Atlet tolak peluru Eki Febri Ekawati kembali bisa tampil di SEA Games. Seni lobi di luar lapangan mengembalikannya ke panggung persaingan.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
HANOI, KOMPAS — Atlet tolak peluru Indonesia, Eki Febri Ekawati, mendapat ”nyawa” kedua untuk tampil di SEA Games Vietnam 2021. Nomor lombanya yang sempat dibatalkan tuan rumah kembali dipertandingkan berkat lobi-lobi di belakang layar oleh Komite Olimpiade Indonesia dan Pengurus Besar Persatuan Atletik Seluruh Indonesia.
Setelah menunggu dalam ketidakpastian, Eki akhirnya berangkat dari Jakarta ke Hanoi, Vietnam, pada Kamis (12/5/2022) pagi. Peraih emas SEA Games Kuala Lumpur 2017 ini bisa kembali mengulangi prestasinya di Vietnam.
”Ragu pasti ada karena menunggu kepastian,” ujar Eki yang begitu terkejut ketika nomornya dibatalkan. ”Tetapi sekarang sangat bersyukur bisa berangkat. Saya baru dapat kepastian berangkat kemarin malam,” katanya saat dihubungi.
Eki, pekan lalu, seperti tersambar petir pada siang bolong. Tuan rumah Vietnam lewat situs resmi tiba-tiba mengumumkan nomor tolak peluru putri tidak akan dimainkan. Penyebabnya, nomor itu hanya diikuti dua atlet saja, dari Indonesia dan Thailand. Adapun syarat nomor bisa dilombakan minimal 3 atlet dari 3 negara.
Setelah itu, KOI dan PB PASI bergerak cepat untuk menegosiasikan pembatalan ini dengan pihak terkait. KOI melobi lewat jalur Federasi SEA Games (SEAGAF) yang merupakan wadah berkumpulnya komite Olimpiade negara peserta.
Sekretaris Jenderal KOI Ferry Kono berkata, mereka mempertanyakan kemungkinan pembatalan keputusan itu dalam rapat SEAGAF, Selasa lalu. Ternyata, berdasarkan peraturan, nomor tersebut masih bisa dilombakan jika memenuhi syarat awal. Artinya hanya butuh 1 atlet dari negara ketiga.
KOI pun langsung berkomunikasi dengan wakil Kamboja. ”Kami melakukan lobi-lobi dengan Kamboja karena ada kepentingan pada dua negara ini. Mereka ingin dapat bantuan untuk membentuk federasi silat nasional karena tahun depan mereka menjadi tuan rumah SEA Games,” ujar Ferry.
Permintaan itu dituruti. Kamboja menurunkan satu atlet di nomor tolak peluru putri. Akhirnya, syarat untuk menyertakan tiga negara sudah terpenuhi. Keputusan untuk membatalkan nomor tersebut pun dibatalkan.
”Itulah seni olahraga ini. Semua bukan hanya tentang pertandingan di lapangan, melainkan juga ada bargain dan negosiasi di luar lapangan. Itu yang kami lakukan untuk memperjuangkan Eki tetap bisa tampil,” kata Ferry.
Ragu pasti ada karena menunggu kepastian. Namun, sekarang sangat bersyukur bisa berangkat. Saya baru dapat kepastian berangkat kemarin malam.
Dalam rapat teknis, sebanyak 5 atlet dari 4 negara yang terdaftar di nomor tolak peluru putri. Mereka terdiri dari dua atlet Thailand dan masing-masing satu atlet Indonesia, Kamboja, dan Malaysia. Adapun Malaysia turut mendaftarkan atletnya pada saat akhir.
Koordinasi
Kembalinya kesempatan Eki juga tidak lepas dari perjuangan PB PASI. Mereka melobi lewat surat resmi kepada Federasi Atletik Vietnam sambil terus berkoordinasi dengan KOI.
Menurut Sekjen PB PASI Tigor Tanjung menjelaskan, protes tidak hanya datang dari Indonesia. Malaysia dan Myanmar juga keberatan karena nomor lontar martil dihapus. Jadilah ketiga negara itu bekerja sama agar nomor tolak peluru dan lontar martil tetap dilombakan.
Tigor yang terdaftar sebagai anggota Dewan Asosiasi Atletik Asia (AAA) turut menyuarakan permasalahan itu ke asosiasi. AAA kemudian menyarankan agar Indonesia berbicara kepada Vietnam untuk tidak terlalu kaku dalam menerapkan aturan.
”Karena ini (penghapusan nomor) akan merugikan atlet. Apalagi saat ini tidak banyak kejuaraan. Kita juga harus melihat pembinaan secara menyeluruh di Asia Tenggara. Kalau tidak, atlet nanti Asia Tenggara susah berkembang,” kata Tigor.
AAA juga bersurat kepada Federasi Atletik Vietnam. Dalam suratnya, AAA menegaskan SEA Games harus memainkan 46 nomor tanpa ada yang dikurangi atau dihapus. Bila tidak, AAA bisa saja memberikan sanksi atau tidak mengakui hasil perlombaan.
Vietnam masih diam setelah teguran itu. Sekjen AAA, A Shuggumarran, lalu turun langsung berbicara kepada Sekretaris Komite Olimpiade Vietnam (Viesgoc). Dari sana terjadi negosiasi dan Vietnam kemudian mengalah. Nomor tolak peluru dan lontar martil akhirnya batal dihapus. Namun, Viesgoc meminta agar saat rapat nanti semua negara mendukung pembatalan penghapusan itu.
Tigor bersyukur upaya lobi-lobi dan diplomasi yang dilakukan akhirnya membuahkan hasil. Ia juga meminta Vietnam turut menurunkan atletnya. Namun, Vietnam tetap memutuskan untuk tidak mengikuti nomor tolak peluru. ”Beruntung kami punya banyak kawan di AAA dan negara lain. Intinya saling mendukung,” ujarnya.
Eki, setelah proses melelahkan, justru tambah bersemangat. Motivasinya berlipat ganda untuk meraih emas. ”Sempat down, tetapi sekarang tambah semangat. Saya juga tetap fokus dan berlatih selama seminggu terakhir. Harus jaga-jaga jika jadi tampil,” ujarnya.