Sebut Piala Dunia Bisa Tekan Gelombang Imigran Afrika, Presiden FIFA Dikritik
Presiden FIFA Gianni Infantino mendapat kecaman karena mengaitkan format baru Piala Dunia dengan imigran Afrika. Nyatanya, Piala Dunia adalah sumber utama FIFA meraup keuntungan besar.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·4 menit baca
LONDON, RABU — Presiden FIFA Gianni Infantino dikecam sejumlah organisasi penegak hak asasi manusia seiring pernyataannya terkait perubahan format waktu Piala Dunia menjadi dua tahun sekali. Infantino menyebut pelaksanaan Piala Dunia secara biennial atau dua tahunan bisa memberikan dampak signifikan guna menekan keinginan masyarakat di Benua Afrika untuk menjadi imigran ke Eropa.
Dalam pertemuan Majelis Parlemen Dewan Eropa (PACE), Selasa (25/1/2022) lalu, di Strasbourg, Perancis, Infantino menyebut visinya untuk membawa sepak bola ke seluruh sudut di dunia demi menghadirkan perubahan positif bagi komunitas. Salah satu ide yang dipaparkannya adalah pelaksanaan Piala Dunia setiap dua tahun.
Menurut dia, perubahan durasi waktu penyelenggaraan Piala Dunia akan memberikan harapan kepada lebih banyak negara untuk merasakan dampak positif dari pesta sepak bola terakbar itu. Ia menyebut Qatar, yang akan menyelenggarakan Piala Dunia 2022, akhir tahun ini, telah menunjukkan kemajuan signifikan dalam bidang hak asasi manusia seiring hadirnya pengakuan dari pakar internasional yang mengamati persiapan Piala Dunia.
Dengan Piala Dunia yang berlangsung lebih cepat, kata Infantino, hal itu bisa meningkatkan kesempatan dan kesetaraan bagi seluruh anggota FIFA. Ia yakin negara-negara yang belum pernah berpartisipasi di Piala Dunia akan memiliki peluang lebih besar tampil apabila ajang tersebut lebih rutin digelar.
”Kami ingin memberikan martabat yang setara kepada seluruh negara, bukan dengan memberi dana amal, tetapi dengan mengizinkan seluruh negara di dunia berpartisipasi. Kami perlu memberikan harapan kepada masyarakat Afrika sehingga mereka tidak perlu menyeberangi Laut Tengah demi menemukan, mungkin, kehidupan yang lebih baik, tetapi yang lebih mungkin menghadirkan kematian di laut,” ucap penggalan pidato Infantino.
Pernyataan Infantino itu mendapat kecaman dari dua organisasi pembela kesetaraan hak asasi manusia, yaitu Kick It Out dan Human Rights Watch. Direktur Eksekutif Kick It Out Tony Burnett menilai, FIFA adalah organisasi yang menciptakan keuntungan miliar dollar AS setiap tahun. Dengan keuntungan itu, lanjutnya, FIFA seharusnya lebih banyak melakukan investasi demi menciptakan dan menginspirasi hadirnya kesempatan bagi orang-orang yang tidak beruntung di seluruh dunia.
Kami ingin memberikan martabat yang setara kepada seluruh negara, bukan dengan memberi dana amal, tetapi dengan mengizinkan seluruh negara di dunia berpartisipasi. (Gianni Infantino)
”Adalah sebuah pernyataan yang tidak bisa diterima apabila pelaksanaan Piala Dunia setiap dua tahun bisa menjadi solusi bagi para imigran yang membahayakan hidup mereka, beberapa meninggalkan negara yang tengah berkecamuk perang, untuk mencari kehidupan lebih baik. Piala Dunia itu sejatinya adalah alat FIFA untuk meraih lebih banyak keuntungan,” kata Burnett di London, Rabu (26/1/2022).
Kick It Out telah lebih dari satu dekade bekerja sama dengan Premier League untuk mengampanyekan anti diskriminasi, terutama terkait rasisme, di Liga Inggris.
Hal serupa disampaikan oleh Direktur Media Human Rights Watch Andrew Stroehlein. Menurut dia, pelaksanaan Piala Dunia tidak ada hubungannya dengan isu pengungsi di dunia.
”Rekan-rekan saya di Human Rights Watch berbicara dengan para pengungsi di seluruh dunia setiap hari. Mereka tidak pernah menyebut pelaksanaan turnamen Piala Dunia,” ucap Stroehlein.
Data dari Missing Migrants Projects, sebanyak 23.383 imigran hilang setelah melewati perbatasan sejumlah negara di Laut Tengah pada periode 2014 hingga 2021. Mereka menggunakan perahu dari sejumlah negara di Afrika utara dan Turki dengan tujuan sejumlah negara Eropa, seperti Perancis, Spanyol, Italia, dan Yunani.
Terkait kecaman itu, Infantino menilai pernyataannya disalahartikan oleh sejumlah pihak. Ia menegaskan, kesetaraan kesempatan dan manfaat bagi kehadiran format baru Piala Dunia bukan hanya untuk Afrika, tetapi untuk seluruh benua.
”Saya ingin mengklarifikasi dalam pidato saya, pesan umum yang saya sampaikan adalah bahwa setiap orang yang berada pada posisi pengambilan keputusan bertanggung jawab untuk menolong perbaikan situasi orang-orang di seluruh dunia. Itu adalah komentar umum yang tidak berkaitan langsung dengan kemungkinan memainkan Piala Dunia setiap dua tahun,” kata Infantino dalam keterangan media, Kamis (27/1/2022) dini hari WIB.
Hingga saat ini, dua konfederasi sepak bola paling berpengaruh di dunia, yaitu UEFA (Eropa) dan Conmebol (Amerika Selatan), secara tegas menolak perubahan format waktu Piala Dunia. Hal itu disampaikan pula oleh klub-klub di liga elite Eropa.
Dukungan kepada FIFA baru datang dari badan sepak bola Afrika atau CAF. Selain itu, sejumlah federasi di Asia juga mendukung rencana itu, salah satunya Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI).
Tingkatkan keuntungan
Adapun perubahan jangka waktu Piala Dunia dapat memberikan peningkatan keuntungan FIFA. Dibandingkan Piala Dunia setiap empat tahun, Piala Dunia dalam dua tahun sekali akan meningkatkan pendapatan FIFA hingga 3,3 miliar pound sterling atau sekitar Rp 63,74 triliun.
Hal itu diungkapkan Kepala Pengembangan Sepak Bola Global FIFA Arsene Wenger dalam pertemuan virtual dengan 211 asosiasi sepak bola dunia, akhir Desember 2021 lalu. Wenger menyebut, penambahan keuntungan itu berasal dari tiket penonton, hak siar media, dan kontrak sponsor.
Peningkatan keuntungan itu, kata Wenger, akan dialokasikan untuk meningkatkan dana hibah kepada federasi nasional anggota FIFA. Setidaknya setiap negara berpotensi menerima tambahan dana 12,1 juta pound sterling (Rp 233,7 miliar).
”Dana itu bertujuan untuk mengurangi jurang kesenjangan antara negara kaya dan miskin. Selain itu, juga bisa meningkatkan kesempatan pemain dari negara-negara miskin untuk menerima pengembangan talenta secara maksimal,” ujar Wenger. (REUTERS)