Kesuksesan Seraf Naro di Vietnam membuktikan, prestasi tidak jatuh begitu saja dari langit. Dia butuh kegagalan dalam debut di ajang sebelumnya untuk berubah menjadi atlet wushu tersukses di tim Indonesia kali ini.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·3 menit baca
HANOI, KOMPAS — Raihan perunggu pada hari pertama cabang wushu ternyata hanyalah pertunjukan awal pewushu Indonesia, Seraf Naro Sigerar (20), di SEA Games Vietnam 2021. Pada hari ketiga sekaligus terakhir, Minggu (15/5/2022), Naro sukses menyumbang emas di nomor koreografi jurus gabungan daoshu (golok)/gunshu (toya). Seraf pun mengukuhkan dirinya dari atlet muda menjadi atlet andalan ”Merah Putih”.
Naro, sapaannya, sukses melanjutkan performa apik dengan mencatatkan nilai 9,71 di nomor gunshu pada Minggu siang. Sehari sebelumnya, dia juga meraih nilai serupa di nomor daoshu. Atlet asal Jawa Timur ini pun merebut emas di daoshu/gunshu dengan total nilai 19,42.
Tampil rapi dan tanpa celah di nomor gabungan itu, Naro meninggalkan jauh pesaingnya. Pesaing terdekat adalah peraih perak asal Malaysia, Wai Kin Yeap, yang mencatatkan nilai total 19,26. Adapun atlet andalan Indonesia, Edgar Xavier Marvello (19,15), gagal meraih medali setelah hanya mendapatkan nilai 9,44 di nomor gunshu.
”Tidak ekspektasi bisa dapat medali emas. Saya hanya pikir ini penampilan terakhir jadi harus bisa memberi yang terbaik untuk Indonesia,” kata Naro yang sudah meraih perunggu di nomor changquan atau tangan kosong pada Jumat kemarin.
Kunci suksesnya adalah ketenangan. Dia menikmati ajang ini di dalam dan luar lapangan. Bahkan, jelang tampi di gunshu, Naro sempat meminta gendong pelatihnya sampai ke arena lomba. Hasilnya, dia berbalik ”menggendong” tim wushu di Vietnam.
Naro yang tidak ditargetkan medali emas justru menjadi pewushu tersukses di SEA Games kali ini. Dia mencatat 1 emas dan 1 perunggu, melebihi perolehan atlet-atlet wushu lain, termasuk seniornya Edgar.
Kata Naro, dia bisa tenang berkat pengalaman berarti di SEA Games Filipina 2019. Ketika itu, dia tidak berhasil membawa apa pun dari nomor individu. Raihan emasnya berasal dari nomor beregu. Namun, dia membawa bekal jam terbang untuk bisa sukses di ajang berikutnya.
”2019 itu saya kan gagal. Karena pengontrolan dirinya kurang, masih kurang bisa mengontrol itu semua. Masuk ke lapangan pikiran kosong. Sekarang saya sudah bisa kontrol itu. Senang juga bisa seperti ini,” kata juara dunia di nomor beregu, bersama Edgar, itu.
Kesuksesan Naro di Vietnam membuktikan, prestasi tidak jatuh begitu saja dari langit. Para atlet butuh proses untuk berkembang. Seperti Naro, dia gagal di ajang SEA Games terdahulu, tetapi bisa menjadi atlet wushu tersukses tiga tahun setelah itu.
Tidak ekspektasi bisa dapat medali emas. Saya hanya pikir ini penampilan terakhir jadi harus bisa memberi yang terbaik untuk Indonesia.
”Mulai saat ini dan seterusnya adalah waktunya Naro untuk bersinar. Dia sudah menunggu lama untuk momen ini. Perjuangan keras dia selama latihan, jatuh bangun, kekalahan, semua itu terjawab di penampilan tadi. Dia sudah menjadi sosok yang bisa diandalkan tim,” ujar pelatih kepala tim wushu, Novi.
Sementara itu, atlet wushu Alisya Mellynar (20) belum mampu menggandakan raihan emasnya. Setelah meraih emas di nomor taijiquan atau taiji tangan kosong kemarin, dia hanya menempati peringkat ke-8 dalam nomor taijijian atau taiji dengan senjata pada hari ini.
”Tidak tahu kenapa, mungkin aku terlalu banyak pikiran. Soalnya aku mikir terus dari kemarin, takut hari ini tampil kurang setelah kemarin main bagus. Jadinya pas lompatan terakhir itu, tiba-tiba goyang. Kakinya pas mendarat kaya jelly,” kata Alisya.
Secara total, tim wushu meraih 2 emas, 4 perak, dan 2 perunggu dari nomor koreografi jurus. Catatan ini cukup menggembirakan karena banyak atlet debutan yang tampil dari tim Indonesia. Salah satunya adalah Alisya yang menyumbang satu emas.