuk faktor kecil. Petenis seperti Nadal, Djokovic, dan Roger Federer selalu melakukan itu meski tak ada yang bisa menandingi mereka.
Saya sudah sering bertemu Rafa dalam kondisi tidak terlalu baik, tetapi dia masih bisa tampil pada level tinggi. Dia adalah petenis juara dengan mental yang tangguh.
Nadal pernah mengganti raket dengan yang lebih berat untuk mempercepat servisnya, sedangkan Federer mengubah gaya backhand. Dengan demikian, mereka pun selalu menemukan cara untuk lebih baik daripada yang lain meski telah puluhan kali bersaing. Nadal menaikkan level permainannya pada pertemuan dengan Djokovic tahun ini, setelah dikalahkan rivalnya itu pada semifinal 2021.
”Saya sudah sering bertemu Rafa dalam kondisi tidak terlalu baik, tetapi dia masih bisa tampil pada level tinggi. Dia adalah petenis juara dengan mental yang tangguh,” tutur Djokovic yang menyesali tak bisa mempertahankan keunggulan setelah merebut set kedua.
Nadal menilai, setiap pertemuan dengan Djokovic selalu menjadi episode yang spesial. Mereka telah bersaing 59 kali dalam waktu 16 tahun.
Tak ingin larut dalam euforia kemenangan atas petenis nomor satu dunia itu, Nadal mengatakan, momen itu hanya terjadi pada tahap perempat final. ”Itu bukan final, tetapi tetap menjadi pertemuan klasik dan besar. Saya harus tetap menjaga fokus dan akan kembali ke sini beberapa hari lagi,” tuturnya.
Laga melawan Zverev akan dijalani pada 3 Juni saat Nadal berulang tahun ke-36. Petenis Jerman itu tiga kali mengalahkan Nadal dari sembilan pertemuan. Namun, Zverev belum pernah bertemu Nadal di Roland Garros. Satu-satunya pertemuan di arena Grand Slam terjadi pada babak ketiga Australia Terbuka 2017 yang dimenangi Nadal dalam lima set.
Semifinalis baru
Pada tunggal putri, tiga dari empat petenis yang lolos ke tahap empat besar adalah semifinalis baru di ajang Grand Slam. Satu-satunya yang pernah merasakan semifinal Grand Slam, bahkan menjadi juara, adalah Iga Swiatek. Dia adalah juara Perancis Terbuka 2020 dan semifinalis Australia Terbuka 2022.
Petenis nomor satu dunia itu menjadi tunggal putri terakhir yang merebut tiket semifinal setelah mengalahkan Jessica Pegula, 6-3, 6-2, pada perempat final, Rabu. Pada semifinal, Kamis, dia akan berhadapan dengan Daria Kasatkina (19) yang penampilan terbaik sebelumnya di Grand Slam adalah perempat final Perancis Terbuka dan Wimbledon 2018.
Remaja berusia 18 tahun, Cori ”Coco” Gauff, juga akan merasakan semifinal pertama dalam kompetisi tenis berlevel tertinggi ini. Semifinal melawan Martina Trevisan setidaknya membuat Coco selangkah lebih baik dibandingkan dengan ketika lolos ke perempat final Perancis Terbuka 2021. Adapun Trevisan, yang lebih sering tersingkir pada babak kualifikasi, pertama, dan kedua, baru sekali merasakan perempat final Grand Slam, yaitu pada Perancis Terbuka 2020. (AFP/REUTERS)