Tersingkirnya Juventus membuat Italia tanpa wakil di babak perempat final Liga Champions Eropa, dua musim beruntun. Paceklik prestasi Italia di kompetisi itu telah berlangsung sejak 2011 silam.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·5 menit baca
TURIN, KAMIS — Capaian tim nasional Italia meraih trofi Piala Eropa 2020 ternyata hanya sebuah fatamorgana terkait upaya klub-klub Liga Italia Serie A menduplikasi prestasi itu di Liga Champions Eropa. Predikat Serie A sebagai salah satu kompetisi terbaik di Eropa kian diragukan seiring keringnya prestasi mereka di ajang internasional dalam 11 tahun terakhir.
Periode paceklik trofi ”Si Kuping Besar”, yang kini tengah dialami tim-tim Italia, memang belum sepanjang periode 1969 hingga 1985 silam. Akan tetapi, kiprah klub-klub asal Italia akhir-akhir ini adalah yang terburuk sepanjang sejarah.
Sejak Inter Milan meraih gelar treble (tiga trofi semusim), termasuk Liga Champions di final edisi 2010, hanya Juventus yang sempat dua kali melaju ke final kompetisi itu, yaitu pada edisi 2014-2015 dan 2016-2017. Namun, ketika itu, ”Si Nyonya Besar” bertekuk lutut di hadapan dua raksasa Spanyol, Barcelona dan Real Madrid.
Adapun pada periode ”kegelapan” sebelumnya, yang berlangsung selama 16 tahun, yaitu 1969-1985, terdapat empat partai puncak yang melibatkan tim Italia. Hal itu dirasakan Inter Milan pada musim 1971-1972 yang dikalahkan Ajax Amsterdam (Belanda). Ajax lalu kembali menumbangkan tim Italia lainnya, Juve, pada laga final edisi berikutnya, 1972-1973.
Sebelum Juve akhirnya menduduki singgasana Eropa untuk pertama kalinya pada 1985, seusai mengalahkan Liverpool, klub Italia tampil pada dua final lainnya. Pada final 1983, Juve dikalahkan Hamburg SV (Jerman). Lalu, AS Roma dibenamkan Liverpool (Inggris) melalui adu penalti pada final 1984.
Tak pelak, tersingkirnya Juve di babak 16 besar Liga Champions seusai dilibas Villarreal 0-3 (agregat 1-4) di Turin, Kamis (17/3/2022) dini hari WIB, membuat publik Italia bereaksi keras. Inter juga tersingkir di babak yang sama. Adapun dua wakil Italia lainnya, Milan dan Atalanta, kandas lebih dini, yaitu di babak penyisihan grup.
Sebagai perbandingan, Liga Inggris dan Liga Spanyol masing-masing mampu meloloskan tiga wakilnya di babak perempat final musim ini. Keenam klub itu adalah Liverpool, Manchester City, Chelsea, Real Madrid, Atletico Madrid, dan Villarreal. Adapun dua wakil lainnya berasal dari Jerman (Bayern Muenchen) dan Portugal (Benfica).
Menuntut keseriusan
Publik Italia menuntut keseriusan klub-klub mereka untuk berbenah di Eropa. Ariggo Sacchi, pelatih legendaris Italia, menilai, menjuarai Liga Champions tidak bisa hanya mengharapkan keajaiban. Menurut dia, Juventus dan tim-tim Italia lainnya harus segera mencari jawaban dari kegagalan bersaing di level elite Eropa.
”Dalam beberapa musim terakhir, kesuksesan di kejuaraan Eropa didasari inovasi dan permainan yang berani. Tidak bisa lagi tim-tim yang tampil tanpa inisiatif menguasai pertandingan untuk berharap menjadi tim terbaik di Eropa,” ujar Sacchi menyindir Juve, tim yang tampil pasif dan pragmatis.
Kritik Sacchi itu cukup beralasan mengingat tidak ada wakil Italia di perempat final Liga Champions dalam dua musim terakhir. Sejak Italia diwakili empat tim pada kompetisi antarjuara Eropa itu sejak musim 1999-2000, catatan buruk itu adalah yang kedua kalinya terjadi. Tren buruk serupa pernah terjadi pada musim 2000-2001 dan 2001-2002 silam.
Akan tetapi, setelah kegagalan beruntun itu, tiga tim terbaik di Italia, yaitu Milan, Juve, dan Inter, langsung berbenah pada musim berikutnya. Alhasil, ketiga tim itu bisa menembus semifinal. Milan dan Juve bahkan menciptakan final sesama klub Italia pada 2003 silam.
Juve punya masalah lebih besar yang meliputi hilangnya identitas permainan dan kurangnya hasrat pemain untuk bersaing di Liga Champions.
Menurut Pemimpin Redaksi La Gazzetta dello Sport Stefano Barigelli, kegagalan empat tim Italia di Liga Champions musim ini adalah tanda ketidakmampuan Italia bersaing dengan tim-tim terbaik Eropa. Menurut dia, klub-klub Serie A dihadapkan pada tantangan yang kompleks untuk membenahi prestasinya pada musim depan.
Penguatan skuad
Tantangan dimaksud adalah terkait kualitas skuad klub-klub Italia yang kini tertinggal dari tim-tim besar asal Spanyol, Inggris, dan Jerman. Maka itu, penguatan skuad harus menjadi prioritas klub-klub Italia untuk bisa kembali bersaing di level elite kompetisi Eropa.
”Namun, menghadirkan pemain baru bukanlah hal mudah karena krisis finansial yang dialami mayoritas tim Italia dalam dua musim terakhir. Mereka harus terlebih dulu meningkatkan pendapatan agar bisa berinvestasi lebih baik untuk tim, lalu baru memikirkan perbaikan di sisi teknis permainan,” ujar Barigelli.
Adapun dua mantan pemain Juve, Patrice Evra dan Claudio Marchisio, menekankan pentingnya upaya pembenahan skuad agar Si Nyonya Besar bisa keluar dari ”kutukan” di babak 16 besar pada musim-musim berikutnya. Evra menyoroti performa lini tengah Juve yang mengecewakan sehingga gagal menghadirkan kreativitas untuk membongkar pertahanan berlapis Villarreal.
”Anda bisa mengatakan Juve dikutuk di Liga Champions jika kembali gagal di final. Tetapi, apabila tiga tahun berturut-turut gugur di babak 16 besar, maka Juve punya masalah lebih besar yang meliputi hilangnya identitas permainan dan kurangnya hasrat pemain untuk bersaing di Liga Champions,” ujar Marchisio kepada Amazon Prime Video.
Meskipun demikian, Pelatih Juventus Massimiliano Allegri enggan menyalahkan para pemainnya yang kehilangan fokus pada 15 menit terakhir laga di Turin. Setelah sempat menguasai permainan selama 75 menit, Juve dihukum oleh tiga gol ”Si Kapal Selam Kuning”, julukan Villarreal, pada 12 menit terakhir laga itu.
”Kami sangat naif karena melakukan dua pelanggaran yang mengakibatkan gol lawan lewat penalti. Kami kehilangan kontrol permainan seusai kebobolan gol pertama,” ucap Allegri.
Kekalahan tiga gol tanpa balas dari Villarreal menjadi kekalahan kedua terburuk Juve di kandang pada ajang Liga Champions. Sebelumnya, Juve menderita kekalahan memalukan, 1-4, dari Bayern di penyisihan grup musim 2008-2009.
Kekalahan agregat 1-4 dari Villarreal juga memperpanjang rekor buruk Juve yang selalu gagal lolos dari babak 16 besar sejak musim 2019-2020. Mereka sebelumnya juga disingkirkan Olympique Lyon dan FC Porto. (REUTERS)