Meski sempat diliputi rasa gugup, mental juara Manchester City menjadi jaminan mereka untuk mempertahankan trofi Liga Inggris musim ini. Kemenangan dramatis City atas Aston Villa serupa di laga pamungkas 2011-2012.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·5 menit baca
MANCHESTER, SENIN – Manchester City mengukuhkan kembali dominasi mereka di pentas Liga Inggris. Meskipun sangat dibenci oleh mantan Manajer Manchester United, Sir Alex Ferguson, TheCitizens nyatanya adalah satu-satunya tim yang bisa menduplikat kekokohan mentalitas ala Ferguson, yang dulu dimiliki MU pada akhir 1990-an hingga awal dekade 2000-an.
Pada pekan terakhir Liga Inggris edisi 2021-2022, City menghadirkan déjà vu seperti satu dekade silam. Kala itu, mereka memerlukan 93 menit dan 20 detik untuk mengunci kemenangan 3-2 atas Queens Park Rangers demi mengangkat trofi musim 2011-2012, yang menjadi pembuka kedigdayaan mereka di Inggris.
Satu dasawarsa berselang, City menciptakan momen terindah lainnya ketika menumbangkan Aston Villa, Minggu (22/5/2022), di Stadion Etihad. Dengan misi wajib menang, City sempat tertinggal dua gol dari Villa.
Namun, mereka membuktikan mentalitas baja untuk tidak kehilangan harapan mengejar poin penuh. Hanya dalam waktu lima menit mulai pada menit ke-76, The Citizens menghasilkan tiga gol yang mengunci perayaan pesta gelar juara liga kedelapan dalam sejarah klub.
“Kami tidak pernah menyerah. Kami selalu percaya hingga akhir. Sepuluh tahun lalu dan hari ini sedikit berbeda, tetapi juga ada persamaannya,” ujar kapten City, Fernandinho, seusai laga yang sekaligus menjadi pertandingan terakhirnya mengenakan seragam City.
Bagi Fernandinho, gelar titel Inggris musim ini adalah yang kelima untuknya. Ia pernah merasakan juara Liga Inggris bersama Manuel Pellegrini di musim 2013-2014, lalu meraih empat trofi lainnya dalam lima musim terakhir di bawah asuhan Pep Guardiola.
Guardiola tidak segan menyebut skuad City adalah para legenda. Menurut dia, keberhasilan City menjaga dominasi liga empat kali dalam lima musim terakhir tidak bisa terwujud tanpa kehadiran pemain yang istimewa.
“Kami akan selalu dikenang. Gelar pertama kami menangkan dengan marjin (poin) besar, lalu di Brighton, kemudian kami menang di kandang tanpa fans, dan sekarang dengan pendukung. Momen musim ini yang terbaik,” kata Guardiola.
Kami tidak pernah menyerah. Kami selalu percaya hingga akhir. (Fernandinho)
Kemenangan itu membuat City kokoh di puncak klasemen dengan 93 poin. Mereka unggul satu poin atas sang rival, Liverpool, yang mengalahkan Wolverhampton Wanderers 3-1 di Stadion Anfield, pada waktu bersamaan.
“Selamat kepada Man City dan Pep Guardiola, semua staff dan semua pemain, seluruh klub, untuk menjadi juara. Kami sangat dekat dengan gelar liga, tetapi pada akhirnya kami tidak cukup dekat,” ucap Manajer Liverpool Juergen Klopp yang tidak ragu memberikan selamat kepada pesaingnya itu.
Roy Keane, legenda MU, mengakui City memiliki mentalitas juara yang membuat mereka bisa meredam sebesar apapun tekanan di laga penentuan juara. Hal itu dibuktikan, lanjutnya, dengan kepercayaan mereka untuk tidak berhenti mengurung pertahanan Villa demi mencetak gol demi gol.
“Seluruh kredit pantas disematkan kepada City. Seluruh tim-tim yang brilian selalu bisa menemukan cara untuk menang,” kata Keane yang pernah mempersembahkan tujuh gelar Liga Inggris untuk Si Setan Merah.
Pada konferensi pers jelang laga kontra Villa, Sabtu (21/5) kemarin, Guardiola sempat menepis potensi rasa gugup semua pemainnya. Namun, ternyata kegugupan itu dirasakan pula oleh skuad “The Citizens”, termasuk Guardiola, ketika peluit mula pertandingan itu ditiupkan.
Perasaan gugup itu benar-benar menghinggapi City. Meskipun menguasai pertandingan dengan penguasaan bola lebih dari 70 persen, City tidak bisa menembus rapat dan disiplinnya pertahanan Villa selama 75 menit.
Bahkan, dalam dua skema serangan balik, Matty Cash dan Philippe Coutinho, sempat membuat sekitar 50.000 pendukung City, yang menyaksikan langsung laga itu, cemas. Pasalnya, Villa bisa unggul dua gol lebih dulu masing-masing melalui gol yang tercipta pada menit ke-37 dan ke-69.
Kondisi membuat itu Guardiola tidak duduk di kursinya , sejak babak pertama. Ia berdiri memantau pemainnya bertanding.
Manajer berusia 51 tahun itu menunjukan gestur tubuh yang berbeda dibandingkan mayoritas laga di musim ini. Ia bertepuk tangan dan meneriakkan kata-kata penyemangat kepada pemainnya ketika melakukan salah operan atau gagal memanfaatkan peluang di jantung pertahanan tim tamu.
Pemandangan itu tentu kontras dalam laga-laga sebelumnya yang dijalani City selama musim 2021-2022. Biasanya, Guardiola berteriak atau menunjukan bahasa tubuh kecewa, misalnya memegang kepalanya hingga berlutut, saat menyaksikan anak asuhannya gagal menguasai bola dengan sempurna.
“Selalu tidak mudah untuk bangkit setelah tertinggal dua gol di kandang. Di mayoritas periode pertandingan, kami merasakan kegugupan yang menghadirkan kesulitan menemukan ruang (di pertahanan Villa),” kata Fernandinho.
Meski gugup, ketajaman Guardiola membaca permainan tidak sedikit pun luntur. Hal itu terbukti dengan dua pergantian di babak kedua yang mengubah performa City. Mantan Pelatih Barcelona itu memasukkan Raheem Sterling pada menit ke-56, lalu mengganti Bernardo Silva dengan Ilkay Guendogan ketika pertandingan berjalan selama 68 menit.
Kehadiran dua pemain itu kian menghidupkan lini serang City. Umpan Sterling di menit ke-76 bisa dimanfaatkan Guendogan untuk memperkecil ketinggalan City.
Kemudian, City menyamakan kedudukan melalui sepakan terukur gelandang bertahan, Rodri, yang menyisir permukaan rumput pada menit ke-78. Pesta City dipastikan oleh sontekan Guendogan, pemain berpaspor Jerman, di menit ke-81 setelah menerima umpan melengkung Kevin De Bruyne di sisi tiang jauh gawang Villa.
“Momen kami mendapatkan gol, itu mengubah segalanya. Kami bermain tidak seperti biasanya, tetapi Anda harus menemukan solusi untuk masalah itu,” kata Guardiola.
Gelar Liga Inggris musim ini adalah trofi liga ke-10 Guardiola dalam 13 tahun kariernya sebagai pelatih. Sebelumnya, Guardiola telah memenangkan masing-masing tiga titel liga bersama Barcelona dan Bayern Muenchen.
Di akhir pertandingan, ribuan pendukung City menginvasi lapangan sekitar setengah jam. Mereka menghampiri pemain City untuk melakukan swafoto hingga menggunting jala gawang untuk menjadi kenang-kenangan momen spesial itu. (AFP)