Giannis Antetokounmpo, Joel Embiid, dan Nikola Jokic, bertarung sengit memerebutkan gelar pemain terbaik alias MVP. Fenomena dominasi para raksasa ini menandakan perubahan era NBA.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
AFP/AL BELLO
Gestur Giannis Antetokounmpo, bintang Milwaukee Bucks, saat menghadapi Brooklyn Nets pada lanjutan NBA di New York City, AS, 31 Maret lalu. Antetokounmpo masuk salah satu kandidat peraih MVP pada musim ini.
Di tengah permainan bertempo tinggi dan penuh hujan lemparan tiga angka, sulit membayangkan pemain bertubuh tinggi dan besar bisa mendominasi NBA. Namun, fenomena unik terjadi musim ini. Para pemain bertubuh raksasa mendominasi mutlak, membuat NBA seakan-akan kembali ke abad lalu.
Tiga raksasa menjadi kandidat terdepan peraih gelar Most Valuable Player (MVP) musim ini. Mereka adalah Giannis Antetokounmpo (Milwaukee Bucks), Joel Embiid (Philadelphia 76ers), dan Nikola Jokic (Denver Nuggets). Para pemain dengan tinggi di atas 2,1 meter ini masuk jajaran tiga besar dalam tangga Most Valuable Player (MVP) yang dirilis oleh NBA pada Kamis (7/4/2022).
Jokic adalah calon terkuat dengan sumbangan rerata 27 poin, 13,7 rebound, dan 7,9 asis. Dia menjadi mesin skor sekaligus pengatur serangan Nuggets yang tampil sepanjang musim tanpa dua bintang, Jamal Murray dan Michael Porter Jr, akibat cedera. Center setinggi 2,11 meter dengan tubuh gempal itu mengantar Nuggets lolos playoff lewat rekor impresif, 47 menang – 33 kalah.
Pemegang gelar MVP musim lalu itu juga unggul dalam statistik Player Efficiency Rating (PER), 32,89. Angka PER miliknya merupakan yang tertinggi dalam sejarah NBA. Adapun PER menghitung produktivitas pemain per menit dari gabungan segala aspek, mulai dari poin, asis, hingga turnovers.
Sejak 2015, pemain dengan PER tertinggi selalu keluar sebagai MVP. “Semua orang mengira Embiid akan memenangkan MVP pada paruh musim ini. Tetapi, kemudian, performa 76ers menurun. Sejak jeda All-Star, Jokic bermain semakin luar biasa. Jokic memperlihatkan konsistensi itu sepanjang tahun. Dia pantas mendapatkannya lagi,” kata Magic Johnson, legenda hidup NBA.
AP PHOTO/CHARLES KRUPA
Joel Embiid, bintang Philadelphia 76ers, melompat untuk melesakkan bola ke basket lawan pada laga NBA All Star 2022, 20 Februari 2022 lalu. Embiid merupakan salah satu kandidat peraih MVP pada musim ini.
Embiid mengejar di belakangnya. Center setinggi 2,13 meter ini mencatat rerata 30,4 poin, 11,6 rebound, dan 4,2 asis. Sampai saat ini, Embiid masih memimpin daftar pencetak skor terbanyak. Dengan tubuh kokoh dan kemampuan dribel di atas rata-rata, dia tidak terbendung saat menyerang.
Kemampuan mencetak skor selalu identik dengan pemenang MVP. Tak pelak, Embiid diunggulkan menyabet MVP pertamanya. “MVP bukan lagi gelar untuk pemain terbaik di tim dengan rekor terbaik, tetapi pemain dengan angka bersejarah. Embiid mencetak lebih dari 40 poin dan 10 rebound sebanyak 12 kali musim ini. Itu sangat spesial,” ucap Jalen Rose, analis NBA.
Giannis punya nilai tambah sendiri. Dia tidak memuncaki PER ataupun perolehan poin. Akan tetapi, pebasket berjuluk “Raksasa Yunani” itu menempati peringkat kedua di aspek tersebut. Padahal, dia tampil dengan jumlah menit yang lebih sedikit ketimbang Embiid dan Jokic.
Menariknya, penampilan Giannis musim ini lebih komplet dibandingkan ketika meraih MVP 2019 dan 2020 ini. Power forward bertubuh kekar setinggi 2,11 meter ini lebih konsisten dalam lemparan bebas yang menjadi titik lemahnya sepanjang kariernya.
Evolusi raksasa
Sejak 2005 – 2018, pebasket berposisi power forward dan center nyaris hilang dalam perburuan MVP. Hanya raksasa Jerman, Dirk Nowitzki, yang sukses meraih gelar pemain terbaik itu pada 2007. Sisanya, semua dimenangkan guard (8 kali) dan small forward (5 kali).
TANGKAPAN LAYAR INSTAGRAM
Delapan besar kandidat peraih MVP NBA musim 2021-2022.
Bola basket modern menuntut permainan bertempo tinggi. Hal itu menjadi anugerah bagi para pebasket bertubuh lebih kecil. Mereka mudah berlari dalam transisi. Pada awal 2010-an, pemain berposisi guard semakin diuntungkan dengan perubahan permainan yang dimulai megabintang Golden State Warriors, Stephen Curry.
Curry menjadikan lapangan NBA jadi penuh hujan lemparan tiga angka. Berkat fleksibilitas tubuh, pebasket mungil lebih mudah menembak dari jarak jauh. Adapun para raksasa lebih banyak berperan sebagai figuran. Karena itu, banyak yang menyebut era dominasi pemain besar seperti abad lalu telah berakhir.
Namun, dominasi itu bergeser mulai 2019. Giannis dan Jokic menyabet MVP dalam tiga musim terakhir. Kembalinya kuasa para raksasa semakin diakui musim ini karena tiga pemain sekaligus jadi sosok paling bersinar di liga. Mereka berkuasa mutlak.
ereka bisa berkontribusi dari area dalam maupun luar, sebagai mesin skor ataupun fasilitator. Berkat adaptasi itu pula, para raksasa pun menguasai NBA lagi seperti era 1960 -1980 silam.
Embiid, Giannis, dan Jokic, bisa mengambil-alih permainan karena beradaptasi dengan perubahan. Mereka bukanlah center tradisional yang hanya bisa bermain di bawah keranjang, di area dalam. Mereka berevolusi menjadi raksasa modern yang lebih kaya teknik, mulai dari dribel, umpan, hingga tembakan jauh.
Jokic sering disebut sebagai point center. Dia menggabungkan peran dari point guard dengan center. Dengan kecerdasan bermain basket yang tinggi, dia merupakan salah satu pembagi bola terbaik di NBA. Dia sudah 20 kali mencatat dua digit asis dalam satu laga sepanjang musim ini.
AP PHOTO/DAVID ZALUBOWSKI
Eskpresi pemain bintang Denver Nuggets, Nikola Jokic, saat melawan Golden State Warriors pada laga NBA di Arena Ball, Denver, Amerika Serikat, Jumat (11/3/2022). Jokic adalah salah satu kandidat terkuat peraih MVP pada musim ini.
Dengan tinggi menjulang, Embiid bisa efektif memasukkan tiga angka. Akurasi tembakannya dari garis tiga angka mencapai 37,1 persen. Adapun rerata akurasi lemparan tiga angka seluruh pemain di liga hanya 35,3 persen.
Teknik komplet itu juga dimiliki oleh Giannis. “Ini adalah permainan paling dewasa saya yang pernah ada. Saya melampaui batas diri. Akan tetapi, saya sadar masih ada ruang untuk berkembang lagi di masa depan,” ucap Giannis yang juga meraih MVP final pada musim lalu.
Lengkapnya kemampuan itu membuat mereka tidak terhentikan. Mereka bisa berkontribusi dari area dalam maupun luar, sebagai mesin skor ataupun fasilitator. Berkat adaptasi itu pula, para raksasa pun menguasai NBA lagi seperti era 1960 -1980 silam. Perkataan bola basket adalah permainan orang bertubuh tinggi jadi kembali relevan.