Zoura Nebulani, Meniti Jurus Warisan Keluarga Pendekar
Di SEA Games Vietnam, pewushu Zoura Nebulani akan memperpanjang kisah pendekar dalam keluarganya. Zoura melanjutkan perjuangan sang ayah dan paman yang telah berjasa besar dalam perkembangan wushu Indonesia.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
Bagi pewushu nasional disiplin koreografi jurus Zoura Nebulani (18), memainkan tombak sudah seperti menghirup udara. Sama-sama tidak membutuhkan usaha lebih. Setidaknya, itulah yang terpampang jelas ketika dia berlatih di GBK Arena, Jakarta, Jumat (15/4/2022). Atlet bertubuh mungil ini mempertontonkan akrobat senjata tombak bagai pendekar di film laga.
Secepat kilat, Zoura menghunus tombak ke segala arah. Kiri, kanan, atas, bawah, depan, dan belakang. Dia memeragakan gaya akrobatik. Dari melombat sambil menendang energik hingga gerakan setengah salto. Namun, tidak sekali pun senjata yang lebih panjang ketimbang tinggi badannya itu terlepas dari genggaman. Dia dan tombak itu tampak sudah menyatu.
”Aku sudah berlatih wushu sejak usia 3 tahun. Kebetulan aku berasal dari lingungan keluarga wushu semua. Papi (Gora Nebulana), paman (Gogi Nebulana), semua mantan atlet wushu. Aku dilatih langsung oleh mereka sejak kecil,” ucapnya dengan wajah polos setelah sesi latihan ketika ditanya dari mana bakat itu berasal.
Gora adalah langganan juara nasional pada era akhir 1990-an hingga awal 2000-an, sedangkan Gogi adalah pewushu Indonesia pertama yang menjadi juara dunia pada 2007. Mereka juga aktor utama yang membangun dan mengurus padepokan Harmony Wushu Indonesia di Bogor. Tempat itu sudah melahirkan pewushu berprestasi, salah satunya Edgar Xavier Marvelo.
Zoura yang juga hasil binaan padepokan itu, segera meneruskan warisan keluarganya. Dia akan menjalani debut di SEA Games Vietnam 2021. Atlet yang pernah dua kali menjadi juara dunia yunior ini akan turun di nomor tangan kosong, senjata pendek, dan senjata panjang.
Panggilan hati
Menjadi anak di keluarga wushu tidak seindah kenyataan. Wushu memang menjadi cinta pertama atlet berwajah kalem itu. Namun, kebosanan tidak bisa dihindari. Dia merasa jenuh melewati masa remaja hanya dengan berlatih dan berlomba. Bahkan, dia harus bersekolah di rumah atau homeschooling mulai kelas VI SD akibat fokus ke wushu.
Aku sudah berlatih wushu sejak usia 3 tahun. Kebetulan aku berasal dari lingungan keluarga wushu semua. Papi, paman, semua mantan atlet wushu. Aku dilatih langsung oleh mereka sejak kecil.
Puncak kebosanan itu dirasakannya pada 2017, setelah berbagai pencapaian di kejuaraan yunior internasional pada usia 13 tahun. Hobinya mulai berubah jadi tuntutan berprestasi.
”Sudah mulai malas, capek, jenuh. Tetap latihan terus, tetapi kurang semangat. Soalnya, kan, sudah kayak puas,” kata atlet yang prestasinya paling menonjol dalam nomor senjata pendek.
Seperti kebangkitan karakter di film laga, Zoura juga mengalaminya. Dia mulai menemukan kembali jati diri pada usia 15 tahun setelah dikirim oleh orangtua untuk pemusatan latihan di China. Dia pergi bersama seorang sepupu untuk dilatih mandiri. Semangatnya kembali di tempat yang jauh dari rumah itu. Dia terlecut ketika melihat semangat juang atlet-atlet lain.
Zoura merasakan jatuh cinta kedua kali dengan wushu. Dia merasakan panggilan dari dalam diri sendiri, bukan sekadar kewajiban meneruskan warisan keluarga lagi. Berkat latihan sepenuh hati, pewushu belia ini ditarik masuk pemusatan latihan nasional setelah berhasil meraih perunggu di nomor tangan kosong pada pra-PON Papua 2021.
Sejak itu, perkembangan atlet berkulit cerah ini begitu pesat. Zoura, wakil Jawa Barat, sukses mencuri panggung di Papua lewat raihan masing-masing satu emas dan perak. Dia mengalahkan banyak pewushu yang lebih senior dan berpengalaman. Tidak pelak, sudah waktunya dia untuk melompat ke ajang internasional level senior.
Zoura merasa debut di SEA Games nanti akan sangat spesial. Selain bisa tampil di usia masih muda, dia akhirnya bisa berlomba dengan sang idola, Edgar. ”Soalnya Ko Edgar yang nemenin aku latihan dari kecil (di padepokan). Dia juga yang ngasih bimbingan,” tuturnya.
Meski begitu, calon bintang masa depan wushu Tanah Air ini tak mau terlalu fokus pada medali. ”Yang penting aku bisa main maksimal, tanpa ada goyang. Bisa membanggakan Indonesia dan menjadikan ini kenangan yang tidak terlupakan,” ujarnya.
Akhir cerita, Zoura telah berhasil memenangi pertarungan dalam dirinya. Dia datang ke Vietnam bukan hanya untuk meneruskan warisan trah keluarga pendekar, melainkan juga demi mimpi besarnya di olahraga yang dicintai. Pewaris jurus famili Nebula ini ingin berprestasi di SEA Games agar bisa melangkah mulus ke panggung lebih tinggi, yaitu Asian Games.