Meski hanya menjadi finalis Piala AFF 2020, skuad muda Indonesia memiliki masa depan cerah. Pelatih Shin Tae-yong wajib mendapat dukungan untuk menghadirkan era kejayaan tim “Garuda”.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·5 menit baca
Raihan posisi kedua di Piala AFF 2020 menjadi landasan awal bagi era tim nasional Indonesia di bawah asuhan Shin Tae-yong, juru taktik asal Korea Selatan. Meski gagal membawa tim "Garuda" mengangkat trofi, Shin telah meningkatkan level permainan Indonesia yang sempat terpuruk pada periode 2018-2019.
Tidak hanya mengembalikan martabat Indonesia di kancah persaingan Asia Tenggara, Shin juga membangun generasi baru tim “Garuda” yang dipenuhi pemain-pemain muda dengan potensi besar. Shin membentuk sendiri skuad pilihannya yang bisa disebut “Shin Babes”.
Sebutan ini merujuk pada skuad muda Manchester United di bawah asuhan Sir Matt Busby ketika meraih kesuksesan pada periode 1950-an. Oleh media Inggris, mereka kemudian disebut ”Busby Babes”.
Para pemain muda di tim Indonesia pada Piala AFF 2020, seperti Pratama Arhan, Rizky Ridho, Asnawi Mangkualam, Rachmat Irianto, Witan Sulaeman, Ramai Rumakiek, dan Egy Maulana Vikri, adalah pemain yang rutin mendapat kepercayaan tampil dari Shin. Para pemain berusia di bawha 22 tahun ini adalah ‘anak-anak” favorit Shin.
Kehadiran mereka membuat skuad Indonesia menjadi tim termuda dari empat tim yang lolos ke semifinal. Rata-rata usia tim ”Garuda” ialah 23,8 tahun. Adapun sang juara, Thailand, dihuni pemain berpengalaman dengan rata-rata usia 27,1 tahun. Vietnam dengan usia rata-rata 24,7 tahun, dan Singapura 27,6 tahun.
Dari 10 kontestan Piala AFF 2020, hanya Kamboja (23 tahun) dan Laos (23,1 tahun) yang memiliki usia rata-rata skuad lebih muda daripada anak asuh Shin. Selain muda, Indonesia juga berisi pemain yang masih “hijau” pengalaman internasional.
Dari 30 pemain yang dibawa ke Singapura, hanya Fachrudin Aryanto dan Evan Dimas Darmono yang memiliki jumlah caps 46 dan 42 penampilan bagi timnas senior. Sisanya, berlum ada pemain yang mencapai 20 penampilan bersama tim “Garuda”.
Hal itu justru kontras dengan tiga tim semifinal lainnya. Meskipun jarak rata-rata usia tidak terlalu jauh, tim Vietnam diisi skuad yang pemain utamanya telah tampil lebih dari 30 kali untuk “Pasukan Bintang Emas”. Sementara itu, Thailand dan Singapura dihuni pemain yang telah mencatatkan lebih dari 100 caps. Di Thailand ada penyerang senior, Teerasil Dangda, yang memainkan laga ke-105 pada laga kedua final kontra Indonesia, Sabtu (1/1/2021).
Singapura memiliki dua pemain, yaitu gelandang tengah, Hariss Harun; dan bek tengah, Safuwan Baharudin, yang masing-masing memainkan laga ke-107 dan 101 ketika dikalahkan Indonesia di laga kedua semifinal, 25 Desember.
Minim pengalaman di laga internasional itu ditutupi oleh semangat juang dan kekompakan tim yang amat terlihat pada mayoritas laga di turnamen dua tahunan itu. Indonesia menjadi tim dengan jumlah gol terbanyak, yaitu 20 gol. Produktivitas itu yang membawa Indonesia membalikkan prediksi untuk menjadi juara Grup B dan melaju hingga partai puncak.
Selain peran merata di dalam tim, Shin juga membentuk para pemainnya untuk mudah beradaptasi dengan beragam taktik. Indonesia terlihat tidak canggung saat tampil dengan formasi tiga bek kala menahan imbang tanpa gol Vietnam di fase grup.
Total gol itu seakan melupakan sejenak krisis penyerang tengah haus gol setelah berakhirnya era Bambang Pamungkas pada awal 2000-an. Dari empat penyerang tengah yang dibawa Shin, hanya Ezra Walian yang mampu menyumbangkan gol.
Meski begitu, gol-gol Indonesia disumbangkan secara merata oleh sepuluh pemain lain, salah satunya Irfan Jaya yang menjadi pencetak gol terbanyak “Garuda” dengan tiga gol. Seluruh posisi pemain, kecuali kiper, menyumbangkan nama di papan skor selama Piala AFF 2020 yang berakhir dengan predikat runner-up keenam bagi Indonesia.
Pencetak gol dari bek tengah diwakili oleh Elkan Baggott. Dua bek sayap, Asnawi dan Pratama, tak ketinggalan mencetak gol. Gelandang bertahan, Rachmat Irianto, serta gelandang tengah, Evan Dimas dan Ricky Kambuaya, juga menjadi sumber gol. Empat pemain sayap, seperti Egy, Witan, Irfan, dan Ramai juga tampil produktif di debut turnamen senior bersama “Garuda”.
Taktik beragam
Selain peran merata di dalam tim, Shin juga membentuk para pemainnya untuk mudah beradaptasi dengan beragam taktik. Indonesia terlihat tidak canggung saat tampil dengan formasi tiga bek kala menahan imbang tanpa gol Vietnam di fase grup.
Dari mayoritas laga di Piala AFF 2020, Indonesia tampil dengan formasi 4-2-3-1 yang bisa berubah menjadi 4-1-4-1 ketika menyerang. Indonesia umumnya bermain agresif dengan zona pertahanan tinggi, tetapi bisa pula tampil dengan zona pertahanan dalam saat bertahan.
Berbagai perubahan itu amat menyesuaikan dengan lawan yang dihadapi. Itu memang menjadi keunggulan Shin, yang mendapat julukan “Si Rubah” di Korsel karena penciuman tajamnya untuk membaca permainan lawan. Tak ayal, Indonesia pun tidak bermain dalam satu pakem taktik.
Dalam delapan laga di Piala AFF 2020, Shin selalu menurunkan formasi 11 pemain inti berbeda di setiap pertandingan. Ia juga gemar melakukan pergantian pemain di awal babak kedua untuk menghadirkan penyegaran serta efek kejut bagi lawan.
Meski begitu, Shin tetap masih memiliki pekerjaan rumah. Hal itu agar tim “Garuda” bisa mengimbangi para lawan yang memiliki kualitas setingkat lebih tinggi, seperti yang ditampilkan Thailand dan Vietnam. Pada pertemuan dengan dua tim itu, Indonesia hanya menghasilkan tembakan lebih dari lima kali pada satu laga, yakni pada laga final kedua melawan Thailand dengan total tujuh peluang.
Pada laga final pertama, ”Garuda” hanya mengkreasikan empat tembakan. Melawan Vietnam bahkan hanya satu tembakan. Jumlah itu amat jauh daripada rata-rata kreasi 22,5 peluang pada lima laga lain, termasuk saat membuat 35 tembakan selama 120 menit pada laga kedua semifinal menghadapi Singapura. Total 23 tembakan yang dihasilkan Indonesia ketika melawan Malaysia menjadi rekor tembakan terbanyak di waktu normal pada Piala AFF 2020.
Berbagai capaian impresif yang ditunjukkan tim “Garuda” di Piala AFF 2020 sesungguhnya baru landasan awal untuk mewujudkan timnas Indonesia yang diidamkan Shin. Dalam kontraknya yang berakhir pada 31 Desember 2023, Shin menargetkan Indonesia menjadi juara Asia Tenggara dan kembali berlaga di Piala Asia.
Setelah gagal di kesempatan pertama, Shin masih memiliki peluang untuk menjadikan Indonesia sebagai raja Asia Tenggara pada Piala AFF 2022, akhir tahun ini. Ia pun memiliki misi besar untuk membantu Indonesia lolos ke Piala Asia China 2023. Untuk itu, Indonesia harus lolos dari babak kualifikasi yang akan berlangsung, Juni 2022.
Oleh karena itu, komitmen Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) Mochamad Iriawan untuk mendukung Shin harus diwujudkan dengan nyata. Penuhi kebutuhan Shin untuk mengembangkan timnas yang kuat dengan jadwal pertandingan FIFA yang teratur serta menghadirkan kompetisi yang berkualitas. Jangan sampai generasi “Shin Babes” harus redup sebelum membawa “Garuda” terbang menggenggam trofi juara…