Eko Yuli patut mendapat kesempatan kembali ke pelatnas setelah membuktikan diri di Vietnam. Dia masih punya potensi untuk berprestasi di Olimpiade Paris 2024.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
HANOI, KOMPAS — Lifter andalan Indonesia, Eko Yuli Irawan, memperlihatkan relativitas waktu tidak berlaku untuknya. Di usia 32 tahun, dengan persiapan minim, Eko masih belum tertandingi di kelas 61 kilogram SEA Games Vietnam 2021. Sang lifter berambisi tampil di Olimpiade lagi. Namun, dia meminta program persiapan yang lebih baik.
Eko meraih medali emas SEA Games untuk keenam kalinya, sejak 2007, di Hanoi Sports Training Center, pada Jumat (20/5/2022). Lifter tertua di kelas 61 kg ini mendominasi para kompetitor lewat angkatan total 290 kg, dari snatch 135 kg dan clean and jerk 155 kg.
Saking dominannya, Eko hanya membutuhkan satu angkatan sukses di clean and jerk untuk unggul dalam angkatan total. Dia tidak perlu mencoba angkatan ketiga karena lawan terdekat, lifter Malaysia, Muhamad Aznil, hanya mampu mencatat angkatan total 287 kg (snatch 127 kg, clean and jerk 160 kg) sebelum giliran terakhirnya.
Kadang minder sendiri paling tua. Tapi buat kami angkat besi, mau tua atau muda siapa yang kuat dia menang. Intinya di situ. Karena itu, selama masih nomor satu, kenapa tidak (turun terus). Kalau yang muda mau tampil, harus kalahin saya dulu.
Eko membuktikan dirinya masih lifter terbaik di Indonesia dan ASEAN dalam kelas 61 kg. ”Kadang minder sendiri paling tua. Tapi buat kami angkat besi, mau tua atau muda siapa yang kuat dia menang. Intinya di situ. Karena itu, selama masih nomor satu, kenapa tidak (turun terus). Kalau yang muda mau tampil, harus kalahin saya dulu,” ujarnya seusai pengalungan medali.
Perjalanan lifter olimpian itu sangat berliku sebelum berangkat ke Vietnam. Dia baru masuk pelatnas sekitar sebulan lebih jelang SEA Games. Eko masuk dalam tim angkat besi seusai membuktikan masih yang terbaik di test progress pelatnas. Dia mengalahkan lifter muda lain.
Keterbatasan persiapan itu tecermin dalam hasil di Vietnam. Eko memang meraih emas, tetapi dia tidak dalam penampilan terbaik. Dia gagal mengangkat percobaan ketiga snatch 138 kg dan percobaan pertama clean and jerk 155 kg.
Padahal, angkatan itu jauh di bawah standarnya dalam latihan. Adapun di SEA Games Filipina 2019, dia memecahkan tiga rekor sekaligus dengan angkatan total 309 kg (snatch 140 kg dan clean and jerk 169 kg). ”Kalau dari 2007, persiapan ini memang dibilang paling mepet. Jadi angkatan tidak sesuai target,” kata Eko yang selalu meraih emas SEA Games, kecuali di Kuala Lumpur 2017.
Dengan pembuktian ini, Eko berharap masih mendapat tempat di pelatnas untuk bisa bersaing di Asian Games dan Olimpiade. Namun, dia meminta agar persiapan ajang berikutnya bisa lebih matang dari sekarang. ”Ya masalah pelatnas tergantung ke federasi lagi. Kalau memang dipersiapkan, insya Allah akan berlanjut. Selama dibutuhkan saya selalu siap,” ujarnya.
Pelatih tim angkat besi Erwin Abdullah yang menangani Eko, berkata, angkat besi adalah olahraga terukur. Jadi, penampilan di arena merupakan cermin dari persiapan. Itulah yang terjadi dengan anak asuhnya tadi. Waktu sebulan lebih tidak cukup untuk membuat Eko berada di puncak performanya.
Karena itu, jika ingin ke Olimpiade, Erwin berharap Eko bisa segera kembali ke pelatnas sepulang dari Vietnam. Program ke Olimpiade tidak bisa seperti SEA Games karena lawannya jauh lebih berat. Apalagi, kualifikasi Olimpiade akan dimulai November nanti.
Erwin percaya, usia tidak menghalangi talenta Eko yang sudah tampil dalam empat Olimpiade beruntun. ”Masih berpeluang (untuk Eko). Mau 35 tahun juga tidak masalah. Yang penting harus menjalani program yang berkelanjutan. Semua kembali ke kita dan lifternya,” tuturnya.
Menteri Pemuda dan Olahraga Zainudin Amali menjamin Eko masih bisa ikut dalam ajang-ajang berikutnya. Syaratnya, dia harus lolos dari verifikasi tim review Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional (PPON) terlebih dulu. Adapun tim review selalu merujuk pemilihan atlet terhadap rekam jejak prestasi.
Sejak mengikuti SEA Games Nakhon Ratchasima, Eko selalu tampil di setiap gelaran, kecuali di Singapura 2015 karena angkat besi tidak dimainkan. Dari tujuh gelaran, atlet kelahiran Lampung itu berhasil meraih enam emas.
Debut Natasya
Lifter debutan Natasya Beteyob (21) berhasil merebut perunggu di kelas 55 kg lewat angkatan total 188 kg dari snatch 84 kg dan clean and jerk 104 kg. Natasya tampil percaya diri meskipun harus menghadapi peraih emas Olimpiade asal Filipina Hidilyn Diaz.
Gestur badan Natasya selalu tegak setiap masuk ke arena untuk mengangkat beban. Atlet asal Papua ini juga selalu berteriak, menunjukkan nyali, sebelum angkatan. Perunggu ini menjadi prestasi besar karena dia baru masuk pelatnas tahun ini. Natasya dipanggil pelatnas setelah meraih perak di PON Papua 2021.
”Saya senang karena dia tampil percaya diri melawan Diaz. Tidak mudah berhadapan dengan peraih emas Olimpiade. Ke depannya kami masih harus memperbaiki tekniknya. Dia punya tenaga besar, tetapi kalau teknik masih belum,” ujar kepala pelatih tim angkat besi Dirdja Wihardja.