Era “Big Three” Belum Akan Berakhir
Musim 2021 melahirkan rivalitas baru pada tenis putra, antara Novak Djokovic dan para petenis eks Next Gen. Dengan kondisi Djokovic yang masih prima, era “Big Three” belum akan berakhir pada musim 2022.
Rivalitas baru di dunia tenis yang muncul pada 2021 terjadi antara petenis nomor satu dunia asal Serbia, Novak Djokovic (34), dengan dua petenis yang berusia satu dekade lebih muda, Daniil Medvedev (25) dan Alexander Zverev (24). Hal itu terjadi setelah dua petenis “Big Three” lainnya tak bisa tampil maksimal pada sepanjang 2021.
Rafael Nadal (35) terganggu cedera kaki kiri sejak pertengahan musim. Adapun Roger Federer (40) harus menjalani dua kali operasi lutut kanan, hingga dia hanya tampil dalam lima turnamen dan kini berperingkat ke-16 dunia.
Dalam situasi tersebut, Djokovic bersaing dengan petenis eks generasi Next Gen, progran ATP bagi pembinaan petenis muda. Persaingan Djokovic-Medvedev, misalnya, terjadi tiga kali di laga final.
Baca juga: Sejarah 52 Tahun yang Gagal Terulang
Medvedev akhirnya mencuri kemenangan dari ajang Grand Slam, yang membuatnya meraih gelar pertama dari turnamen tenis level tertinggi itu. Gelar itu didapatnya pada final Amerika Serikat Terbuka di Flushing Meadows, New York, September, dengan kemenangan 6-4, 6-4, 6-4.
Zverev memberi perlawanan lebih alot pada Djokovic dengan dua kali menang dari lima pertemuan, yaitu pada semifinal Olimpiade Tokyo 2020 dan semifinal Final ATP. Hasil yang mengantarkan petenis Jerman tersebut meraih gelar juara di dua kejuaraan itu.
Namun, perbedaan generasi antara Djokovic dengan Medvedev dan Zverev membuat persaingan mereka tak akan sama seperti rivalitas ”Big Three”, yang menguasai persaingan elite dunia sejak Roger Federer bersinar pada 2004. Setahun kemudian, Federer mendapat perlawanan Nadal, disusul Djokovic sejak 2008.
Peta persaingan ketika ”Big Three” dan ”Next Gen” muncul memang berbeda. Federer, Nadal, dan Djokovic tak tertandingi karena tak ada petenis yang dominan pada generasi sebelum mereka. Mereka sangat konsisten hingga petenis generasi berikutnya kesulitan menyaingi.
Baca juga: Rekor Baru Novak Djokovic
Persaingan dan prestasi tiga petenis, yang akhirnya menjadi sumber motivasi satu dengan yang lain, membuat Federer, Nadal, dan Djokovic bisa bertahan pada level puncak hingga 17 tahun. Keistimewaan ketiganya membuat Medevev, Zverev, Stefanos Tsitsipas (23), dan petenis seusia mereka kesulitan menembus dominasi para senior. Apalagi, mereka tak punya keistimewaan setara ”Big Three”, terutama motivasi dan mental juara.
Di arena Grand Slam, yang menjadi indikator reputasi petenis elite, Medvedev, Tsitsipas, dan Zverev, sebagai tiga petenis terbaik pasca ”Big Three”, masih kesulitan tampil konsisten. Baru Medvedev yang bisa menyelipkan namanya di antara 60 gelar yang diraih ”Big Three” pada 73 Grand Slam terakhir.
Medvedev juga menembus final Australia Terbuka 2021, tetapi punya banyak pekerjaan rumah di Wimbledon dan Perancis Terbuka. Grand Slam di lapangan rumput dan tanah liat membutuhkan keahlian lebih spesifik daripada di lapangan keras.
Baca juga: Duel Dua Penerus Big Three di Puncak Final ATP
Sementara itu, Tsitsipas dan Zverev masih jauh dari konsisten di arena Grand Slam meski berpengalaman mengalahkan Federer, Nadal, dan Djokovic dalam turnamen ATP Tour. Adapun petenis yang lahir di antara dua generasi ini seperti Marin Cilic, Milos Raonic, dan Grigor Dimitrov, tak punya mental baja sebagai syarat utama menjadi yang terbaik di Grand Slam.
Peluang 2022
Dengan keistimewaan ”Big Three”, hanya usia dan kondisi fisik yang bisa menghentikan mereka. Federer akhirnya ”menyerah” oleh cedera lutut hingga dua kali menjalani operasi lutut kanan pada usia menjelang 40 tahun. Adapun Nadal selalu berkutat dengan cedera. Cedera kaki kiri, yang terakhir kali dialaminya tahun 2021, adalah dampak dari kelainan pada telapak yang membuatnya hampir pensiun pada usia remaja.
Meski duet yang dijuluki ”Fedal” oleh penggemar tenis itu tak lagi berada di puncak penampilan, Djokovic bisa menunjukkan bahwa kejayaan ”Big Three” belum berakhir. Dia menjadi yang paling fit di antara ketiganya.
Jika saja ambisi besar untuk menciptakan rekor demi rekor tak mengalahkan dirinya sendiri, seperti yang membuatnya gagal mendapat medali Olimpiade Tokyo 2020, Djokovic bisa melampaui Federer dan Nadal dalam perolehan Grand Slam. Dengan gelar Australia Terbuka, Wimbledon, dan Perancis Terbuka 2021, Djokovic menyamai Federer dan Nadal dengan 20 gelar.
Saya percaya masih kompetitif, memberi diri sendiri peluang untuk bersaing seperti yang saya lakukan dalam 15 tahun terakhir. Jika saya tidak percaya diri, saya tidak akan melakukannya.
Walau dikenal sebagai petenis berkemampuan lengkap untuk menjadi juara di semua jenis lapangan, peluang terbesar Djokovic ada di Wimbledon. Grand Slam lapangan rumput ini memerlukan keahlian sangat khusus dibandingkan di lapangan keras.
Djokovic juga berpeluang mempertahankan gelar Australia Terbuka seandainya dia tampil di Melbourne Park, 17-30 Januari. Melbourne menjadi tempat yang nyaman baginya hingga bisa sembilan kali juara.
Nadal, meski selalu cedera pada setiap musim, masih punya peluang menambah trofi juara Grand Slam. Jika bisa tampil fit pada musim kompetisi lapangan tanah liat, dia bisa menambah 13 gelar Perancis Terbuka yang didapat sejak debut pada 2005.
”Saya percaya masih kompetitif, memberi diri sendiri peluang untuk bersaing seperti yang saya lakukan dalam 15 tahun terakhir. Jika saya tidak percaya diri, saya tidak akan melakukannya,” kata Nadal.
Baca juga: Nadal Berpeluang ke Australia Terbuka
”Saya melakukannya bukan untuk uang atau bersenang-senang, saya selalu punya target atau setidaknya menikmati proses yang dijalankan untuk mencapai target itu. Jika tidak tercapai, saya akan baik-baik saja, tetapi motivasi dan gairah saya untuk tenis masih ada,” lanjutnya.
Di antara ”Big Three”, tampaknya hanya Federer yang sulit untuk menambah koleksi Grand Slam. Meski masih berencana bertanding pada 2022, spekulasi bahwa dia akan segera pensiun kian ramai dibicarakan. Hal serupa terjadi pada Serena Williams yang seusia dengan Federer.
Fenomena ”juara sesaat”
Serena bagai ”Big Three” dalam persaingan tenis putri. Saat dia tak lagi mendominasi persaingan, sejak terakhir kali menjuarai Grand Slam pada Australia Terbuka 2017, tak ada petenis putri yang menggantikan posisinya.
Baca juga: Dihalangi Cedera, Serena Masih Ingin Bermain
Sempat muncul beberapa petenis yang memberi harapan untuk, setidaknya menyaingi pemilik 23 Grand Slam itu, seperti Garbine Muguruza dan Simona Halep. Namun, kejutan yang mereka buat tak berlangsung lama. Hingga saat ini, Muguruza dan Halep hanya bisa menjuarai dua Grand Slam.
Setelah itu muncul Naomi Osaka. Dengan empat gelar, termasuk Australia Terbuka 2021, dia menjadi petenis terbaik setelah era Serena. Tetapi, petenis Jepang ini terkendala masalah kesehatan mental sebagai pemain bintang.
Akibat tak nyaman saat berhadapan dengan media dan publik, dia memilih mundur dari Perancis Terbuka karena tak mau menghadiri konferensi pers. Hal itu terjadi menjelang laga babak kedua.
Melanjutkan apa yang telah terjadi sejak 2017, tenis putri pun terus melahirkan ”juara sesaat”. Mereka membuat kejutan pada ajang besar tertentu, lalu terpuruk pada kejuaraan berikutnya.
Baca juga: Puncak Sensasi Dua Remaja di Flushing Meadows
Grand Slam AS Terbuka 2021 bahkan melahirkan dua finalis remaja, Emma Raducanu dan Leylah Fernandez, yang sama-sama lahir pada 2002. Raducanu menjadi juara baru ke-11 dari 19 Grand Slam sejak 2017. Fenomena itu berpeluang berlanjut pada musim 2022.