Timnas basket Indonesia tidak mampu memanfaatkan kelebihan waktu setahun menyusul penundaan Piala Asia. Timnas justru tampak semakin jauh untuk bersaing di level Asia.
Oleh
Kelvin Hianusa
·5 menit baca
Sekitar tujuh bulan menjelang Piala Asia FIBA 2021, tim nasional bola basket Indonesia jauh dari kata siap. Skuad asuhan pelatih Rajko Toroman ini sedang berada di titik moral terendah setelah dipermalukan Lebanon dalam laga bertajuk ”bumi dan langit” tersebut.
Timnas Indonesia, yang tampil tanpa center naturalisasi Lester Prosper dan forward veteran Arki Wisnu akibat Covid-19, tidak berdaya menghadapi para pebasket ”raksasa” Lebanon dalam kualifikasi Piala Dunia FIBA 2023 pada November 2021. Mereka kalah dua kali beruntun dari sang tuan rumah, yaitu 38-96 dan 64-110.
Kekalahan itu terasa amat menyakitkan. Pertandingan tersebut ibarat duel tim amatir melawan para profesional. Andakara Prastawa dan rekan-rekan kalah segalanya, mulai dari efektivitas lemparan, agresivitas permainan, hingga duel fisik. Indonesia memang tampil tanpa dua pemain inti, tetapi semestinya tidak kalah dengan rata-rata ketinggalan hingga 52 poin.
Lebanon, dengan pemain tinggi menjulang khas wilayah Timur Tengah, memang salah satu negara kuat di Asia. Namun, mereka bukanlah yang terkuat. Negara peringkat ke-9 di Asia versi FIBA ini masih di bawah tim-tim lainnya dengan kultur basket yang kental seperti Australia atau China.
Fakta itu menambah miris hasil buruk di Lebanon. Sebagai tuan rumah Piala Asia, Indonesia wajib lolos ke babak delapan besar jika ingin mendapatkan tiket langsung menuju Piala Dunia yang juga berlangsung di Jakarta. Jika melawan Lebanon saja begitu timpang, apalagi saat menghadapi raksasa Asia lainnya yang lebih kuat.
Pendukung pun begitu kecewa dengan performa timnas Indonesia. Mereka menumpahkan kemarahan di media sosial. Mulai dari cacian hingga kritik pedas memenuhi media sosial akun resmi timnas. Kemarahan itu adalah hal wajar mengingat tingginya ekspektasi lolos ke Piala Dunia.
Piala Asia ditunda setahun, dari Juli 2021 ke Juli 2022, akibat pandemi Covid-19. Penundaan itu sempat dipercaya bisa menguntungkan Toroman yang baru melatih timnas sejak pertengahan 2019. Sampai saat ini, timnas justru lebih terlihat mundur dibandingkan berkembang.
Enigma Toroman
Semua mata pun tertuju kepada Toroman. Sebagai pelatih kepala, dia merupakan sosok paling bertanggung jawab atas hasil timnas. Faktanya, prestasi tim ”Merah Putih” cenderung stagnan sejak ditangani pelatih yang pernah sukses bersama Iran dan Filipina tersebut.
Indonesia gagal total di SEA Games Manila 2019. Timnas pulang tanpa medali setelah dua gelaran beruntun meraih perak. Di kualifikasi grup Piala Asia, Indonesia hanya lebih baik dibandingkan Thailand. Mereka menempati peringkat ketiga karena kalah telak dari Filipina dan Korea Selatan. Puncaknya, timnas Indonesia dipermalukan Lebanon.
Sepulang dari Lebanon, timnas mengadakan konferensi pers. Beberapa wartawan kompak menanyakan, ”Mungkinkah Toroman diganti sebelum Piala Asia?” Manajer timnas Maulana Fareza Tamrella menjawab, opsi tersebut tidak tersedia. Sudah terlalu mepet untuk mengganti pelatih.
Jika diibaratkan, Toroman hanyalah seperti seorang juru masak. Dia hanya meracik masakan terbaik dari bahan-bahan yang tersedia. Tanpa bahan dan alat berkualitas, keahliannya tidak banyak berguna. Dia bukan pesulap.
Pergantian pelatih memang tidak realistis. Mustahil para pemain bisa beradaptasi penuh dengan sistem pelatih baru dalam tujuh bulan. Apalagi, jika dilihat lebih luas dan bijak, Toroman bukan penyebab utama kegagalan timnas.
Toroman hanyalah muara dari kurang baiknya persiapan timnas. Kata sang pelatih asal Serbia itu, selama ini dia hanya perlu kehadiran pemain terbaik dalam timnya. Mirisnya, dia hampir tidak pernah bisa memakai amunisi terbaik selama dua tahun terakhir.
Di SEA Games dan jendela pertama kualifikasi Piala Asia, Indonesia tidak punya pemain naturalisasi karena proses pengajuan kewarganegaraan Prosper dan Brandon Jawato belum rampung. Toroman hanya bisa memakai pemain lokal saat tim lawan datang dengan pemain naturalisasi. Saat ke Lebanon, timnas tampil tanpa Arki dan Prosper yang positif Covid-19 saat menjalani pemusatan latihan di Las Vegas, Amerika Serikat.
Sepanjang melatih, Toroman baru bisa memakai dua pemain naturalisasi pada satu laga resmi, yaitu versus Thailand pada jendela kedua kualifikasi Piala Asia. Adapun pada jendela ketiga, Jawato tidak berangkat karena cedera.
Pelatih 66 tahun itu juga belum bisa memakai jasa pemain naturalisasi terbaru yang merupakan jebolan NBA G-League, Marques Bolden. Toroman berharap Bolden bisa bergabung secepatnya, tetapi sang pemain terkendala kontrak. Dia hanya akan bergabung untuk tampil di putaran final Piala Asia.
Selain itu, timnas juga minim uji coba akibat pandemi. Mereka hanya berlatih di Jakarta selama beberapa bulan, melawan klub-klub Liga Bola Basket Indonesia (IBL) yang kualitasnya tidaklah sepadan. Timnas baru bisa ke Las Vegas untuk bertanding dengan lawan pemain sekelas NBA G-League pada tiga minggu jelang menuju Lebanon.
Jika diibaratkan, Toroman hanyalah seperti seorang juru masak. Dia hanya meracik masakan terbaik dari bahan-bahan yang tersedia. Tanpa bahan dan alat berkualitas, keahliannya tidak banyak berguna. Dia bukan pesulap.
Misi mustahil
Sekarang, Pengurus Pusat Persatuan Bola Basket Seluruh Indonesia (PP Perbasi) punya tugas untuk memfasilitasi kebutuhan Toroman. Sang pelatih menginginkan semua pemain terbaiknya bisa diturunkan dalam persiapan jelang Piala Asia, terutama Bolden. Rencananya, Bolden yang lebih muda dan potensial akan menggantikan slot naturalisasi milik Prosper.
Tidak mudah mengumpulkan pemain untuk persiapan timnas pada tahun depan. Dari awal hingga pertengahan tahun, IBL akan kembali digelar. Pemain lokal akan kesulitan bergabung karena dibutuhkan timnya masing-masing. Bolden juga punya jadwal berkompetisi di G-League.
Selain mengumpulkan pemain terbaik, persiapan bertanding juga harus lebih baik. Perlu ada rencana matang untuk uji coba bersama tim-tim berkualitas. Tentu, uji coba sebaiknya tidak berlangsung di negara dengan kasus Covid-19 tinggi. Hal ini mencegah tertularnya pemain oleh virus korona baru, seperti terjadi sebelum berangkat ke Lebanon.
Di atas kertas, timnas dengan kekuatan sekarang memang sulit menembus peringkat delapan besar di Piala Asia. Akan tetapi, Indonesia masih ada harapan karena akan tampil di depan publik sendiri. Syaratnya, persiapan harus lebih baik. Tanpa itu, lolos ke Piala Dunia hanyalah sebatas mimpi di siang bolong.