Nadal Bukan Favorit di ”Kerajaannya”
Rafael Nadal adalah penguasa Perancis Terbuka dengan 13 gelar juara. Namun, akibat cedera kaki kiri yang kembali dirasakannya, dua pekan lalu, ia bukan lagi favorit juara Grand Slam lapangan tanah liat itu tahun ini.
Puncak persaingan bintang tenis dunia di lapangan tanah liat akan berlangsung di Grand Slam Perancis Terbuka, 22 Mei-5 Juni. Kali ini, ”raja” di Roland-Garros, Rafael Nadal, tidak akan difavoritkan juara meskipun telah 13 kali meraih trofi La Coupe des Mousquetaires.
Walaupun tetap memiliki motivasi tinggi ketika pertama kali berlatih di Lapangan Philippe Chatrier, Roland-Garros, Rabu (9/5/2022), Nadal datang dengan masalah yang bisa menjadi tantangan meraih hasil lebih baik dibandingkan dengan pada 2021. Tahun lalu, langkahnya di semifinal dihentikan Novak Djokovic, juara saat itu.
Setelah tampil dominan sejak awal musim 2022, dengan tiga gelar juara beruntun dari empat turnamen, Nadal mulai merasakan dampak intensitas permainannya. Dia mengalami nyeri di dada kiri saat tampil pada final ATP Masters 1000 Indian Wells. Belakangan, rasa sakit itu didiagnosis sebagai retak tulang rusuk akibat tekanan. Nadal pun absen pada dua turnamen yang menjadi awal pemanasan Perancis Terbuka, yaitu Monte Carlo Masters dan ATP 500 Barcelona.
Pekan lalu, ketika tampil di Roma Masters, masalah lain, yang sebenarnya merupakan kendala lama, datang. Ia tampil melawan Denis Shapovalov pada babak ketiga sambil menahan nyeri di kaki kiri. Nadal berkali-kali meringis dan menggelengkan kepala, seperti frustasi bahwa cedera itu telah merusak awal musimnya yang sempurna. Apalagi, cedera itu datang jelang musim kompetisi tanah liat yang selama ini jadi zona nyamannya.
Baca Juga: Carlos Alcaraz Kini Membidik Grand Slam
”Saya membayangkan, suatu saat, pikiran saya mengatakan ’ini sudah cukup’,” katanya kecewa setelah dikalahkan Shapovalov.
Cedera pada telapak kaki kirinya itu adalah cedera bawaan yang pertama kali dirasakan pada 2005. Dokter bahkan pernah menyarankan Nadal mundur sebagai petenis saat berusia 18 tahun.
”Saya punya cedera kronis yang tak ada obatnya. Saya adalah atlet yang hidup dengan cedera. Untuk bisa berlatih dan bertanding, saya sudah minum ’berton-ton’ obat anti-inflamasi. Setiap hari saya minum. Namun, ada saatnya saya tidak bisa menahan sakit, seperti hari ini,” ujarnya.
Dengan kondisi itu, Nadal tampaknya akan kesulitan menambah deretan angka yang menjadi rekor di Roland Garros. Sebanyak 13 gelar juara didapatnya dari persentase kemenangan tertinggi, yaitu 97,2 persen. Dia hanya tiga kali kalah dari 108 laga. Setiap tampil di final, setiap kali pula Nadal selalu menang.
Namun, statistik, pengalaman, dan kemampuan teknisnya, kali ini, tidak cukup menjadikannya favorit juara. Djokovic, orang yang dua kali menundukkan Nadal dari tiga kekalahan, memiliki peluang juara yang lebih besar.
Ada perubahan pada tahun ini. Nadal bukan favorit. Ada banyak petenis lain yang memiliki peluang juara.
Tunggal putra nomor satu dunia itu mengalami kendala tampil dalam turnamen pada awal musim karena tak pernah divaksin Covid-19. Padahal, vaksin itu menjadi syarat untuk memasuki berbagai negara. Djokovic pun absen di Australia Terbuka, Indian Wells, dan Miami Masters.
Mulai aktif pada persaingan tanah liat, yaitu Monte Carlo Masters dan ATP 500 Belgrade, Djokovic masih beradaptasi dengan kompetisi. Meski telah memiliki 20 gelar Grand Slam, kehilangan atmosfer kompetisi, meski hanya sebentar, bisa memberi pengaruh besar pada petenis top.
Djokovic mulai kembali pada karakternya, yaitu sebagai petenis dengan kemampuan paling mumpuni di semua jenis lapangan, saat menjuarai Roma Masters, pekan lalu. Ia tak kehilangan satu set pun.
”Saya selalu menjadikan tantangan dan berbagai macam kendala dalam hidup sebagai motivasi. Saya merasa terpuruk dengan peristiwa awal tahun. Namun, semuanya sudah saya tinggalkan saat ini. Saya merasa sangat baik, fisik, teknis, dan mental,” katanya dikutip The New York Times.
Djokovic dan Alcaraz
Situasi itu membuat pelatih, pengamat tenis, bahkan atlet memfavoritkan Djokovic menjuarai Perancis Terbuka untuk ketiga kalinya setelah 2016 dan 2021. ”Ada perubahan pada tahun ini. Nadal bukan favorit. Ada banyak petenis lain yang memiliki peluang juara,” kata Mark Petchey, pelatih veteran yang juga analis tenis dunia.
Baca Juga: Carlos Alcaraz, Petenis Masa Depan Itu Adalah Bintang Saat Ini
”Menurut saya, antara Carlos Alcaraz dan Novak Djokovic. Mereka bermain sangat baik. Saya memilih mereka sebagai favorit,” ujar Stefanos Tsitsipas, petenis Yunani.
Nama Alcaraz masuk dalam daftar favorit juara berkat penampilannya yang meroket. Sempat di peringkat ke-114 dunia, setahun lalu, ia saat ini berada di posisi keenam dunia atau hanya satu tingkat di bawah Nadal. Petenis berusia 19 tahun itu meraih empat gelar juara, tahun ini. Dua di antaranya di ATP Masters 1000, yaitu Miami dan Madrid.
Alcaraz bisa menjadi penghambat Djokovic dan Nadal. Dia mengalahkan kedua petenis itu, masing-masing, pada semifinal dan perempat final Madrid Masters. ”Alcaraz adalah petenis yang sangat spesial,” kata Djokovic.
Debut Alcaraz di arena Grand Slam, dengan format best of five sets dan berlangsung dalam dua pekan, adalah ketika tampil pada Perancis Terbuka 2020. Dia tersingkir pada babak pertama kualifikasi. Setahun kemudian, juga dengan merangkak dari kualifikasi, dia membuat kemajuan dengan lolos hingga babak kedua utama. Hasil terbaiknya pada level tertinggi persaingan tenis profesional itu ketika mencapai perempat final AS Terbuka 2021.
Menurut saya, antara Carlos Alcaraz dan Novak Djokovic. Mereka bermain sangat baik. Saya memilih mereka sebagai favorit.
Perancis Terbuka 2022 akan menjadi ujian bagi Alcaraz dengan posisinya sebagai salah satu favorit juara. Pengalamannya dalam menghadapi tekanan besar Grand Slam, yang mengharuskan petenis tujuh kali menang untuk juara, belum begitu banyak. Akan tetapi, perkembangan performa dan rasa kompetitif yang tinggi membuatnya memiliki peluang besar menyamai Nadal, yaitu meraih gelar pertama Grand Slam dari Perancis Terbuka ketika berusia 19 tahun.
Dominasi Swiatek
Pada tunggal putri, satu-satunya nama yang muncul dan layak menjadi juara adalah petenis Polandia, Iga Swiatek. Setelah Ashleigh Barty pensiun, seusai menjuarai Australia Terbuka, Januari lalu, tak ada satu pun petenis yang bisa mengimbangi Swiatek.
Sejak menjuarai WTA 1000 Doha, petenis berusia 20 tahun itu tak terkalahkan dalam 28 pertandingan beruntun dan hanya kehilangan lima set. Rekor itu menghasilkan lima gelar juara, yaitu di WTA 1000 Doha, Indian Wells, Miami, dan Roma, serta WTA 500 Stuttgart. Kemenangan beruntun tersebut menjadi yang terpanjang sejak Serena Williams memenangi 34 pertandingan berturut-turut pada 2013.
Tak ada yang bisa menyaingi Swiatek saat ini, termasuk petenis peringkat kedua dan juara bertahan Perancis Terbuka, Barbora Krejcikova. Petenis Ceko itu bahkan berkutat dengan cedera tangan yang membuatnya menepi dari turnamen sejak Februari. Selain Krejcikova, petenis peringkat sepuluh besar dunia lainnya, seperti Paula Badosa, Maria Sakkari, Ons Jabeur, dan Aryna Sabalenka, dikalahkan Swiatek pada tahun ini.
Meski tak ada yang menjadi penghalangnya dalam lima bulan terakhir, Swiatek akan memperlakukan Perancis Terbuka, yang dijuarainya pada 2020, sebagai ajang yang sama dengan turnamen lainnya. ”Saya hanya akan fokus pada setiap pertandingan, sama seperti yang saya lakukan di turnamen lain. Jika saya bisa melakukan itu, saya akan baik-baik saja,” tuturnya. (AP/REUTERS)