Skuad Patriots, timnas muda Indonesia, musim ini tidak memiliki bakat segemerlap musim lalu. Namun, para pemain muda ini punya gairah besar untuk bisa mencapai potensi terbaiknya.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Indonesia Patriots memperlihatkan karakter mesin diesel dalam tiga laga awal IBL 2022. Skuad berisi kumpulan pebasket muda terbaik di Tanah Air ini memang belum konsisten karena baru mampu bangkit pada paruh kedua. Sisi positifnya, mereka menampilkan gairah dan daya juang hingga akhir laga. Modal ini amat penting untuk mencapai tujuan utama tim, yaitu berkembang secara persisten.
Karakter lambat panas ini kembali ditunjukkan skuad asuhan pelatih Milos Pejic pada laga melawan Amartha Hangtuah Jakarta, di Hall Basket Senayan, Kamis (20/1/2022). Memulai kuarter ke empat dengan ketinggalan 12 poin, 43-55, Patriots punya kans membalikkan keadaan lewat laju poin, 15-5.
Sayangnya, Ali Bagir dan rekan-rekan tidak mampu mencetak poin pada penguasaan terakhir saat waktu tersisa 16 detik. Mereka pun takluk, 58-60, dari Hangtuah, yang tengah di atas angin lewat tiga kemenangan beruntun pada awal musim.
Kata Pejic, hasil ini merupakan kekalahan manis untuk para pemain muda. “Ini adalah pengalaman berharga. Percayalah pada saya. Kami bertahan dengan baik. Namun, saya tidak tahu mengapa mereka masih grogi di babak pertama. Mungkin mereka terlalu berharap banyak pada diri sendiri,” ucap mantan pelatih timnas U-18 Iran ini.
Kebangkitan Patriots menjadi sesuatu yang biasa. Pada kuarter pamungkas di tiga laga musim ini, mereka telah mencetak 45 poin dan hanya kemasukan 26 poin. Namun, ledakan di kuarter empat tersebut hanya berbuah satu kemenangan. Mereka tertinggal terlalu jauh pada tiga kuarter awal.
Patriots bisa bangkit berkat semangat pantang menyerah khas pemain muda. Mereka mampu melihat lawan yang mulai lengah saat ungul jauh, bagai predator yang mencium bau darah. Percikan itu salah satunya hadir berkat penampilan impresif guard cadangan, Mario Davidson.
Mario yang selalu masuk dari bangku cadangan mencatatkan rerata 15,3 poin. Adik kandung dari pebasket Prawira Bandung, Andre Adriano, ini juga menyumbang 18 poin dalam 32 menit dalam laga melawan Hangtuah. Dengan tinggi badan 1,83 meter dan tubuh langsing, dia sangat lincah menerobos ke area dalam lawan.
Kemenangan, menurut Pejic, bukan hal terpenting untuk pengembangan pemain Patriots saat ini. Para pemain dengan rerata usia 19 tahun ini butuh pengalaman bertanding sebanyak mungkin. Karena itu, Pejic lebih ingin para pemain menjalankan sistem yang sudah dilatih, walaupun berujung kalah.
“Saya punya 17 pemain. Semuanya hanya punya satu tujuan, yaitu berkembang lebih baik setiap hari. Kami baru bermain tiga pertandingan. Perkembangan kami akan terlihat nanti setelah 2 atau 3 seri berlalu. Tentu kami ingin menang, tetapi mengembangkan diri jauh lebih penting,” ujar pelatih yang mengantar Satria Muda Pertamina Jakarta menjadi juara IBL 2021.
Kehilangan penembak
Meskipun rekor kemenangan belum optimal, sekali menang dan dua kali kalah, penampilan Patriots musim ini cukup menjanjikan. Mereka masih mampu bersaing dengan tim IBL di tengah kehilangan pemain penting musim lalu, seperti Yudha Saputera dan Muhamad Arighi.
Ini adalah pengalaman berharga. Percayalah pada saya. Kami bertahan dengan baik. Namun, saya tidak tahu mengapa mereka masih grogi di babak pertama.
Apalagi, Patriots harus menghadapi tim lawan yang diperkuat pemain asing. Pemain asing punya keunggulan fisik di atas rata-rata pemain lokal. Tantangan ini jauh berbeda dibandingkan dengan musim lalu, ketika seluruh tim IBL hanya menggunakan pemain lokal.
Antonius Ferry Rinaldo, pelatih Hangtuah, melihat Patriots musim ini punya banyak pemain dengan ukuran tubuh lebih tinggi dan besar. Namun, mereka kekurangan guard yang memiliki kualitas untuk mengatur serangan dan menembak bola.
“Secara sistem tidak ada perbedaan, tetapi yang menjalankan berbeda. Shooter mereka hanya Aldy (Izzatur). Guard yang musim lalu seperti Hendrik Yonga, Arighi, Yudha, tidak ada lagi. Itu yang membuat mereka tidak banyak pilihan dalam serangan,” kata Inal, sapaan mantan bintang basket nasional ini.
Terbukti, akurasi lemparan tiga angka Patriots sangat rendah dalam laga tadi, hanya 9 persen (2-21). Hanya Ali pemain andalan yang tersisa dari musim lalu, yang mampu mengeksekusi lemparan tiga angka. Sisanya gagal. Mereka pun lebih terfokus mencari poin lewat penetrasi ke dekat keranjang.
Sebagai pelatih yang mengutamakan pertahanan, Pejic tidak terlalu memusingkan problem serangan timnya. Menurut pelatih asal Serbia ini, semua hanya masalah waktu sampai serangan anak asuhnya bisa mengalir. Para pemain Patriots masih beradaptasi dengan sistem serangan tim.
“Butuh waktu cenderung singkat untuk mempersiapkan pertahanan bagus. Pertahanan kami sudah mendekati level IBL. Lain halnya dengan serangan yang butuh waktu lebih. Ada dua hal yang penting dalam menyerang, yakni bakat dan pengalaman. Kami punya bakat, tetapi belum punya pengalaman,” pungkasnya.