Tujuh bulan setelah menjuarai Piala Thomas 2020, tim bulu tangkis putra Indonesia kembali ke final. Melalui persaingan penuh drama, tim ”Merah Putih” mengalahkan Jepang, 3-2, pada semifinal. Mereka akan bertemu India.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·5 menit baca
BANGKOK, JUMAT — Penyelenggaraan Piala Thomas dan Uber 2020 di Denmark, yang dimundurkan setahun karena pandemi Covid-19, membuat Indonesia hanya bisa merasakan menjadi juara Piala Thomas selama tujuh bulan. Skuad ”Merah Putih” bisa memperpanjang status tersebut dengan kembali ke final pada tahun ini.
Peluang tersebut didapat setelah Indonesia mengalahkan Jepang, 3-2, dalam semifinal di Arena Impact, Bangkok, Thailand, Jumat (13/5/2022) malam. Dalam laga puncak, tim Merah Putih akan berebut gelar juara dengan India yang untuk pertama kalinya lolos ke final setelah mengalahkan Denmark, 3-2. Adapun perebutan Piala Uber akan terjadi antara tim putri China dan Korea Selatan, Sabtu.
Final Piala Thomas, Minggu, akan menjadi yang ke-20 bagi tim Indonesia sejak pertama kali menjadi juara pada 1958. Dari final-final tersebut, 14 gelar juara didapat sejak era Tan Joe Hok, Rudy Hartono, Liem Swie King, Hariyanto Arbi, Taufik Hidayat, hingga Anthony dan kawan-kawan yang menjadi juara di Denmark, tahun lalu. Gelar juara saat itu menjadi yang pertama sejak 2002.
Dominasi bulu tangkis putra Indonesia di pentas dunia membuat Piala Thomas selalu berada di Tanah Air dalam lima edisi beruntun, 1994-2002. Namun, setelah itu, kekuatan bulu tangkis dunia berpindah ke China. Hasil terbaik Indonesia setelah 2002 adalah final 2010 dan 2016, hingga akhirnya menjadi juara lagi pada Piala Thomas 2020.
Kini, peluang juara datang kembali setelah melalui drama melawan Jepang. Indonesia memenangi dua partai awal, lalu diikuti kemenangan Jepang pada partai ketiga dan keempat. Seperti semifinal antara Denmark versus India, pemenang Indonesia dan Jepang pun ditentukan melalui partai kelima, antara Shesar Hiren Rhustavito dan Kodai Naraoka. Shesar membuat Indonesia menang 3-2 dengan kemenangan 21-17, 21-11.
Salah satu momen yang ditunggu penggemar bulu tangkis dari persaingan Indonesia dan Jepang adalah pertemuan Anthony dan Kento Momota. Tunggal putra nomor satu dari tim masing-masing ini menciptakan rivalitas menarik pada 2018-2019 dengan 13 pertemuan.
Dari total 15 pertemuan, Anthony tertinggal 4-11. Akan tetapi, persaingan mereka selalu berlangsung menarik. Kepada BWF, Momota bahkan pernah menyebut bahwa Anthony menjadi lawan dengan permainan yang sulit untuk dihadapi.
Saya memang harus bermain menyerang. Akan tetapi, karena Momota sangat tangguh dalam bertahan, saya harus melakukannya dengan sabar. (Anthony S Ginting)
Namun, setelah Momota mengalahkan Anthony pada final turnamen Final BWF 2019, mereka tidak pernah bertemu. Turnamen pada 2020 lebih banyak dibatalkan karena pandemi Covid-19.
Pada 2021, Momota baru memulai penampilan dalam Olimpiade Tokyo 2020 yang digelar 23 Juli-8 Agustus 2021. Dia tersingkir pada penyisihan grup, sementara Anthony meraih perunggu.
Setelah itu, performa Anthony menurun hingga lebih sering tersingkir pada babak pertama. Momota masih sempat menjuarai Indonesia Masters, November 2021, tetapi penampilannya pun menurun pada 2022. Dia tersingkir pada babak pertama Jerman Terbuka dan Kejuaraan Asia, serta perempat final All England.
”Posisi kami sama pada saat ini. Kami sama-sama berjuang untuk kembali ke performa terbaik,” kata Anthony, sehari sebelum bertemu Momota di Arena Impact.
Penantian penggemar bulu tangkis, terutama fansIndonesia, akhirnya terbayarkan. Persaingan kedua pemain tidak hanya mengakhiri dahaga menonton ”Momogi” (julukan yang diberikan untuk pertemuan Momota dan Ginting), melainkan juga karena Anthony bisa mengalahkannya, 21-13, 14-21, 21-12.
Anthony benar-benar berjuang maksimal selama 1 jam 21 menit meskipun sehari sebelumnya mengalahkan Lu Guang Zu (China) dalam laga 1 jam 20 menit. Setelah selalu kalah dalam tiga pertandingan penyisihan grup, penampilan tunggal putra Indonesia peringkat kelima dunia itu semakin solid. Kualitas kemampuannya begitu terlihat ketika yang menjadi lawannya adalah pemain sekelas Momota.
”Memang tak mudah untuk mencapai penampilan seperti sekarang. Saya harus mengubah rasa tidak percaya diri menjadi percaya diri. Jadi, masalah yang saya hadapi bukan fisik atau teknik, melainkan mental dan itu menjadi tantangan berat untuk mengubahnya. Saya bersyukur menerima dukungan yang luar biasa dari tim Indonesia,” tutur Anthony.
Anthony banyak mendapat poin dari pukulan-pukulan silang, yaitu smes dan drop shot. Keistimewaan dalam pukulan net juga telah kembali, salah satunya melalui gerakan yang mengecoh lawan. Saat mengembalikan salah satu servis misalnya, Anthony melangkahkan kaki ke depan dengan badan yang bergerak ke arah kiri, sementara pukulan yang membuat kok meluncur tipis di atas net justru mengarah ke kanan.
”Saya memang harus bermain menyerang. Akan tetapi, karena Momota sangat tangguh dalam bertahan, saya harus melakukannya dengan sabar,” kata Anthony.
Perjuangan luar biasa juga diperlihatkan Kevin Sanjaya Sukamuljo/Mohammad Ahsan ketika menghadapi juara dunia, Takuro Hoki/Yugo Kobayashi. Mereka mewujudkan istilah ”tak ada yang tak mungkin” dalam olahraga ketika menang 22-20, 8-21, 24-22, setelah tertinggal 7-17 pada gim pertama. Hoki pun sampai menyebutkan bahwa kunci kekalahan mereka ada pada gim pertama.
Sementara, Kevin berpendapat, selain berjuang keras, ada faktor keberuntungan yang mewarnai kemenangan tersebut. ”Kami harus berusaha untuk menjaga fokus supaya bisa menyerang terus. Dalam pertandingan seperti tadi, saya rasa, keberuntungan pun sangat berpengaruh. Bukan karena faktor pengalaman,” ungkap Kevin.
Berkebalikan dengan Anthony, performa tunggal kedua, Jonatan Christie, kali ini menurun. Alih-alih bisa meraih kemenangan ketiga, seperti saat mengalahkan China pada perempat final, Kamis, dan final 2020 lalu, Jonatan justru kalah dari Kenta Nishimoto, 20-22, 13-21.
”Saat Jepang ketinggalan 0-2, kemauan dan tekad Kenta untuk menang demikian besar. Saya kalah semangat atau greget. Ini salah saya,” kata Jonatan.
Setelah Jonatan gagal, tanggung jawab meraih kemenangan ketiga berpindah ke tangan Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto. Namun, mereka juga kalah dari Akira Koga/Yuta Watanabe, 14-21, 21-13, 18-21.
Putri Jepang tersingkir
Sementara, laga China melawan Korea Selatan akan menjadi pertemuan kedua negara dalam final Piala Uber yang kesembilan. China mendominasi persaingan sebelumnya dengan tujuh kali menang, sedangkan satu-satunya kemenangan Korea Selatan terjadi pada 2010.
Skuad China terlalu tangguh bagi Thailand, lawan mereka di semifinal. Dari tiga partai, hanya Chen Qing Chen/Jia Yi Fan yang bermain tiga gim ketika berhadapan dengan Jongkolphan Kititharakul/Rawinda Prajongjai. Adapun Chen Yu Fei dan He Bing Jiao menang dua gim.
Dalam semifinal lain, Korea Selatan membuat kejutan dengan menyingkirkan kekuatan Jepang yang lebih merata dalam tiga partai beruntun. Kemenangan Korea Selatan didapat melalui An Se-young, Lee So-hee/Shin Seung-chan, dan Kim Ga-eun.
Kepada BWF, Lee bercerita, hasil yang diperoleh An menjadi kunci kemenangan mereka. ”Kami berusaha keras bisa menyumbangkan kemenangan setelah dia. ’Adik kecil kami’ menetapkan standar tinggi pada partai pembuka sehingga kami juga termotivasi untuk menang,” ujar Lee.