Hari terakhir seri kedua final four Proliga 2022 tampaknya jadi hari penghakiman dua tim Pertamina. Tim putri dan putra mereka gagal lolos ke grand final karena kalah telak dari lawan masing-masing.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·4 menit baca
SENTUL, KOMPAS – Hari terakhir seri kedua final four PLN Mobil Proliga 2022 di Padepokan Bola Voli Sentul, Jawa Barat, Minggu (20/3/2022) tampaknya menjadi hari penghakiman untuk dua tim Pertamina. Setelah tim putri Jakarta Pertamina Fastron gagal mendapatkan tiket ke grand final usai kalah 0-3 dari Bandung bjb Tandamata, beberapa jam kemudian tim putra Jakarta Pertamina Pertamax bernasib serupa.
Asa Pertamina Pertamax ke grand final kandas usai takluk 1-3 (23-25, 25-22, 20-25, 20-25) dari Jakarta BNI 46. Sama dengan Pertamina Fastron, kekalahan itu membuat Pertamina Pertamax terpuruk di urutan keempat atau juru kunci klasemen sementara final four dengan 0 poin hasil dari dua kekalahan 0-3.
Pertamina Pertamax memang masih menyisakan satu laga tunda menghadapi Bogor LavAni yang jadwalnya belum ditentukan. Hanya saja, laga itu tidak menentukan lagi. Walau menang, mereka tidak bisa melampaui posisi LavAni di peringkat kedua dengan 4 poin hasil dari satu kemenangan 3-0 dan satu kekalahan 2-3.
Pertamina Pertamax pun terpaut jauh di bawah Surabaya Bhayangkara Samator di puncak klasemen dengan 8 poin hasil dari satu kemenangan 3-0, satu kemenangan 3-1, dan satu kemenangan 3-2. ”Secara mental, anak-anak belum bisa bangkit dari kekalahan 0-3 dari Samator (Minggu, 13/3). Ditambah lagi, ada tuntutan untuk ke grand final. Akibatnya, mereka bermain tidak lepas dan banyak melakukan kesalahan sendiri,” ujar pelatih Pertamina Pertamax, Pascal Wilmar.
Kubu Pertamina Pertamax langsung tertunduk lesu usai laga tersebut. Para pemain dan tim kepelatihan cuma bisa terbengong di pinggir lapangan. Bahkan, Pascal berulang kali mengusap-usap kepalanya dengan wajah kosong. Saat diajak bicara, suaranya lirih tidak seperti biasanya penuh semangat dan atraktif.
Wajar saja, sama dengan Pertamina Fastron, Pertamina Pertamax adalah jawara penyisihan grup. Mereka nyaris selalu mendominasi laga-laga penyisihan grup dari putaran pertama sampai kedua. Di penyisihan, mereka mencatat rekor delapan kemenangan dan hanya menelan dua kekalahan. Tiga kemenangan diraih dengan skor telak 3-0, empat kemenangan dengan skor 3-1, dan satu kemenangan dengan skor 3-2.
Namun, pada final four, aura sangar Pertamina Pertamax tidak muncul sedikit pun. Pascal mengatakan, grafik antiklimaks itu salah satunya karena faktor mental. Sebagian besar pemainnya masih muda. Secara teknis, mereka sangat bagus.
Ketika bermain tanpa tekanan tinggi, mereka bisa sangat superior atas lawan-lawannya. Sebaliknya, saat berlaga di tengah tekanan, kemampuan asli mereka tidak muncul. Padahal, dari sisi taktik strategi, tidak ada perubahan.
Mungkin karena mereka mayoritas pemain muda dan ada tuntutan menang, permainan jadi tidak lepas. Padahal, tim kepelatihan terus mengingatkan bermain serileks mungkin seperti dalam latihan. Tapi, kalau sudah urusan mental atau psikologis, itu tidak bisa diperbaiki begitu saja.
”Mungkin karena mereka mayoritas pemain muda dan ada tuntutan menang, permainan jadi tidak lepas. Padahal, tim kepelatihan terus mengingatkan bermain serileks mungkin seperti dalam latihan. Tapi, kalau sudah urusan mental atau psikologis, itu tidak bisa diperbaiki begitu saja. Kalau mental sudah kena, permainan jadi tidak mengalir, kesalahan banyak dilakukan, dan sulit untuk bangkit. Belum lagi, komunikasi antar pemain tidak jalan,” kata Pascal.
Kapten sekaligus setter Pertamina Pertamax, Jasen Natanael Kilanta sependapat. Karena banyak pemain muda, lanjut Jasen, mereka cenderung berapi-api atau punya semangat berlebihan. Itu ibarat pisau bermata dua.
Di satu sisi bisa menguntungkan, terutama pada penyisihan grup yang tekanannya tidak terlalu besar. Di sisi lain justru bisa merugikan seperti pada laga-laga krusial selama final four. ”Di momen ini, semangat berlebihan itu jadi bumerang untuk kami. Pemain jadi lebih sering terburu-buru untuk mengejar ketertinggalan ataupun kemenangan. Akibatnya jadi banyak melakukan kesalahan sendiri yang merugikan tim,” tuturnya.
Perebutan peringkat ketiga
Walau gagal ke grand final, Pertamina Pertamax masih berpeluang untuk merebut peringkat ketiga atau medali perunggu. Dalam laga yang berlangsung, Minggu (27/3) itu, mereka akan bertemu lagi dengan BNI 46 yang berada di tempat ketiga klasemen sementara final four dengan 3 poin hasil dari satu kemenangan 3-0, satu kekalahan 1-3, dan satu kekalahan 0-3.
Pascal menuturkan, dia memilih fokus mengembalikan mental pemain. Kalau mental kembali seperti semula, dirinya optimis tim bisa mengalahkan BNI 46 dalam laga pekan depan. ”Kami akan menyiapkan tim sebaik mungkin, terutama dari mental atau kepercayaan diri,” tegasnya.
Pelatih BNI 46 Samsul Jais menyampaikan, kemenangan kali ini bakal menjadi bahan evaluasi timnya untuk bertemu lagi dengan Pertamina Pertamax. Yang jelas, semua kelebihan tim dari sisi servis, pengembalian bola pertama, dan blok mesti dipertahankan.
”Selebihnya, kami perlu membaca dulu data statistik permainan hari ini. Kami pastinya akan terus mencecar titik lemah mereka. Pola permainan mereka mungkin tidak akan jauh berubah. Tinggal nanti, mental yang menentukan. Siapa yang lebih siap, itu yang memenangi laga,” ujarnya.
Menurut outside hitter BNI 46 Sigit Ardian, kemenangan kali ini tidak bisa sepenuhnya menjadi tolok ukur laga perebutan peringkat ketiga. Pastinya, kedua tim akan berbenah untuk menjadi yang terbaik dalam laga tersebut.
”Tapi, setidaknya, kami bisa menangkap sisi positif dan negatif tim sendiri maupun lawan untuk persiapan laga perebutan peringkat ketiga. Kami harus tampil lepas agar semua kemampuan terbaik keluar. Kalau tegang atau kurang santai, permainan malah jadi banyak error-nya,” pungkas Sigit.