Indonesia memang gagal menjadi juara Piala AFF. Namun, tim saat ini berisi sebagian besar pemain muda. Itu modal berharga yang harus terus dijaga agak kelak mereka bisa mengantarkan Indonesia jadi juara di ajang lainnya.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Indonesia memang gagal meraih trofi pertama Piala AFF usai kalah agregat 2-6 dari Thailand dalam dua final Piala AFF 2020. Namun, Indonesia tidak perlu berkecil hati, karena sebagian besar skuad Merah-Putih adalah pemain muda penuh talenta. Pemangku kepentingan sepak bola yang harus jeli menjaga kepak sayap Garuda Muda itu agar bisa terbang tinggi merebut prestasi pada ajang lain di masa depan.
”Walau belum juara Piala AFF 2020, kita harus memberikan apresiasi atas perjuangan dan kerja keras para pemain muda Indonesia. Jadi, jangan terlalu menghujat dan memaki pemain maupun pelatih,” ujar Dede Sulaeman, penyerang andalan timnas Indonesia era 1975-1985 saat dihubungi, Minggu (2/1/2022).
Pada Piala AFF 2020, Indonesia datang sebagai tim dengan rata-rata usia skuad termuda keempat dari sepuluh peserta, yakni rata-rata berusia 23,8 tahun. Indonesia memiliki 13 pemain dengan usia di bawah 23 tahun. Mereka adalah Syahrian Abimanyu (22), Rachmat Irianto (22), Hanis Saghara (22), Asnawi Mangkualam (22), Muhammad Riyandi (21), Egy Maulana Vikri (21), Alfeandra Dewangga (20), Witan Sulaeman (20), Rizky Ridho (20), Pratama Arhan (20), Ernando Ari (19), Ramai Rumakiek (19), dan Elkan Baggott (19).
Dari 13 pemain itu, enam di antaranya nyaris selalu mengisi 11 pemain utama di semua laga, yakni Rachmat, Asnawi, Alfeandra, Witan, Rizky, dan Pratama. Bahkan, karena sering dibangkucadangkan, jabatan kapten Evan Dimas Damono diserahkan kepada Asnawi.
Dengan skuad belia dan permasalahan yang menyelimuti sepak bola nasional, Indonesia sempat diragukan bisa lolos dari babak penyisihan grup Piala AFF. Akan tetapi, mereka bisa membalikkan semua prediksi. Mereka menjadi juara Grup B, mengungguli tim kuat juara, Vietnam yang berada di peringkat kedua dan Malaysia di urutan ketiga.
Di semifinal, Indonesia menjadi skuad termuda dari empat semifinalis. Lawan di semifinal, Singapura menjadi skuad tertua dalam gelaran ini dengan rata-rata usia 27,9 tahun. Adapun Thailand dengan rata-rata usia 27,1 tahun dan Vietnam dengan rata-rata usia dengan 24,7 tahun.
Meski minim pengalaman, Indonesia membuat kejutan dengan lolos ke final setelah menang agregat 5-3 atas tuan rumah Singapura. Sayangnya, di final, mereka tidak bisa mengatasi demam panggung sehingga kalah telak 0-4 dari Thailand pada laga pertama. Hal itu membuat langkah mereka menjadi berat pada laga kedua. Meski bisa lepas dari demam panggung di laga kedua, timnas bermain imbang 2-2 dengan tim Gajah Perang.
Masa depan cerah
Oleh karena itu, meski gagal di Singapura, sejumlah pihak yakin skuad tersebut punya masa depan cerah. Pelatih Indonesia Shin Tae-yong salah satu yang paling optimistis. Pelatih asal Korea Selatan itu menganggap, para pemain muda telah mendapatkan pengalaman luar biasa dari ajang tersebut. Itu modal berharga untuk menjadi lebih baik.
”Pengalaman sangat penting dalam sepak bola. Tim ini akan berkembang ke arah yang positif. Tulang punggung tim kami kebanyakan pemain berusia 22 sampai 23 tahun. Saya yakin, kalau terus tampil bagus, tim ini bakal mengerikan di masa mendatang,” kata Shin sehabis laga kedua final.
Hal senada diungkapkan Menteri Pemuda dan Olahraga Zainudin Amali. Menurut Zainudin, Indonesia yang diisi banyak pemain muda sudah menunjukkan performa luar biasa kendati belum bisa menjadi juara Piala AFF 2020.
Walau belum juara Piala AFF 2020, kita harus memberikan apresiasi atas perjuangan dan kerja keras para pemain muda Indonesia. Jadi, jangan terlalu menghujat dan memaki pemain maupun pelatih.
Asal terus dibina dengan baik dan mempertahankan Shin yang terbukti handal mengangkat grafik permainan, Indonesia dinilai bisa berbuat lebih baik di masa depan. ”Pemain yang bermain di Piala AFF 2020 ini sebagian besar pemain muda. Saya lihat di bawah pelatih Shin Tae-yong, mereka berkembang luar biasa. Jadi, saya tetap yakin terhadap masa depan mereka bersama timnas,” ungkapnya dalam laman Kemenpora.go.id.
Menanti komitmen
Kini, petinggi Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) wajib menunjukkan komitmen tinggi untuk menjaga proses itu terus berkelanjutan. Berkaca dari yang pengalaman, pelatih Indonesia hanya bertahan dua-tiga tahun sebelum fondasi timnas yang kokoh selesai dibangun. Mereka dengan cepat dilengserkan dari posisinya sehingga tidak bisa melanjutkan proyek jangka panjang.
Salah satu contoh nyata, yakni kasus pelatih asal Spanyol Luis Milla yang sempat menangani timnas senior dan U-23 dari 20 Januari 2017 hingga 24 Agustus 2018. Mantan pemain Barcelona dan pelatih timnas Spanyol U-23 ini terbilang cukup sukses membangun karakter permainan Indonesia yang solid dan atraktif.
Hal itu terlihat dari capaian Milla membawa Indonesia meraih perunggu SEA Games 2017 Malaysia dan menembus 16 besar Asian Games 2018 Jakarta-Palembang. Akan tetapi, hasil itu terlalu cepat dianggap gagal sehingga kontrak pelatih berusia 55 tahun ini tidak diperpanjang.
Tradisi mengakhiri kontrak pelatih dengan cuma melihat hasil jangka pendek itu wajib ditinggalkan. Apalagi Shin mulai menyatu dengan para pemain muda. Belum lagi, selepas Piala AFF 2020, beberapa gelaran bergengsi lain menanti, seperti kualifikasi Piala Asia 2023 di China, Asian Games Hangzhou, China 2022, dan Piala Dunia U-20 2023 di Indonesia.
Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan telah menjamin bahwa tidak bakal mengulangi pola lama tersebut. Dia memastikan PSSI tidak akan memutus kontrak Shin usai Piala AFF 2020 dan terus memberikan kesempatan tim itu mengikuti turnamen internasional untuk memperbanyak pengalaman.
Namun, Dede menegaskan, hal itu saja tidak cukup. PSSI pun mesti melakukan pembinaan usia muda dengan kompetisi yang jujur dan berkualitas dengan proses terstruktur, sistematik, serta benar. Tanpa itu, walau memiliki segudang bakat, prestasi Indonesia bakal terus jalan di tempat.
”PSSI harus mengambil banyak pelajaran dari kegagalan kembali Indonesia di Piala AFF 2020. Bahwa, untuk memperbaiki prestasi Indonesia, PSSI harus melakukan pembinaan dari usia muda dengan kompetisi yang berjenjang. Sebab, tidak ada cara instan untuk mendapatkan prestasi,” tegasnya.