Pandemi Covid-19 memukul berbagai aspek kehidupan manusia selama dua tahun terakhir. Kembalinya gairah dan kemeriahan penonton di berbagai arena SEA Games Vietnam mencerminkan berakhirnya era kegelapan itu.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
Ribuan orang memekik di tribune Thanh Tri Indoor Stadium, Hanoi, Vietnam, Sabtu (21/5/2022). Mereka bersorak-sorai menyambut laga bola basket tuan rumah Vietnam melawan Indonesia. Sebagian dari mereka memakai masker wajah, sebagian lagi tidak. Mereka duduk berdempetan, nyaris tanpa ada jarak.
Di antara penonton yang hadir di sana terdapat tiga wanita yang tampak dalam kelompok terpisah. Dua orang berhijab, satu orang lainnya tidak. Hanya mereka yang menggunakan hijab di tribune itu. Benar saja, seperti yang diduga, ketiga orang berkulit sawo matang itu ternyata bukan warga Vietnam.
Ketiga penonton itu, yaitu Muthia (23), Amira (21), dan Penta (21), adalah warga Indonesia yang sedang kuliah di Malaysia. Bermodal nekat, mereka berangkat dari Malaysia ke Vietnam demi menyaksikan tim nasional Indonesia berlaga di SEA Games.
”Kami nekat saja datang ke sini. Kan, kuliah lagi libur. Sebenarnya ini baru pertama kali (kami) datang ke Vietnam. Tetapi, untuk bisa menonton dan menjadi saksi Indonesia (meraih emas), kami tidak berpikir panjang,” ucap Muthia yang mengidolakan pebasket veteran Indonesia, Andakara Prastawa.
Muthia dan teman-temannya merupakan wujud asli dari antuasiasme dan gairah penonton olahraga. Mereka rela melakukan hal-hal di luar batas, kadang tidak sejalan dengan logika. Semua upaya itu dilakukan demi bertemu idola sekaligus mendukung negara mereka.
Padahal, kenekatan ketiga penonton itu sempat mengundang berbagai tantangan, mulai dari awal hingga saat pertandingan. Sebelum duduk di tribune penonton, mereka terkatung-katung di luar arena. Mereka mengantre dalam kepungan ribuan warga lokal yang juga ingin masuk.
Harapan menonton bahkan nyaris kandas karena petugas sudah menutup gerbang masuk ke dalam stadion. Tribune di arena pun telah terisi penuh oleh penonton yang antusias.
Kami tidak mengira akan seramai ini. Untung saja ada yang membantu. Kalau tidak, sia-sia (kami) datang ke sini dari jauh. Tetapi, kalaupun waktu diputar lagi, kami tetap akan melakukan kenekatan ini.
Beruntung, mereka bertemu salah seorang wartawan Indonesia. Wartawan itu lantas membantu mereka masuk ke tribune. Namun, bukan berarti mereka bisa menikmati laga tersebut sampai selesai dengan tenang dan nyaman.
Setelah paruh pertama laga itu selesai, mereka sempat diusir karena duduk di tribune pendukung Vietnam. Amira dan rekan-rekannya lalu memilih berdiri di pinggir lapangan sampai laga itu berakhir. Namun, lika-liku menonton itu berakhir manis. Indonesia menang atas Vietnam, 94-67.
”Kami tidak mengira akan seramai ini. Untung saja ada yang membantu. Kalau tidak, sia-sia (kami) datang ke sini dari jauh. Tetapi, kalaupun waktu diputar lagi, kami tetap akan melakukan kenekatan ini,” kata Amira.
Saksi sejarah
Istimewanya lagi, tim basket ”Merah Putih” memastikan raihan medali emas pertamanya dalam sejarah keikutsertaan di SEA Games seusai mengalahkan ”raja” Asia Tenggara, Filipina, Minggu (22/5/2022) sore. Muthia, Amira, dan Penta pun benar-benar menjadi saksi hidup terciptanya capaian bersejarah tim basket Indonesia di Vietnam.
Antusiasme dan gairah mereka merupakan bentuk ekspresi yang kembali tercurahkan setelah sempat terkurung pandemi. SEA Games 2021 menjadi ajang olahraga multicabang internasional pertama yang memungkinkan hadirnya penonton langsung dengan kapasitas penuh. Tribune-tribune arena di Vietnam pun terasa berdenyut, bergelora, dan semarak, seperti kehidupan sebelum pagebluk.
Pada saat bersamaan, kondisi dunia juga tampak membaik. Kondisi itu pula yang membuat para mahasiswi asal Indonesia tersebut bisa berkunjung ke luar negeri tanpa pembatasan seperti masa pandemi. Indonesia, yang sempat ketar-ketir pada awal pandemi, bahkan juga sudah membebaskan penggunaan masker di ruang terbuka.
Kebangkitan umat manusia itu di arena olahraga juga dirasakan anak dan ayah asal Filipina, James (40) dan Erick (65). Mereka datang dari Manila, Filipina, ke Hanoi, Vietnam, demi menyaksikan Hidilyn Diaz. Lifter kelas 55 kilogram itu merupakan pahlawan negaranya. Diaz meraih emas pertama untuk Filipina di Olimpiade Tokyo 2020 lalu.
”Angkat besi tidaklah populer di negara kami. Akan tetapi, Diaz telah menjadi pahlawan negara berkat kontribusinya menyumbang emas Olimpiade. Oleh karena itu, Ayah dan saya sangatlah mengidolakannya. Kami ingin mendukungnya langsung,” ucap James saat ditemui di Vietnam.
James dan Erick memilih kursi terdepan di Hanoi Sports Training Center. Setiap kali Diaz bersiap tampil, mereka berdiri dan penuh semangat merentangkan bendera Filipina. Perjuangan mereka untuk menonton langsung di Vietnam pun terbayar lunas. Diaz meraih emas di SEA Games itu.
”Kami yakin untuk datang karena pandemi sudah mereda. Kami sering datang ke ajang seperti ini, salah satunya Asian Games (Jakarta-Palembang 2018). Tetapi, beberapa tahun belakang, saya sempat khawatir bepergian. Saya takut membahayakan Ayah karena Covid-19 terbukti lebih berbahaya untuk orang tua,” tutur James.
Kembalinya penonton, ”roh” dalam pertandingan olahraga, memberi pertanda baik untuk dunia. Menyaksikan laga olahraga adalah kebutuhan tersier manusia. Jika kebutuhan tersier itu sudah kembali menggeliat dan terpenuhi seperti halnya sebelum pandemi, maka dunia telah baik-baik saja.