Asa PON sebagai Kawah Candradimuka Pembinaan Masih Sebatas Mimpi
Asa menjadikan PON sebagai kawah candradimuka pembinaan atlet masih sebatas mimpi. Praktik mutasi atlet masih marak terjadi. Atlet-atlet elite masih berbondong-bondong berpartisipasi dalam ajang empat tahunan tersebut.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·5 menit baca
Karena gengsi daerah, praktik perpindahan atlet atau mutasi dari satu daerah ke daerah lain masih marak terjadi dan meresahkan. Sebagian besar daerah masih mengandalkan atlet elite ketimbang memberikan pengalaman untuk atlet-atlet muda hasil pembinaannya.
Pekan Olahraga Nasional (PON) Papua telah berlangsung dengan aman dan lancar di empat kluster penyelenggara selama 2-15 Oktober 2021. Sebagian besar pihak menilai PON Ke-20 itu berjalan sukses karena tidak mengalami persoalan berarti di tengah pandemi Covid-19 dan isu keamanan yang melanda Bumi Cenderawasih.
Namun, jika ditelisik lebih lanjut, PON belum menjalani niat luhur sebagai sumber regenerasi atlet nasional. Praktik mutasi atlet dilakukan oleh daerah-daerah. Tuan rumah Papua, misalnya. Tak sedikit anggota kontingennya berasal dari daerah lain.
Di cabang sepatu roda, Papua mayoritas mengandalkan atlet dari luar daerah. Mereka antara lain atlet putri asal Riau, Dinda Salsabila, yang meraih emas di nomor individual time trial (ITT) 200 meter putri dan perak ITT 500 meter putri, serta atlet asal Jawa Tengah, Muhammad Bagus Laksmendra, yang merebut emas ITT 200 meter.
Papua pun berhasil duduk di peringkat kedua perolehan medali sepatu roda, dengan delapan emas, dua perak, dan lima perunggu. Secara keseluruhan, Papua sukses mendongkrak prestasi dari urutan keempat, dengan 17 emas, 19 perak, dan 32 perunggu, di PON 2016 Jawa Barat menjadi urutan keempat dengan 93 emas, 66 perak, dan 102 perunggu di PON 2021 atau prestasi terbaik mereka di PON.
Jaminan kesejahteraan
Dinda mengungkapkan, dirinya ditawari membela Papua ketika berada di pelatnas beberapa tahun sebelum PON 2021. Atlet kelahiran Pekanbaru, Riau, 11 Agustus 2003, ini tertarik membela Papua karena ada iming-iming jaminan pembinaan dan bonus jika meraih prestasi di PON 2021.
Pemerintah Provinsi Papua menjanjikan bonus Rp 1 miliar per orang untuk peraih emas PON. Itu adalah nilai bonus terbesar dibandingkan daerah lain.
”Sebagai atlet, kami mencari daerah yang siap memfasilitasi pembinaan dan Papua siap menjamin itu,” ujar Dinda yang cuma berlatih di Papua beberapa bulan sebelum PON 2021 sewaktu ditemui di sela PON.
Selain itu, sejumlah atlet elite nasional masih berbondong-bondong berpartisipasi di PON 2021. Di cabang angkat besi, lifter kawakan Indonesia yang membela Jawa Timur, Eko Yuli Irawan, seolah tak ada lawan untuk merebut emas angkat besi kelas 67 kilogram.
Sementara itu, pelari andalan Indonesia yang membela Nusa Tenggara Barat, Lalu Muhammad Zohri, melesat tanpa perlawanan untuk membawa pulang emas lari 100 meter dan 200 meter.
Fenomena itu sejatinya dipahami Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat selaku pengelola PON. Wakil Sekretaris Jenderal II Bidang Hukum KONI Pusat Othniel Mamahit mengutarakan, maraknya perpindahan atlet disebabkan pembinaan dan kesejahteraan tidak terpenuhi di daerah asal atlet bersangkutan. Hal itu dipicu ketimpangan anggaran untuk olahraga yang ada di daerah.
Umumnya, daerah baru mau menggeluarkan uang untuk olahraga menjelang PON. Kalau sudah mengeluarkan anggaran, mereka tidak mau rugi. Maka itu, agar anggaran yang dikeluarkan tidak sia-sia, mereka memilih merekrut atlet yang ada jaminan bisa meraih prestasi dari daerah lain.
”Umumnya, daerah baru mau menggeluarkan uang untuk olahraga menjelang PON. Kalau sudah mengeluarkan anggaran, mereka tidak mau rugi. Maka itu, agar anggaran yang dikeluarkan tidak sia-sia, mereka memilih merekrut atlet yang ada jaminan bisa meraih prestasi dari daerah lain,” ujarnya.
Mengenai tampilnya atlet elite, hal itu juga dipengaruhi kesejahteraan. ”Bahkan, karena besarnya bonus yang ditawarkan daerah, tak sedikit atlet nasional lebih memilih ikut PON ketimbang Olimpiade,” ungkap mantan perenang nasional sekaligus Olimpian 1988, 1996, dan 2000 Richard Sam Bera.
Namun, situasi itu tidak bisa diabaikan. Tanpa langkah tegas dari KONI, hal itu bisa menjadi lingkaran setan yang berefek negatif terhadap perkembangan prestasi olahraga Indonesia ke depan. Untuk itu, dalam rapat kerja nasional di Jakarta, 8-9 Desember lalu, KONI Pusat berkomitmen membuat aturan lebih tegas mengenai mutasi atlet dalam PON.
”Banyak sekali keresahan terkait mutasi atlet di PON yang tidak bisa diabaikan. Itu perlu segera kami perbaiki. Saya berharap, kelak, semua kontingen PON diperkuat oleh atlet binaan sendiri,” kata Ketua Umum KONI Pusat Marciano Norman, yang dilansir laman KONI.or.id.
Pemerintah melalui Desain Besar Olahraga Nasional (DBON) bercita-cita menembus 10 besar dunia pada Olimpiade 2032. Untuk mencapai mimpi besar itu, Menteri Pemuda dan Olahraga telah menyampaikan, semestinya PON menjadi wadah pematangan atlet nasional sebelum tampil di SEA Games dan Asian Games yang menjadi target antara untuk menuju Olimpiade yang menjadi target utama.
KONI Pusat dan juga Kemenpora mesti berkaca dari langkah tegas yang diambil Komite Paralimpiade Nasional (NPC) Indonesia. Paling tidak, mereka berani membuat aturan bahwa setiap atlet elite atau yang pernah berlaga di kompetisi internasional hanya boleh tampil di satu nomor pertandingan Pekan Paralimpik Nasional (Peparnas) Papua 2021.
Tujuannya, untuk memberikan kesempatan kepada atlet muda atau atlet daerah bisa merebut prestasi terbaik dan diharapkan menjadi motivasi guna terus meningkatkan pretasinya. ”Sebab, Peparnas bertujuan untuk mencari bibit potensial dan menjaga regenerasi prestasi,” ujar Ketua Umum NPC Indonesia Senny Marbun.
NPC Indonesia memang menunjukkan komitmen kuat untuk menjaga regenerasi atlet dan prestasi Indonesia di kancah dunia akhir-akhir ini. Setidaknya, mereka membuktikan bisa mendongkrak prestasi di Paralimpiade, yakni dari peringkat ke-76 dunia dengan satu perunggu di Rio 2016 menjadi urutan ke-43 dunia dengan dua emas, tiga perak, dan empat perunggu di Tokyo 2020.
Jika atlet, pemerintah daerah, hingga pengurus organisasi olahraga Tanah Air berani membuat terobosan menjadikan PON ataupun Peparnas sebagai kawah candradimuka pembinaan atlet yang hakiki, bukan tidak mungkin mimpi melihat Indonesia masuk 10 besar Olimpiade atau Paralimpiade bisa terwujud.