Duel Liverpool versus City bukan hanya tentang perebutan juara musim ini. Pertarungan ini juga menandai lahirnya episode baru rivalitas terpanas di Liga Inggris.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
MANCHESTER, SABTU — Jamie Carragher, pengamat yang juga mantan pesepak bola nasional Inggris, mengeluarkan pernyataan kontroversial. Baginya, persaingan Liverpool dan Manchester City saat ini adalah rivalitas terhebat dalam sejarah Liga Primer Inggris. Meskipun banyak ditentang, ucapan itu terasa sangat masuk akal jika dilihat dari berbagai perspektif.
Banyak yang tidak setuju, salah satunya penulis senior ESPN, Mark Ogden. Dia menilai, belum ada yang menandingi tingkat rivalitas Arsenal dan Manchester United pada 1997-2004. Ketika itu, Arsenal bersama manajer Arsene Wenger menyabet tiga gelar, sedangkan MU bersama manajer Sir Alex Ferguson meraih empat gelar.
Namun, Carragher tidak berucap sembarangan. Dia melihat persaingan Liverpool dan City begitu intens pada empat musim terakhir. Termasuk musim ini, kedua tim yang hanya berselisih satu poin itu akan bertemu di Stadion Etihad pada Minggu (10/4/2022) malam WIB untuk memperebutkan puncak klasemen pekan ke-31.
Sejak musim panas 2018, City di bawah asuhan manajer Josep Guardiola telah merengkuh total 338 poin. Liverpool, bersama manajer Juergen Klopp, membuntuti dengan 337 poin. Mereka hanya terpaut satu poin dalam 144 laga terakhir. Adapun di belakang mereka, Chelsea (264) tertinggal sangat jauh.
Tipisnya jarak itu memperlihatkan kedua tim berhasil saling melecut satu sama lain. Adapun Liga Inggris pada beberapa tahun terakhir semakin kompetitif. Kualitas antartim cukup merata, tidak seperti pada awal abad ke-21. Alih-alih tenggelam dalam persaingan dengan banyak tim, mereka justru menciptakan ”liga” sendiri.
”Kami mendorong satu sama lain dan begitulah adanya. Persaingan itu membuat Anda terus maju. Tidak ada kesempatan untuk melunak, karena mereka akan segera ada di sana untuk menangkap Anda. Konsistensi yang ditunjukkan kedua tim dalam periode ini tidak masuk akal,” kata Klopp yang sepakat dengan Carragher.
Klopp menggambarkan esensi rivalitas itu seperti kisah dua petenis terbaik, Rafael Nadal dan Roger Federer.
”Di olahraga, hal yang paling membantu Anda justru lawan yang hebat. Terutama dalam jangka panjang. Saya tidak bersyukur karena City begitu hebat, tetapi karena (kehebatan) itu tidak menghambat perkembangan kami,” tambahnya.
Guardiola pun mengamini tajuk rivalitas terpanas itu. Sang manajer pernah diuji rival hebat, seperti Real Madrid era ”Los Galaticos II” di bawah kepemimpinan Jose Mourinho. Namun, dia memastikan tidak ada yang melampaui Liverpool ala Klopp.
”Ketika pensiun nanti, saya akan mengingat Liverpool sebagai rival terbesar,” ucapnya.
Kami mendorong satu sama lain dan begitulah adanya. Persaingan itu membuat Anda terus maju.
Guardiola tidak akan pernah lupa betapa sulitnya meraih juara pada musim 2018-2019. City hanya finis satu poin lebih tinggi dari Liverpool yang menghasilkan 97 poin. Liverpool tidak juara, tetapi tercatat dalam sejarah sebagai tim peringkat kedua dengan poin tertinggi sepanjang masa.
Terulang
Kisah persaingan ketat itu berpotensi terulang pada akhir musim ini. Liverpool yang sempat divonis akan kehilangan gelar pada paruh musim tiba-tiba berhasil meraih 10 kemenangan beruntun. Mereka hanya butuh satu kemenangan di Etihad untuk mengudeta puncak klasemen milik City.
Phil Foden, gelandang andalan City, tidak sabar untuk bisa bertarung di laga penentu tersebut. Baginya, pertandingan di Etihad itu sudah seperti tanah suci untuk para pesepak bola. Dengan manajer dan pemain terbaik dunia, kedua tim akan beradu permainan level tertinggi.
”Dua tim ini sedang bertarung untuk trofi Liga Inggris dengan jarak hanya satu poin. Itu akan menjadi laga terbesar dan laga yang diinginkan oleh semua pesepak bola dunia. Akan banyak penonton netral yang ingin menikmatinya. Laga itu akan menghibur,” tutur Foden.
Sejak pertama kali Guardiola dan Klopp bersua di Liga Inggris, sudah terjadi 11 kali pertemuan. City menang 4 kali, Liverpool menang 3 kali, sedangkan sisanya berakhir imbang. Adapun laga terakhir keduanya berakhir imbang 2-2 di Stadion Anfield.
City tampil dengan wajah berbeda pada pertemuan terakhir. Tim yang sering menekan tinggi hingga garis pertahanan lawan itu lebih banyak menunggu. Mereka sempat membuat pemain Liverpool frustrasi sekaligus mendapat beberapa peluang serangan balik. Namun, mereka justru kemasukan lebih dulu pada paruh kedua.
Guardiola kemungkinan akan kembali bermain agresif di depan publik sendiri. Mereka butuh kemenangan untuk menjauhkan jarak di puncak klasemen jadi empat poin. Jika menang, kans mempertahankan gelar juara akan semakin besar.
Di sisi lain, pencetak gol terbanyak Liverpool, Mohamed Salah, bertekad mengembalikan performa terbaiknya. Dia belum mencetak gol lagi dalam dua pertandingan terakhir sepulang dari tugas bersama Mesir di kualifikasi Piala Dunia Qatar 2023. Adapun Salah pulang dengan kekecewaan karena gagal mengantar negaranya lolos ke Piala Dunia.
Saking fokusnya, Salah tidak mau membicarakan perpanjangan kontrak dengan Liverpool yang akan habis pada Juni 2023. ”Saya tidak bisa egois berbicara tentang situasi diri sendiri. Kami sedang berada dalam periode terpenting untuk tim ini. Tim harus menang dan saya hanya fokus tentang hal itu,” ujarnya.
Selain lebih diuntungkan menjadi juara Liga, kemenangan pada duel ini menambah optimisme menghadapi laga kedua tim berikutnya. Berselang enam hari, Liverpool dan City akan kembali berhadapan pada semifinal Piala FA di Stadion Wembley, 16 April.(AFP/REUTERS)