Nikola Jokic menulis ulang peran pemain "center" dalam permainan bola basket. Dia mampu mendominasi NBA, walaupun tidak punya kriteria klasik untuk menjadi "center" hebat.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
Ada syarat tidak tertulis untuk para pemain center NBA sejak abad lalu. Agar bisa sukses, mereka harus punya tubuh tinggi dan atletis, serta tenaga eksplosif. Semua atribut itu diperlukan demi memenangi pertarungan paling keras dalam lapangan, yaitu di area dalam. Namun, persepsi usang itu telah dipatahkan oleh Nikola Jokic (27), center Denver Nuggets.
Jokic, Most Valuable Player NBA musim 2022-2021, tidak tampak seperti pebasket umumnya. Tubuhnya memang menjulang dengan tinggi 2,11 meter, tetapi badannya agak gempal, jauh dari kata atletis. Tidak ada lekukan otot kering di lengan hingga bahu Jokic, berbeda dengan mayoritas pemain center.
Lari megabintang asal Serbia itu juga terbilang lambat, seperti sedang joging. Dia kurang gesit karena harus menopang tubuh seberat 129 kilogram. Memang, jarang sekali pebasket keturunan asli Eropa yang punya gaya bermain cepat dan eksplosif.
Uniknya, di antara segala kekurangan itu, Jokic justru menjadi pemain paling dominan di NBA, musim ini. Dia baru saja mencatatkan total lebih dari 2.000 poin, 1.000 rebound, dan 500 asis, menjelang berakhirnya musim reguler, Jumat (8/4/2022). Sepanjang sejarah 75 tahun NBA, tidak ada pemain yang bisa mencapai angka serupa dalam tiga aspek sekaligus.
”Liga ini sudah berjalan selama 75 tahun lamanya. Tetapi, dia justru bisa menjadi orang pertama yang mencapai rekor tersebut. Anda semua tahu, dia adalah pemain terbaik musim ini. Dia akan kembali menjadi peraih MVP,” kata pengamat NBA, Shannon Sharpe, pada acara televisi ”Undisputed”.
Rekor itu cukup untuk menggambarkan betapa besarnya peran Jokic di lapangan. Dia bisa menjadi mesin skor, orkestrator serangan, sekaligus raksasa perebut bola pantul dari keranjang. Terbukti, ”The Joker” juga memimpin jumlah poin, rebound, asis, blok, dan steal, di Nuggets.
Meskipun kalah atletis, Jokic unggul dalam teknik dan kecerdasan bermain. Gerakannya lambat, tetapi nyaris selalu tepat. Kesederhanaan dan efisiensi permainannya berada di level tertinggi. Dia bagaikan balerina yang mengundang decak kagum banyak orang lewat tarian gemulai nanpresisi.
Pelatih Memphis Grizzlies Taylor Jenkins berkata, nyaris mustahil untuk menjaga Jokic. Terakhir kali melawan Grizzlies, Jokic memproduksi 35 poin, 16 rebound, dan 6 asis. ”Dia bisa mengalahkan Anda dari dalam, luar, dan lewat kemampuannya mengatur serangan,” ucapnya.
Pembeda Jokic dari para center tradisional adalah keahlian menembak dan mengumpan. Pemain yang diambil dari urutan ke-41 dalam Draft NBA 2014 itu piawai menembak dari jarak menengah hingga jauh, tidak seperti center tradisional yang hanya bisa melakukan dunk dan lay-up.
Hal yang dilakukan Jokic musim ini sangat luar biasa. Dia hebat musim lalu ketika meraih MVP. Tahun ini lebih baik lagi dari itu. (Michael Malone)
Kemampuan menembaknya tecermin dari statistik true shooting percentage (TS%) yang mengukur efisensi lemparan bebas, dua angka, hingga tiga angka. Dia memegang angka TS% tertinggi NBA (66,1) di antara pemain yang mencetak rerata lebih dari 20 poin. Angka itu lebih tinggi dari guard Golden State Warriors yang dijuluki penembak terhebat, yaitu Stephen Curry (60,1).
Dia juga ahli mengatur serangan. Jokic sering disebut berperan sebagai point center, gabungan point guard dan center. Padahal, dua posisi itu sangat kontras. Point guard biasanya dimainkan oleh pemain paling mungil dalam tim. Mereka biasanya lincah dan pandai mengolah bola.
Namun, The Joker tetap bisa menjadi pengatur serangan dengan visi bermain di atas rata-rata. Dia bisa mengendus pergerakan rekan ataupun lawan, juga mampu menentukan pilihan tepat dari berbagai opsi umpan.
Jokic sudah 20 kali mencatat dua digit asis dalam satu laga sepanjang musim ini. Dia juga menjadi center dengan rerata asis terbanyak di liga, yaitu 7,9 kali. Peran sebagai orkestrator serangan itu yang paling mengubah persepsi seorang center.
Bukan pemburu
Menariknya, Jokic bukanlah sekadar pemburu statistik pribadi. Angka produktifnya berpengaruh besar terhadap performa Nuggets. Meskipun kehilangan dua bintang akibat cedera, Nuggets masih bisa lolos ke playoff dengan rekor kemenangan sementara yang cemerlang, 48 menang–33 kalah.
Tim asuhan pelatih Michael Malone itu mencatat statistik plus minus (+444) ketika Jokic di lapangan. Saat dia diganti, Nuggets langsung tertinggal dari lawan-lawannya (-250). Dia membuktikan perannya tidak tergantikan dalam tim.
”Gelar MVP sama sekali bukan kompetisi lagi. Di luar sana banyak pemain hebat. Tetapi, hal yang dilakukan Jokic musim ini sangat luar biasa. Dia hebat musim lalu ketika meraih MVP. Tahun ini lebih baik lagi dari itu,” ujar Malone, yang menjagokan Jokic kembali meraih MVP musim ini, dikutip ESPN.
Jokic berpeluang besar mempertahankan gelar MVP. Meskipun begitu, peserta All-Star empat kali itu tidak terlalu peduli dengan gelar pribadi. Dia hanya ingin meraih cincin juara, sesuatu yang belum pernah didapatkannya. ”Saya memainkan musim yang hebat. Jika cukup (meraih MVP), itu akan cukup. Jika tidak, itu memang bukan berada dalam kendali Anda,” ujarnya.
Terakhir kali seorang center memenangi MVP dua kali beruntun adalah Moses Malone (1981-1982, 1982-1983). Dia adalah center tradisional, jauh berbeda dengan Jokic. Jika Jokic bisa mengulang prestasi Malone musim ini, dia akan semakin menandai era baru para center modern di NBA. (AP)