Chelsea Menunggu Waktu Menjadi ”Titanic”
Ketergantungan Chelsea terhadap kedermawanan Roman Abramovich menghadirkan malapetaka. Pembekuan aset Abramovich berpotensi menjeremuskan ”Si Biru” ke krisis finansial dalam waktu dekat.
Sanksi pembekuan aset Roman Abramovich terbukti telah menghadirkan efek besar bagi Chelsea, terutama di sisi finansial. ”Si Biru” yang selama ini bergelimang materi berkat suntikan dana tak terbatas dari Abramovich akan menghadapi kenyataan baru. Mereka terancam mengikuti jejak kapal legendaris, Titanic, yang karam.
Titanic karam dan tenggelam pada pelayaran perdana dari Southampton, Inggris, menuju New York, Amerika Serikat, 15 April 1912. Meski dikenal sebagai kapal termewah, terbesar, dan tercanggih pada zamannya, Titanic tidak bisa melawan bekunya gunung es di Samudra Atlantik.
Baca juga: Aset Abramovich Dibekukan, Chelsea Masuki Era Ketidakpastian
Hal serupa juga akan dialami Chelsea. Sejak dikuasai Abramovich pada 2003, Si Biru menjelma dari tim medioker menjadi tim elite Eropa.
Sulit rasanya tim lain untuk mengimbangi kekuatan finansial Chelsea di bawah sokongan Abramovich, kecuali tim-tim milik pengusaha Timur Tengah, seperti Manchester City dan Paris Saint-Germain.
Namun, serangan Rusia ke Ukraina mengubah segalanya. Abramovich tidak bisa menghindari ancaman pembekuan asetnya oleh Pemerintah Inggris per Kamis (10/3/2022).
Oleh karena itu, kemenangan Chelsea 3-1 atas Norwich City di Stadion Carrow Road, Jumat (11/3/2022) dini hari WIB, menjadi perayaan terakhir klub itu dalam kondisi normal. Mereka masih didukung oleh suporter yang datang menyaksikan duel di laga tandang, seragam tim masih terpasang sponsor, dan ongkos perjalanan mereka tidak dibatasi.
Baca juga: Abramovich Pergi, Chelsea di Ambang Turbulensi Finansial
Gol-gol Chelsea yang diciptakan Trevoh Chalobah, Mason Mount, dan Kai Havertz dirayakan bersama dengan para suporter, yang menempuh perjalanan sekitar 190 kilometer untuk langsung menyaksikan laga itu di Norwich. Di sisi lain, para pendukung juga terus menyanyikan yel-yel untuk sang pemilik, Roman Abramovich, di dua babak pada duel di Carrow Road itu.
Pemandangan itu tidak akan lagi terlihat di sisa musim ini. Seiring sanksi pembekuan aset Abramovich, Chelsea dilarang meraup keuntungan dan menjalankan kegiatan finansial sejak Kamis kemarin.
Maka dari itu, pendukung tidak bisa lagi hadir di stadion pada laga kandang, kecuali mereka yang telah memegang tiket musiman di Stadion Stamford Bridge.
Tak hanya itu, Asosiasi Sepak Bola Inggris (FA) dan Premier League melarang pula Si Biru menjual tiket untuk laga tandang. Alhasil, tiket laga tandang Chelsea melawan Middlesbrough di babak perempat final Piala FA yang penjualannya dibuka, Kamis, batal dijual melalui toko daring klub.
Baca juga : Akhir Pelik Roman Abramovich di Chelsea
Manajer Chelsea Thomas Tuchel, seusai laga, mengakui Chelsea akan menghadapi masa ketidakpastian seiring keputusan yang selalu hadir mengejutkan di setiap hari.
”Kami akan menghadapi kondisi ini hari per hari. Kemarin, saya tidak tahu (sanksi) ini akan datang, lalu saya juga tidak tahu apa yang terjadi besok,” kata Tuchel.
Meski begitu, dirinya dan seluruh skuad Si Biru tetap berkomitmen untuk memenuhi ambisi mereka berjuang meraih hasil terbaik di Liga Inggris, Piala FA, dan Liga Champions.
Selama kami memiliki baju yang cukup dan sebuah bus untuk bepergian ke pertandingan, kami akan datang dan tampil dengan kemampuan terbaik.
”Selama kami memiliki baju yang cukup dan sebuah bus untuk bepergian ke pertandingan, kami akan datang dan tampil dengan kemampuan terbaik,” tutur juru taktik asal Jerman itu.
Baca juga: Abramovich, Pemilik Chelsea, Jadi Juru Damai Rusia-Ukraina?
Komitmen Tuchel dan pemain Chelsea tidak perlu lagi diragukan. Sebagai sosok profesional, mereka tentu ingin tetap berprestasi di akhir musim ini dengan seragam Chelsea.
Namun, ambisi mereka itu tentu akan terganggu dengan aturan Pemerintah Inggris yang hanya mengizinkan dana operasional laga tandang sebesar 20.000 pounds (Rp 375,5 juta). Menurut sumber Chelsea kepada BBC, dana itu tidak cukup apabila melakukan perjalanan antarnegara.
Gaji terancam
Selain itu, pemain dan staf pelatih Chelsea juga di ambang ketidakpastian untuk mendapat gaji mereka. Pemerintah Inggris memang telah mengeluarkan lisensi agar Chelsea tetap bisa membayar gaji seluruh elemen klub setidaknya hingga akhir musim ini, 31 Mei 2022. Namun, lisensi itu tidak menjamin gaji pelatih dan staf bisa dibayar penuh dan tepat waktu.
”Pengeluaran gaji Chelsea sekitar 28 juta pounds (Rp 524,8 miliar) per bulan, tetapi dalam laporan terkini, Juni 2021, mereka hanya memiliki 16 juta pounds (Rp 299,9 miliar) di akun bank. Selama ini, Abramovich yang menyuntikkan dana operasional untuk kebutuhan reguler klub dan itu tidak bisa lagi dilakukan,” ujar Kieran Maguire, penulis finansial BBC.
Baca juga: Solidaritas atas Ukraina, Rusia Dikucilkan dari Olahraga
Berdasarkan laporan Swiss Ramble, Abramovich mengeluarkan dana 365 juta pounds (Rp 6,84 triliun) untuk operasional klub selama lima tahun terakhir. Tidak ada klub Eropa yang menerima dana dari pemilik sebesar itu dalam periode yang sama.
Selain itu, Abramovich melalui perusahaannya, Fordstam, memberikan pinjaman dengan akumulasi sebesar 1,5 pounds (Rp 21,57 triliun) sejak 2003.
Kehilangan pemasukan
Di luar lapangan hijau, Chelsea mustahil pula mempertahankan performa hebat. Larangan untuk menjual tiket penonton dan penjualan cenderamata membuat Chelsea kehilangan ratusan juta euro.
Dua larangan itu membuat Chelsea juga akan ditinggalkan sponsor utama perusahaan telekomunikasi, Three, yang telah mengajukan surat pembatalan kontrak di sisa musim ini. Kemudian, dalam sejumlah laporan media di Inggris, Nike juga berpotensi akan mengakhiri kerja sama dengan Chelsea seiring larangan penjualan merchandise klub.
Baca juga: Hentikan Perang, Sepak Bola Sebarkan Cinta
Padahal, tiket penonton, penjualan merchandise, dan kontrak komersial menjadi sumber pundi-pundi Chelsea. Menurut laporan Football Money League 2021, Chelsea mendapat dana sebesar 54,5 juta pounds (Rp 1,02 triliun) selama musim 2019-2020 dari akumulasi penjualan tiket dan merchandise. Jumlah itu setara 13 persen dari total pendapatan Chelsea sebesar 411,9 juta pounds (Rp 7,72 triliun).
Adapun dari kerja sama komersial, Chelsea meraih 174,9 juta pounds (Rp 3,27 triliun) atau menyumbang 43 persen dari total pemasukan. Dari jumlah itu, 100 juta pounds (Rp 1,87 triliun) berasal dari Three dan Nike.
Kontrak Three yang berdurasi empat tahun sejak 2020 bernilai 40 juta pounds (Rp 749,7 miliar) per tahun. Sementara itu, kerja sama Nike dengan Chelsea berlangsung sejak 2016 yang berdurasi selama 15 tahun dengan nilai 60 juta pounds (Rp 1,12 triliun) per tahun.
Selain itu, Chelsea juga memiliki dua sponsor lain, yaitu Hyundai di lengan jersi tanding, serta Trivago untuk jersi latihan. Nilai kontrak Hyundai adalah 6 juta pounds (Rp 112,4 miliar), lalu kerja sama dengan Trivago bernilai 10 juta pounds (Rp 187,4 miliar) per tahun.
Baca juga: Tenis Tidak Lebih Penting dari Perdamaian
Kerugian terbesar
Meski mendapat dukungan dana dari Abramovich selama satu dekade terakhir, Chelsea tetap menjadi klub dengan kerugian operasional terbesar di Inggris. Menurut Swiss Ramble, mereka mencatatkan kerugian operasional mencapai 1,4 miliar pounds (Rp 26,23 triliun) pada periode 2011-2021.
Pada musim 2020-2021, kerugian operasional Chelsea mencapai 159 juta pounds (Rp 2,97 triliun). Itu menjadi jumlah kerugian operasional terbesar dalam semusim di era Abramovich.
Selain itu, sejak tahun 2004, Chelsea hanya lima kali mencatatkan neraca keuangan positif pada laporan finansial tahunan. Hal itu terjadi pada tahun 2012, 2014, 2017, 2018, dan 2020.
Pada 13 tahun lainnya, laporan keuangan Chelsea merah alias mencatatkan kerugian. Dalam tiga tahun di antaranya, yaitu 2005, 2019, dan 2021, neraca keuangan Chelsea mencatatkan minus hingga lebih dari 100 juta pounds. Pada laporan 2021, Chelsea mengumumkan kerugian terbesar dengan nilai mencapai 156 juta pounds (Rp 2,92 triliun).
Baca juga: Adiksi Trofi, Chelsea Ingin Sapu Gelar
Berdasarkan jumlah kerugian di tahun 2021, catatan keuangan Chelsea hanya lebih baik dari Barcelona, Inter Milan, Juventus, dan AS Roma. Barcelona, misalnya, dirundung utang besar sehingga harus menunda pembayaran gaji pemain hingga harus melepas sang ikon, Lionel Messi, karena tidak bisa memperpanjang kontrak pada musim panas 2021.
Hal serupa juga dialami Inter Milan dan Juventus yang harus rela melepas dua sumber gol di awal musim ini. Inter menjual Romelu Lukaku ke Chelsea dan Juventus kehilangan Cristiano Ronaldo, yang pulang ke Manchester United, demi kedua klub itu mengurangi pengeluaran.
Dalam beberapa musim terakhir, melepas bintang memang tidak perlu dilakukan Chelsea karena adanya dukungan dana dari Abramovich. Namun, seiring pembekuan aset Abramovich sulit rasanya bagi Chelsea untuk menjaga privilese finansial itu.
Pat Nevin, mantan pemain Chelsea, dalam analisisnya kepada BBC Radio 5, menuturkan, Chelsea tidak akan lagi sama setelah pembekuan aset Abramovich. Mustahil, katanya, Chelsea bisa menjaga stabilitas di dalam internal yang tercipta dalam 19 tahun terakhir di bawah rezim Abramovich.
”Tidak ada yang tahu apa yang terjadi dengan Chelsea. Bukan sebuah hiperbola apabila masa depan klub dalam bahaya yang amat serius,” kata Nevin.
Baca juga: Takhta Dunia Chelsea untuk Abramovich
Chelsea mungkin tidak akan mengalami kendala untuk merampungkan seluruh kewajiban, terutama gaji pemain, di musim ini yang tersisa dua bulan. Namun, nasib Chelsea seakan tidak menentu di musim depan.
Lisensi khusus yang dikeluarkan Pemerintah Inggris pun tidak membahas cara klub untuk mempersiapkan musim depan. Andai masih penuh ketidakpastian terkait hak finansial, Chelsea hanya menunggu waktu untuk ”karam” dan memasuki era krisis keuangan.