Manchester City membawa pulang tiga poin penuh makna dari lawatan ke markas Everton, Minggu WIB. Meski begitu, kontroversi VAR memayungi kemenangan yang diraih sang pemuncak klasemen.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·4 menit baca
LIVERPOOL, MINGGU — Sulit rasanya untuk menghadang Manchester City yang mulai menyalakan sinyal tanda bahaya ketika ada tim mulai mengusik singgasana mereka di puncak klasemen Liga Inggris. Penguasa Inggris yang telah menduduki takhta tiga kali dalam empat musim terakhir itu seakan tidak pernah kehabisan cara untuk keluar dari masalah yang bisa menjauhkan dari kemenangan.
Hal itu terlihat dalam laga pekan ke-27 melawan Everton di Stadion Goodison Park, Minggu (27/2/2022) dini hari WIB. City menang 1-0 lewat gol tunggal yang dicetak Phil Foden ketika laga memasuki delapan menit akhir di waktu normal babak kedua.
Kemenangan itu memang seperti menunjukkan betapa City kesulitan menumbangkan Everton yang hanya berada di peringkat ke-17 atau satu strip di atas zona degradasi. Namun, dalam laga itu, City laiknya tim penguasa di liga-liga Eropa lainnya yang selalu menemukan cara untuk menyegel tiga poin tanpa perlu selalu bermain dengan performa terbaik.
Dalam laga itu, City memang tidak bermain cemerlang, terutama dalam urusan efektivitas serangan. ”The Citizens” mengoleksi delapan tembakan tepat sasaran. Hanya saja, tujuh dari total peluang itu masih terlalu mudah untuk diantisipasi kiper Everton, Jordan Pickford.
Gol yang ditunggu-tunggu City akhirnya tiba setelah bek Everton, Michael Keane, gagal menyapu umpan gelandang serang City, Bernardo Silva, yang tidak sempurna diblok Mason Holgate. Bola mengarah kepada Foden yang telah berada di belakang Keane.
Tanpa kesulitan Foden menaklukkan Pickford, koleganya di tim nasional Inggris. Gol itu disambut oleh para pendukung City yang memadati tribune tim tamu di Goodison Park.
Manajer City Pep Guardiola mengatakan, timnya bermain buruk di babak pertama. Kemudian, lanjutnya, City tampil lebih baik di babak kedua untuk mengontrol pertandingan.
”Kami melakukan segalanya untuk menang. Kami mencoba dan terus mencoba mengancam gawang mereka. Kami akhirnya mendapatkan keberuntungan yang baik dan Phil (Foden) mencetak gol,” kata Guardiola seusai laga kepada Sky Sports.
Lebih lanjut Guardiola mengatakan, timnya tidak boleh lengah meskipun kembali unggul enam poin atas Liverpool yang memiliki satu tabungan laga. Menurut dia, semua pemainnya harus menunjukkan performa tak kenal lelah untuk terus mencoba menyerang lawan demi menghadirkan jalan keluar menghasilkan gol yang dibutuhkan.
”Kami memiliki 11 pertandingan untuk mengakhiri Premier League (musim ini). Semua pemain saya mengatakan ambisi mereka untuk memenangi semua pertandingan tersisa,” katanya.
Kemenangan atas Everton bermakna besar bagi Guardiola. Sebelum masuk ke dalam ruang ganti, Guardiola menghampiri pendukung City yang hadir langsung di Liverpool.
Juru taktik asal Spanyol itu tersenyum dan memberikan gestur ciuman di udara untuk mengapresiasi dukungan para suporter kepada skuadnya. Para pendukung pun membalas dengan menyanyikan yel-yel tentang Guardiola.
Kami melakukan segalanya untuk menang. Kami mencoba dan terus mencoba mengancam gawang mereka. (Pep Guardiola)
Sementara itu, Manajer Everton Frank Lampard sependapat dengan Guardiola. Ia menganggap pada babak pertama anak asuhannya tampil lebih baik dibandingkan sang juara bertahan, tetapi mayoritas pemain ”The Toffees” mengalami kelelahan di babak kedua sehingga intensitas tekanan menjadi menurun.
”Hasil laga ini memberikan perasaan yang campur aduk. Saya kecewa kami kalah, tetapi performa kami sangat luar biasa. Kami tampil terorganisasi, agresif, dan mencetak banyak peluang,” kata Lampard.
Kontroversi VAR
Di luar kemenangan City yang menjaga kendali di puncak klasemen, perhatian besar dari laga itu tercipta ketika bola menyentuh lengan gelandang bertahan City, Rodri, di kotak penalti sendiri saat laga memasuki menit ke-85. Wasit Paul Tierney sempat berbincang dengan asisten wasit peninjau video (VAR) hampir dua menit untuk memastikan adanya pelanggaran yang berpotensi penalti.
Setelah perbincangan itu, VAR Chris Kavanagh tidak menganggap Rodri menciptakan handball yang patut diganjar hukuman penalti. Selain itu, Kavanagh juga tidak menyarankan Tierney untuk menyaksikan tayangan ulang insiden itu dengan layar di sisi lapangan.
Insiden itu diprotes oleh semua pemain, staf pelatih, dan pendukung Everton. Asisten manajer Everton, Ashley Cole, pun langsung menghampiri Tierney di akhir laga untuk memprotes keputusan kontroversial itu. Seperti tak ingin ambil pusing, Tierney langsung meminta Cole meninggalkannya dan masuk ke dalam ruang ganti.
Lampard tak bisa menerima dengan logika keputusan VAR itu. ”Saya memiliki anak perempuan berusia tiga tahun di rumah yang bisa mengatakan bahwa (pelanggaran) itu adalah penalti,” ucapnya.
Lebih lanjut Lampard menilai, keputusan VAR itu amat krusial bagi perjuangan timnya untuk menghindari zona degradasi. ”Kami bertarung di zona bawah klasemen dan mereka (City) berjuang di papan atas. Keputusan-keputusan seperti itu sangat krusial. Ini adalah wujud inkompetensi, seseorang harus menjelaskan mengenai keputusan itu,” kata mantan manajer Chelsea itu.
Micah Richards, pengamat Liga Inggris di Sky Sports, juga menganggap Rodri melakukan handball sehingga Everton pantas diberikan tendangan penalti. Ia pun menganggap keputusan VAR dan wasit itu amat kejam bagi The Toffees.
”Kesalahan VAR sangat merugikan Everton. Jika mereka mendapat penalti dan mengakhiri laga dengan imbang, peluang mereka untuk memperbaiki klasemen lebih berbuka. Bagaimana insiden itu yang jelas terlihat handball tidak berbuah penalti?” ucap Richards.
Dengan hasil laga kontra City, Everton tertahan di peringkat ke-17. Mereka baru mengoleksi 22 poin dari 24 laga. Everton hanya unggul satu poin atas Burnley yang berada di posisi ke-18 atau batas akhir zona degradasi. (AFP)