Tim bola voli putra Indonesia mempertahankan emas SEA Games usai menang 3-0 atas Vietnam di SEA Games 2021. Kini, tim Garuda ingin terbang tinggi, meningkatkan pengalaman dan prestasi setidaknya mulai dari level Asia.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Tim bola voli putra Indonesia berhasil mempertahankan medali emas SEA Games Filipina 2019 usai melumat Vietnam 3-0 (25-22, 25-18, 25-15) dalam final SEA Games Vietnam 2021 di Dei Yen Sports Arena, Quang Ninh, Minggu (22/5/2022). Prestasi apik tim Merah-Putih itu tidak boleh berhenti sampai di Asia Tenggara saja.
Sudah saatnya, mereka didorong untuk bisa bersaing di level lebih tinggi setidaknya untuk berbicara lebih banyak di tingkat Asia. ”Kami tadi main penuh gereget. Tidak ada beban sama sekali. Kami sudah yakin bisa mendapatkan emas. Selanjutnya, kami ingin tampil di level Asia, jangan Asia Tenggara lagi,” ujar middle blocker Hernanda Zulfi.
Pelatih Indonesia asal China Jiang Jie sepertinya tidak mau bereksperimen lagi dalam laga penentuan tersebut. Dia langsung menurunkan skuad terbaik, yakni opposite Rivan Nurmulki, outside hitter Doni Haryono dan Farhan Halim, middle blocker Hernanda Zulfi dan Yuda Mardiansyah Putra, serta libero Irpan yang bergantian dengan Fahreza Rakha.
Kepercayaan yang diberikan tidak disia-siakan oleh para pemain tersebut. Mereka mengeluarkan kemampuan terbaik dan mampu menjaga konsentrasi dengan baik. Tidak ada pemain yang paling menonjol karena semuanya bermain optimal di posisinya masing-masing.
Para spiker Garuda mampu melepaskan smes-smes kijang yang mematikan. Variasi umpan dari setter pun membuat permainan tidak monoton dan mudah ditebak lawan. Para blocker bisa menjadi tembok kokoh yang membendung serangan balik lawan. Adapun libero mampu memastikan pengembalian bola pertama bisa menjadi serangan balik dan selalu berjuang agar serangan lawan tidak begitu saja menjadi poin.
Indonesia nyaris tanpa celah, tidak sedikit pun memberikan angin segar kepada Vietnam untuk berkembang. Sebaliknya, Vietnam bermain antiklimaks. Tim Negeri Paman Ho itu bisa memberikan perlawanan alot ketika kalah 1-3 dari Indonesia dalam penyisihan Grup A, Minggu (15/5). Mereka juga menunjukkan tatkala menumbangkan raksasa voli ASEAN, Thailand 3-2 dalam semi final, Jumat (20/5).
Namun, performa Vietnam menurun drastis di final. Para pendukungnya yang nyaris memenuhi seisi arena tak berbuat banyak untuk memancing semangat tim kesayangnya. Padahal, saat jumpa Indonesia di penyisihan grup dan kontra Thailand di semifinal, para suporter mereka begitu berisik untuk untuk menjatuhkan mental tim lawan. ”Karena penonton banyak diam, itu membuat kami tidak ada tekanan sama sekali,” tambah Hernanda.
Mempertahankan dominasi
Dengan capaian itu, Indonesia mampu mempertahankan dominasinya di voli putra Asia Tenggara dalam lima tahun terakhir. Potensi besar mereka mulai mencuat pada Kejuaraan Asia 2017 di Gresik, Jawa Timur. Ketika itu, Rivan dan kawan-kawan duduk di urutan keempat setelah kalah 0-3 dari Korea Selatan dalam perebutan perunggu. Itu menjadi prestasi terbaik Indonesia di kejuaraan voli terbesar antara negara Asia tersebut sejak berpartisipasi dari edisi perdana pada 1975. Rivan pun dinobatkan sebagai opposite terbaik.
Selanjutnya, kami ingin tampil di level Asia, jangan Asia Tenggara lagi. (Hernanda Zulfi)
Indonesia melanjutkan grafik positifnya pada Asian Games Jakarta-Palembang 2018. Kala itu, mereka duduk di peringkat keenam atau terbaik di antara negara ASEAN. Capaian itu hanya kalah dari raihan urutan keempat Asian Games Jakarta 1962 dan tempat kelima Asian Games Bangkok 1966, serta menyamai prestasi di Asian Games Bangkok 1970, Asian Games New Delhi 1982, dan Asian Games Bangkok 1998.
Puncaknya, Indonesia memutus tradisi emas Thailand sejak SEA Games Jakarta-Palembang 2011 pada SEA Games 2019. Bahkan, Thailand kian terbenam di SEA Games 2021. Betapa tidak, mereka gagal merebut medali pasca kalah 2-3 dari Kamboja dalam perebutan perunggu, Sabtu (21/5). Itu untuk pertama kalinya tim Gajah Putih pulang dengan tangan hampa sejak terakhir terjadi di SEA Games Singapura 1983.
Sayangnya, performa positif itu tidak dijaga berkelanjutan. Selain kejuaraan-kejuaraan itu, Indonesia tidak aktif mengikuti ajang-ajang internasional lainnya. Minimnya pengalaman menyebabkan prestasi mereka melorot ke peringkat ke-19 pada Kejuaraan Asia 2019 di Tehran, Iran. Bahkan, mereka tidak ikutserta dalam Kejuaraan Asia 2021 di Chiba, Jepang.
Sepatutnya, tim putra Indonesia mencontoh tim putri Thailand. Setelah mendominasi Asia Tenggara, tim putri Thailand didorong untuk meningkat secara bertahap. Hasilnya, kini, mereka menjadi salah satu tim putri terkuat di Asia yang langganan meraih medali Kejuaraan Asia maupun Asian Games dan bisa bersaing di level dunia.
Manajer timnas Indonesia sekaligus Kepala Seksi Voli Ruangan Pengurus Pusat Persatuan Bola Voli Seluruh Indonesia (PP PBVSI) Loudry Maspaitella mengatakan, Indonesia memang tidak boleh terbuai emas SEA Games 2019 maupun 2021. Segenap pemangku kepentingan, harus memikirkan langkah ke depan.
Bagi PBVSI, mereka mesti segera menyiapkan tim pelapis agar transisi antara pemain yunior ke senior tidak mengalami jeda. Kalau transisi mandek, itu akan berdampak buruk untuk keberlanjutan prestasi. Hal itu yang terjadi pada Thailand sehingga mereka untuk pertama kali gagal merengkuh medali SEA Games.
Kemudian, pengurus klub maupun pengelola liga voli nasional atau Proliga harus mendorong para pemain berani mencoba berkarier di luar negeri. Para pemain perlu mencontoh Rivan yang sukses berkarier bersama Nakhon Ratchasima di Liga Thailand dan VC Nagano Tridents di Divisi 1 Liga Jepang tiga tahun terakhir.
Kalau belum bisa ke liga elite Asia seperti di Jepang dan Asia Barat, mereka bisa mencoba dahulu tampil di Liga Thailand atau Liga Vietnam. ”Bermain di luar negeri itu bakal membangun mental pemain. Lihat Rivan, dia tidak canggung lagi dengan tekanan di laga krusial karena terbiasa dengan persaingan ketat di liga luar negeri,” terang Loudry.
Menurut Loudry, pemerintah melalui Kementerian Pemuda dan Olahraga, Komite Olahraga Nasional Indonesai, atau Komite Olimpiade Indonesia mesti mendukung penuh terkait anggaran karena kompetisi internasional butuh biaya besar. ”Peluang itu ada asalkan dibantu. Contohnya sekarang, Indonesia punya kesempatan ikut liga Asia. Kami mau mendaftar tapi jangan sampai pas sudah daftar justru uangnya tidak ada. Kita bisa kena denda kalau tiba-tiba mundur,” ungkapnya.
Terakhir, Loudry menuturkan, PBVSI harus menjalin kerjasama jangka panjang dengan sponsor minimal per setahun atau bukan lagi per kegiatan. Tujuannya, agar program pembinaan bisa terus berkelanjutan. ”Karena keterbatasan anggaran, Indonesia banyak melewatkan ikut kompetisi internasional. Akhirnya, peringkat kita terus turun dan semakin sulit untuk ikut ajang-ajang lain,” tegasnya.
Sementara itu, di putri, tidak ada perubahan peta kekuatan dari SEA Games 2019 ke SEA Games 2021. Thailand bisa mempertahankan emas pasca menang 3-0 atas Vietnam. Sehari sebelumnya, Indonesia mempertahankan perunggu usai menang 3-1 atas Filipina. ”Untuk putri, kami mesti cari cara setidaknya untuk mengejar Vietnam dahulu. Mendekati mereka dari sisi teknik individu maupun kerjasama tim. Kalau mendekati Thailand, itu masih jauh,” pungkas Loudry.