Tim nasional Senegal memastikan satu tempat di final Piala Afrika 2021 usai menumbangkan Burkina Faso di semifinal, Kamis WIB. Sadio Mane menjadi sosok protagonis bagi penampilan gemilang ”Singa Teranga”.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·4 menit baca
YAOUNDE, KAMIS — Sadio Mane, bintang Liverpool, menunjukkan pengaruh besarnya bagi tim nasional Senegal di laga semifinal Piala Afrika 2021 untuk membenamkan Burkina Faso 3-1, Kamis (3/2/2022) dini hari WIB, di Stadion Ahmadou Ahidjo, Kota Yaounde, Kamerun. Sebuah gol dan asisnya melengkapi penampilan penuh inspirasi guna menjaga mimpi ”Singa Teranga” untuk menjadi raja Afrika untuk pertama kalinya.
Tidak salah rasanya apabila publik Senegal menaruh harapan besar kepada Mane di ajang Piala Afrika tahun ini. Mane, yang akan berusia 30 tahun pada April nanti, sudah memiliki jam terbang yang cukup untuk mengatasi tekanan pada pertandingan level tinggi.
Gelar Liga Inggris dan Liga Champions bersama Liverpool menjadi bukti Mane adalah pemain yang memiliki mental juara. Hal itu ditunjukkan Mane bersama tim Singa Teranga, julukan Senegal, di Piala Afrika Kamerun 2021.
Setelah hanya mencetak satu-satunya gol untuk Senegal di fase grup, Mane menunjukkan magisnya ketika timnya menembus fase gugur. Ia tidak pernah absen memberikan kontribusi bagi gol Senegal sejak babak 16 besar hingga semifinal.
Pemain kelahiran desa Bambali di Senegal itu mencetak satu gol ketika Senegal menyingkirkan Tanjung Verde 2-0 pada babak 16 besar lalu menghasilkan satu asis kala negaranya menjungkalkan Guinea Ekuatorial 3-1 di fase perempat final.
Pada laga semifinal melawan Burkina Faso, Mane menciptakan asis untuk gol kedua Senegal yang dicetak Idrissa Gueye, kemudian ia mengunci tiket ke final berkat gol ketiga melalui sontekan ketika waktu normal tersisa tiga menit.
Tak hanya soal kontribusi bagi gol, Mane juga menjadi pemain Senegal yang memiliki andil besar dalam kreasi serangan dan peluang. Ia menghasilkan lima umpan kunci, lima kali sukses melakukan dribel dengan tingkat keberhasilan 100 persen, serta mencatatkan tiga tembakan tepat sasaran.
Efan Ekoku, pengamat Piala Afrika di BBC Three, menilai, Mane selalu menumpahkan seluruh spirit dan kecintaannya bermain sepak bola ketika mengenakan seragam Senegal. Semua pelatih timnas, katanya, akan sangat menginginkan memiliki pemain seperti Mane yang tampil sepenuh hati di setiap laga internasional untuk membantu timnya.
”Semangat Mane seperti anak-anak berusia 18 tahun atau 19 tahun yang tidak ada habisnya. Ia benar-benar tidak egois dan ketika tampil untuk negaranya, ia tidak menunjukkan ego sama sekali,” puji Ekoku yang mengantarkan Nigeria mengangkat trofi Piala Afrika edisi 1994.
Mane menilai, Burkina Faso memberikan perlawanan yang sengit pada laga semifinal. Meski kalah, kata Mane, Burkina Faso menghadirkan sejumlah ancaman berbahaya.
”Kami sudah menduga Burkina Faso akan tampil sangat baik, tetapi kami tetap tenang dan tidak menyerah untuk menciptakan banyak kesempatan. Saya pikir kami pantas menang atas penampilan kami,” ujar Mane seusai laga.
Empat gol yang tercipta di Stadion Ahmadou Ahidjo hadir pada 20 menit akhir laga. Bek Senegal, Abdou Diallo, membuka keran gol bagi timnya pada menit ke-70 setelah memanfaatkan kemelut di muka gawang Burkina Faso yang dikawal Farid Ouedraogo.
Ia (Sadio Mane) benar-benar tidak egois dan ketika tampil untuk negaranya. Ia tidak menunjukkan ego sama sekali. (Efan Ekoku)
Singa Teranga memperbesar keunggulan enam menit berselang melalui Gueye. Burkina Faso sempat memperkecil kedudukan pada menit ke-82 melalui sepakan Blati Toure yang menggunakan lutut. Pada menit ke-87, Mane mengunci kemenangan Senegal via skema serangan balik cepat.
Kesempatan ketiga
Meskipun dikenal sebagai salah satu raksasa sepak bola Afrika sejak dekade 2000-an, Senegal belum pernah sekalipun menobatkan diri sebagai raja Afrika. Dalam dua kesempatan awal melaju ke final Piala Afrika pada edisi 2002 dan 2019, Singa Teranga selalu mengakhiri partai puncak dengan tangisan.
Kamerun mengubur mimpi generasi emas pertama Senegal yang dipimpin El Hadji Diouf. Bermain imbang 0-0 selama 120 menit, lalu Senegal tumbang 2-3 dalam drama adu penalti.
Pada tiga tahun silam, giliran Aljazair yang menumbangkan Senegal dengan skor tipis 0-1. Kala itu, Mane telah tampil dan harus mengubur mimpi untuk mengawinkan gelar Liga Champions yang diraihnya bersama Liverpool pada akhir musim 2018-2019.
”Kami memiliki momentum lagi untuk juara. Kami tahu tidak akan mudah menembus dua final Piala Afrika secara beruntun, tetapi yang terpenting bagi kami adalah berusaha keras untuk memenangkan (laga final) siapa pun lawannya,” ujar Mane.
Lawan Senegal adalah pemenang duel Mesir kontra tuan rumah Kamerun yang berlangsung, Jumat (4/2/2022) pukul 02.00 WIB. Adapun partai puncak akan diselenggarakan di Stadion Paul Biya, Kota Olembe, Senin (7/2/2022) pukul 02.00 WIB.
Pelatih Senegal Aliou Cisse juga mendapatkan kesempatan ketiga untuk membantu Senegal pertama kali menjadi penguasa Afrika. Pada kesempatan pertama, ia masih aktif bermain dan menjadi kapten Senegal di final Piala Afrika 2002.
Cisse masih ingat betul kegagalannya mengeksekusi penalti sebagai penendang kelima yang menguapkan asa Senegal menyamakan skor adu penalti dengan Kamerun. Pada edisi 2019, ia juga menyaksikan anak asuhannya dikalahkan Aljazair.
”Tujuan kami adalah memenangkan trofi karena itu pantas didapatkan oleh pemain saya yang selalu memberikan segalanya di setiap laga pada turnamen ini,” ujar Cisse.
Pada laga semifinal itu, keberhasilan Cisse membawa Senegal ke final disambut senyuman dan pelukan oleh sahabatnya, Diouf, yang hadir langsung di Kamerun. Kedua legenda sepak bola Senegal itu sempat bercengkerama beberapa saat seluruh pemain Senegal merayakan kemenangan seusai peluit panjang dibunyikan. (AFP)