Beberapa atlet PON dan Peparnas kembali dikecewakan oleh pemerintah daerah mereka. Bonus penghargaan prestasi kepada mereka tidak sesuai dengan ekspektasi.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kekecewaan atlet daerah terhadap pemerintah sudah menjadi kisah klasik yang muncul sehabis ajang multicabang. Kisah itu kembali berulang seusai PON dan Peparnas Papua 2021. Setelah berprestasi, atlet kecewa karena tidak mendapatkan bonus semestinya.
Pada awal pekan ini, beberapa atlet DKI Jakarta peraih medali di PON dan Peparnas menumpahkan rasa kecewa di media sosial masing-masing. Mulai dari pelari jarak jauh Odekta Elvina Naibaho hingga pesenam artistik Rifda Irfanalutfhi menilai, bonus dari pemerintah daerah tidak sesuai dengan ekspektasi mereka.
Mereka mendapat kabar bonus semua atlet DKI akan dipotong pajak hingga 20 persen. Padahal, besaran bonus peraih emas masih sama seperti PON Jabar 2016, sebesar Rp 200 juta. Sementara itu, penurunan bonus diberlakukan untuk peraih perak, dari Rp 75 menjadi Rp 50+ juta.
Dengan jumlah bonus sama atau bahkan turun, para atlet menilai pajak sangat membebani. Misalnya saja untuk Odekta yang meraih tiga emas di PON. Dia mendapatkan bonus Rp 600 juta, tetapi harus dipotong pajak sebesar Rp 125 juta.
”Kami kecewa banget kemarin. Perjuangan meraih prestasi itu butuh 5 tahun. Kami membuang energi, keringat, dan air mata untuk target ini. Sebelum PON, kami disayang-sayang, tetapi setelah itu diabaikan begitu saja. Bagi saya, potongan Rp 125 juta itu sangat besar. Belum lagi bonus sudah tidak pernah naik sejak 2012,” ucap Odekta pada Rabu (22/12/2021).
Salah satu pertimbangan protes Odekta dan rekan-rekan adalah Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor 16 Tahun 2016. Menurut peraturan tersebut, bonus atlet memang tetap akan dipotong pajak, tetapi yang membayar adalah pemerintah sebab bonus itu diberikan oleh pemerintah.
Setelah protes lantang tersebut, sebanyak 10 perwakilan atlet diajak bertemu dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada Rabu pagi. Protes itu ditanggapi, lalu mereka diberikan dua opsi.
Pertama, mereka menerima bonus sesuai perhitungan awal sesuai dengan Keputusan Gubernur DKI Nomor 1203 Tahun 2018. Kedua, pemberian bonus ditunda untuk merevisi keputusan gubernur. Anies berjanji akan menaikkan besaran bonus dan menghilangkan kewajiban pajak atlet.
Atlet renang Paralimpiade, Ronald Riady, merasa lega dengan kebijakan dadakan Gubernur. Perenang tuli yang meraih 1 emas dan 2 perak di Peparnas ini sempat khawatir dengan pemotongan. Sebab, selain pajak, dia juga harus membayar potongan wajib Komite Paralimpiade Nasional (NPC) sebesar 15 persen. Adapun dia tidak mempermasalahkan potongan NPC karena untuk biaya pembinaan dan pertandingan atlet ke luar negeri.
Kami kecewa banget kemarin. Perjuangan meraih prestasi itu butuh 5 tahun. Kami membuang energi, keringat, dan air mata untuk target ini. Sebelum PON, kami disayang-sayang, tetapi setelah itu diabaikan begitu saja.
”Sayangnya ini harus sampai ramai-ramai dulu baru dilihat. Kalau tidak (protes), mungkin kami mendapat jumlah awal. Padahal, seharusnya ada inisiatif karena selama tiga kali PON tidak ada penambahan bonus. Anggaran kan bertambah terus. Bonus malah berkurang untuk penerima perak dan juga karena pemotongan pajak,” kata Ronald.
Akumulasi
Kekecewaan atlet DKI merupakan akumulasi dari peristiwa pada ajang sebelumnya. Pada PON 2016, peraih emas dijanjikan bonus Rp 1 miliar oleh mantan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama. Namun, besaran bonus fantastis itu tidak pernah terwujud karena penganggaran yang terlambat.
Adapun atlet kontingen Jabar telah melakukan protes soal pajak terlebih dulu pada awal Desember 2021. Gubernur Jabar Ridwan Kamil menjamin, pajak bonus tersebut akan dibayarkan oleh pemerintah.
Nasib berbeda dijalani atlet senam artistik wakil Papua, Abiyu Rafi. Bonus atlet peraih 1 emas, 2 perak, dan 1 perunggu di PON ini sudah turun pada bulan lalu. Namun, pembayaran tersebut belum sepenuhnya tuntas. Bonus untuk satu perunggu, senilai Rp 250 juta, belum dibayar.
”Sisanya yang belum masuk, belum ada tanggapan sampai sekarang, padahal sudah dekat Natal. Belum dikasih kabar lagi, padahal sudah ditanyakan terus. Saya berharap harus dibayarkan karena itu, kan, hak saya setelah berjuang di PON,” ucap Abiyu yang merupakan atlet kelahiran Pekanbaru.
Bagi Abiyu dan banyak atlet lain, bonus prestasi sangatlah berarti. Mereka kerap berpindah daerah saat PON atau Peparnas hanya untuk mendapatkan kesejahteraan lebih baik. Ajang empat tahunan tersebut merupakan kesempatan terbesar mereka untuk hidup lebih layak.