Direktur Utama ITDC Abdulbar M Mansoer mengungkapkan asal muasal ide pembangunan Sirkuit Mandalika di Nusa Tenggara Barat.
Oleh
Agung Setyahadi
·4 menit baca
KOMPAS/RIZA FATHONI
Pemandangan aerial Sirkuit Internasional Jalan Raya Pertamina Mandalika di bibir pantai di Kawasan Ekonomi Khusus Pantai Kuta, Mandalika, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Senin (22/11/2021).
Membangun sirkuit balap motor level Grand Prix di Mandalika, Nusa Tenggara Barat, bisa dikatakan sebagai ide out of the box. Bahkan, pada 2018, saat mulai terdengar kabar sirkuit untuk MotoGP itu akan dibangun di kawasan pantai yang indah, keraguan mengungguli optimisme. Dengung renovasi Sirkuit Internasional Sentul di Bogor dan pembangunan sirkuit baru di Jakabaring, Palembang, sempat lebih nyaring terdengar.
Namun, konsep pengembangan kawasan wisata pantai dan budaya di Mandalika ternyata bukan main-main. Konsep itu digodok matang PT Pengembangan Pariwisata Indonesia (ITDC), BUMN pengelola Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika.
Ide pengembangan pariwisata dengan aset buatan manusia berupa sirkuit balap MotoGP itu memang bukan murni dari ITDC, tetapi merupakan buah diskusi mendalam dengan Vinci Group, perusahaan investasi besar dari Perancis.
Awal mula ide itu diungkapkan Direktur Utama ITDC Abdulbar M Mansoer dalam wawancara khusus saat Superbike bergulir di Sirkuit Internasional Jalan Raya Pertamina Mandalika, 19-21 November 2021. Berikut petikan wawancaranya.
KOMPAS/ISMAIL ZAKARIA
Penonton melewati gerai usaha mikro, kecil, dan menengah seusai menyaksikan Kejuaraan Dunia Superbike di Sirkuit Internasional Jalan Raya Pertamina Mandalika, Kuta, Pujut, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Minggu (21/11/2021). Gelaran balap dunia di Sirkuit Mandalika turut menggairahkan sektor pariwisata dan ekonomi di NTB.
Bagaimana awal mula muncul ide membangun sirkuit MotoGP di Mandalika?
Kami, kan, ITDC, BUMN yang bergerak di pariwisata. Jadi, kami selalu fokus atau bermula dari pariwisata dalam rangka memajukan pariwisata Lombok. Lombok ini, kan, disebut Bali baru yang kini menjadi tujuan pariwisata superprioritas. Untuk menjadi tujuan wisata superprioritas dari nol, kita harus melakukan terobosan. Bagaimana mendatangkan wisatawan, menciptakan multiplier effect, sekaligus menciptakan lapangan pekerjaan. Dari situ awalnya.
Mengapa kami memilih sirkuit? Karena pertama kita lihat, Indonesia sudah 25 tahun tidak punya sirkuit kelas internasional, tidak punya ajang balapan internasional. Padahal, fanbase kita terkait MotoGP terbesar di dunia. Penonton Indonesia bahkan rela ke Malaysia menonton MotoGP. Kita juga bikin ini tidak asal-asalan. Pak Jokowi selalu berpesan membuat sesuatu itu yang mendunia. Sirkuit ini menggunakan teknologi terbaik di dunia, salah satunya menggunakan stone mastic asphalt.
Siapa yang pertama kali memiliki ide membangun sirkuit?
Kami punya partner kelas dunia, Vinci, yang masuk pada 2018. Kontrak perjanjian Vinci dengan kita 15 tahun. Dia akan investasi 1 miliar dollar AS, sekitar Rp 14 triliun. Mereka sewa lahan 131 hektar dan meminta menjadi partner. Kemudian, dia sarankan mengapa tidak membangun sirkuit kelas dunia untuk MotoGP? Kami kemudian sama-sama mendatangi Dorna Sports (pemilik hak komersial MotoGP dan Superbike).
Bagaimana proses meyakinkan Dorna untuk membawa MotoGP kembali ke Indonesia?
Awalnya saya juga tak yakin. Saya ingat pada 2017, pertama ke Sepang kenalan dengan Dorna, mereka mengatakan, di Indonesia itu sudah ada Sentul dan Jakabaring yang akan menjalin kerja sama. Tetapi, waktu itu, saya bilang kita punya kawasan yang akan kita bangun (Mandalika). Tolong dilihat dulu. Kemudian, ada feedback, dia bilang tertarik karena memang Jakabaring juga belum selesai dan belum ada kontrak.
Apa tantangan membangun sirkuit kelas dunia ini?
Tantangan terbesarnya adalah pendanaan, di mana perusahaan asetnya hanya Rp 3 triliun. Kami, kan, BUMN kecil. Aset memang banyak, ada tanah 1.000 hektar. Nusa Dua 350 hektar. Tetapi, masalahnya bagaimana mendapatkan sumber pendanaan yang bisa mendanai proyek ini?
Pada 2018, kami mendapatkan pendanaan yang dijamin negara. Pemerintah Indonesia memberikan jaminan kepada Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB). Dikasih sangat bagus, ringan. Kami dapat pinjaman dan tanda tangan pada Desember 2018 untuk 248 juta dollar AS, sekitar Rp 3,6 triliun. Itu bukan untuk sirkuit, melainkan infrastruktur seperti jalan menuju sirkuit, drainase, fasilitas pendukung. Semua infrastruktur dalam kawasan itu dari AIIB.
Proyeksi pendapatan dari balapan apakah sudah dihitung?
Revenue itu ada tiga, yaitu tiket, sponsor, dan lain-lain, yaitu F&B (makanan dan minuman) dan merchandise (suvenir). Tetapi, kita lihat proyek seperti ini bukan proyek setahun dua tahun. Kontrak kita lima tahun dan kita perpanjang menjadi 10 tahun untuk Superbike dan MotoGP. Karena salah satu persyaratan perbankan tadi lebih dari 5 tahun, yaitu 5 plus 2, jadi berarti harus matching dengan bank-bank. Kami minta ke Dorna dan langsung dikasih. Itu juga menunjukkan bahwa negara kita ini penting bagi mereka.
Saya belum pernah mendengar sirkuit yang belum teruji, belum terpakai, mendapat kontrak lima tahun dan diberi lagi menjadi 10 tahun. Jadi untuk revenue, kita lihat perkembangan. Akan tetapi, kita optimistis dalam lima tahun pinjaman bank sudah bisa dikembalikan, dilunasi, dan kita bisa recover dengan nilai return yang bagus.