Indonesia dan Malaysia akan menjalani laga penentuan untuk lolos ke semifinal Piala AFF 2020. Dalam sejarah, kemenangan dalam laga derbi Melayu itu tak hanya dipengaruhi kualitas permainan, tetapi juga mentalitas tim.
Oleh
Adrian Fajriansyah
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dalam sejarah pertemuan Indonesia dan Malaysia atau derbi Melayu di sejumlah laga penting, Indonesia sering mengalami antiklimaks. Oleh karena itu, kalau ingin lolos ke semifinal Piala AFF 2020, tim ”Garuda” mesti menunjukkan mentalitas baja saat berjumpa Malaysia di laga pamungkas penyisihan Grup B di Stadion Nasional Singapura, Minggu (19/12/2021).
Dengan mental kuat, Indonesia diharapkan bisa bermain penuh kedisiplinan dan konsentrasi seperti kala menahan imbang tim paling diunggulkan, Vietnam, 0-0, pada laga sebelumnya, Rabu (15/12/2021). ”Indonesia tim yang tidak diunggulkan dalam grup ini. Namun, kalau mental diperkuat, kami pasti bisa dapat hasil lebih baik atas Malaysia. Saya minta pemain mempersiapkan diri dengan baik dan rileks. Kita tidak kalah kualitas dengan Malaysia,” ujar pelatih Indonesia Shin Tae-yong dalam konferensi pers, Sabtu (18/12/2021).
Pertemuan Indonesia dan Malaysia tercatat sebagai salah satu laga paling sengit di Asia Tenggara. Diwarnai sejarah dan unsur politik, perseteruan antardua negara serumpun Melayu ini selalu panas dari jelang hingga usai pertandingan dan di dalam ataupun di luar lapangan. Hangatnya persaingan itu turut melibatkan masyarakat umum.
Secara keseluruhan sejak 1957, Indonesia dan Malaysia sudah 78 kali bertemu di semua kompetisi. Sejauh ini, Indonesia unggul dengan 36 kemenangan dan melesatkan 128 gol, sedangkan Malaysia meraih 25 kemenangan dan melesatkan 102 gol. Sisanya, dalam 17 laga, kedua tim bermain imbang.
Namun, dalam sedekade terakhir, Malaysia tampaknya telah paham cara meredam Indonesia. Bahkan, mereka mampu mengatasi perlawanan tim Merah Putih yang sedang bagus-bagusnya dalam suatu ajang. Pada dua pertemuan terakhir di kualifikasi Piala Dunia 2022 Qatar, Malaysia dua kali menundukkan Indonesia, yakni 3-2 dalam laga tandang, 5 September 2019, dan 2-0 dalam laga kandang, 19 November 2019.
Salah satu paling fenomenal terlihat dalam Piala AFF 2010. Ketika itu, Indonesia yang dilatih mendiang pelatih asal Austria, Alfred Riedl, menjadi tim yang amat solid. Bahkan, Indonesia mampu melibas Malaysia, 5-1, dalam penyisihan Grup A di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta.
Indonesia tim yang tidak diunggulkan dalam grup ini. Namun, kalau mental diperkuat, kami pasti bisa dapat hasil lebih baik atas Malaysia.
Akan tetapi, di partai puncak atau final, permainan Indonesia justru bertolak belakang. Mereka tumbang 0-3 dari Malaysia dalam laga pertama di Stadion Bukit Jalil, Malaysia, dan hanya menang 2-1 atas Malaysia dalam laga kedua di Stadion Gelora Bung Karno. Hasil itu membuat mimpi Indonesia merengkuh Piala AFF sirna.
Laga hidup-mati
Shin Tae-yong menyadari bahwa laga Indonesia dan Malaysia adalah laga penuh gengsi dan menjadi hidup-mati kedua tim dalam ajang kali ini. Indonesia harus menang atau minimal imbang untuk lolos ke semifinal. Indonesia bisa saja kalah dengan skor tertentu dan tetap lolos ke babak empat besar dengan syarat Vietnam kalah dari Kamboja. Namun, skenario itu sulit terwujud.
Untuk itu, Shin Tae-yong sudah meminta para pemain untuk mempersiapkan diri dengan baik. Mantan pelatih timnas Korea Selatan melihat grafik permainan dan kepercayaan diri Indonesia yang mayoritas diperkuat pemain muda terus meningkat. ”Jadi, walau tidak diunggulkan, Indonesia berpotensi mengubah situasi atau hasil suatu laga,” kata pelatih asal Korea Selatan berusia 52 tahun tersebut.
Shin Tae-yong mengatakan, jelang menghadapi Malaysia, dia telah menganalisis kelebihan dan kekurangan calon lawan. Yang jelas, pola permainan Indonesia tidak akan sama seperti saat bertemu dengan Vietnam. Dalam laga itu, mereka tidak fokus dalam penguasaan bola karena cuma mengincar hasil seri. ”Pastinya, Malaysia tim berbeda yang punya kelebihan dan kekurangan sendiri. Kami sudah menganalisis strategi dan taktik seperti apa yang cocok untuk menghadapi Malaysia,” ungkapnya.
Secara keseluruhan, Shin Tae-yong menyampaikan, semua pemain Indonesia dalam kondisi baik. Memang, ada pemain yang cedera, tetapi hanya ringan dan tidak berpengaruh dalam laga. Bahkan, bek Indonesia keturunan Inggris, Elkan Baggot, bisa bermain dalam laga nanti. Adapun penyerang Indonesia yang bermain di klub Slowakia, FK Senica, Egy Maulana Vikri, kemungkinan besar baru bisa bermain kalau Indonesia lolos dari penyisihan grup.
Ekstra fokus
Sementara itu, Pelatih Malaysia Tan Cheng Hoe meminta timnya ekstra fokus untuk melawan Indonesia. Para pemain patut menjaga kerja sama, semangat, dan konsentrasi dari awal sampai laga tuntas. Pemain mesti menghindari kesalahan selama transisi dari bertahan ke menyerang dan sebaliknya.
”Jika melakukan semuanya dengan baik, kami bisa mengalahkan Indonesia. Kami telah menganalisis permainan kami sewaktu kalah 0-3 dari Vietnam di laga sebelum ini. Dari analisis itu terlihat, setiap individu membuat beberapa kesalahan yang tidak boleh diulangi,” tutur pelatih kelahiran Alor Setar, Malaysia, tersebut.
Tan menjelaskan, timnya harus siap pula bermain fleksibel. Sebab, permainan Indonesia sulit ditebak. Indonesia bermain menyerang dengan baik ketika menang 4-2 atas Kamboja, 9 Desember, dan menang 5-1 atas Laos, 12 Desember. Akan tetapi, mereka bisa bermain bertahan dengan apik tatkala menahan imbang Vietnam. ”Kami tidak tahu Indonesia bakal bermain bertahan atau menyerang saat melawan kami,” kata Tan.
Terlepas dari semua itu, Tan mengakui bahwa Indonesia jauh berubah dengan pelatih dan banyak pemain baru. Pelatih berusia 53 tahun itu mengakui bahwa pemain muda Indonesia kuat, cepat, dan penuh antusias. Namun, Malaysia optimistis bisa merebut tiga poin untuk mengunci satu tiket ke semifinal.
”Gaya bermain pemain muda Indonesia membuat lawan tidak nyaman. Namun, Malaysia memiliki keunggulan banyak dihuni pemain lebih berpengalaman. Saya berharap para pemain kami siap meladeni tekanan dari para pemain Indonesia,” kata Tan.