Chelsea semakin memperlihatkan sisi lemahnya jelang setahun kepemimpinan Tuchel. Setelah benteng pertahanan, giliran lini serang mereka yang bermasalah.
Oleh
Kelvin Hianusa
·5 menit baca
LONDON, JUMAT — Chelsea nyaris tidak tersentuh tim lain sejak kedatangan Manajer Thomas Tuchel pada awal 2021. Permainan agresif ala gegenpressing yang tidak memberikan lawan waktu bernapas membawa “Si Biru” berada dalam bulan madu terpanjang bersama sang manajer. Jelang setahun dilatih Tuchel, Chelsea mendadak berada di titik terendah yang memilukan.
Periode pilu ”Si Biru” semakin terasa saat menjamu Everton di Stadion Stamford Bridge, Jumat (17/12/2021) dini hari WIB. Tampil tanpa beberapa bintang utama akibat positif Covid-19, seperti Romelu Lukaku dan Timo Werner, Chelsea ditahan imbang tim tamu, 1-1.
Kini, problem Chelsea beralih ke lini depan setelah bermasalah di benteng pertahanan pada beberapa laga terakhir. Lini serang yang dipimpin Christian Pulisic tidak mampu mengonversi 23 tendangan untuk menjadi lebih dari satu gol. Mereka membuang banyak peluang emas di depan gawang.
Skuad asuhan Tuchel semestinya sudah unggul jauh saat turun minum. Namun, mereka baru bisa mencetak gol lewat sepakan Mason Mount pada menit ke-70. Gol tersebut tidak cukup membuat tim tuan rumah meraih tiga poin. Everton menyeimbangkan kedudukan empat menit setelahnya lewat gol bek 19 tahun, Jarrad Branthwaite, dari skema tendangan sudut.
”Kami membuang banyak peluang emas. Harusnya kami unggul mudah pada babak pertama. Kami punya banyak kesempatan untuk bisa berbicara pantas menang 3-0. Namun, itu tidak terjadi,” ucap manajer asal Jerman tersebut.
Menurut Tuchel, laga ini cukup sulit karena tidak ada alternatif dari bangku cadangan. Dia tidak bisa memasukkan penyerang pengganti untuk mengubah peruntungan di depan gawang lawan. Adapun Pulisic yang jadi ujung tombak lebih sering bermain di posisi belakang striker.
Hasil imbang ini terbilang mengejutkan. Chelsea, sebagai kandidat juara Liga Inggris, diperkirakan menang mudah atas Everton yang kalah 4 kali dalam 5 pertandingan terakhir. Manajer Everton Rafael Benitez merasa Dewi Fortuna berada di pihaknya. ”Terkadang Anda butuh keberuntungan seperti ini,” kata Benitez.
Akibat hasil buruk itu, Chelsea semakin tenggelam dalam periode terburuk di era Tuchel. Mereka sudah kehilangan 7 poin dalam 5 pertandingan terakhir. Jumlah kehilangan itu sama banyaknya dengan 12 pertandingan awal. Pulisic dan rekan-rekan pun harus puas berada di peringkat ke-3 setelah mendominasi hingga awal Desember.
”Kambing hitam” inkonsistensi ini mulai tertuju ke lini depan Chelsea. Mereka kehilangan poin dalam dua pertandingan, melawan Everton dan West Ham, setelah unggul satu gol terlebih dulu. Seandainya bisa mencetak gol tambahan, dengan segudang peluang yang didapat, mereka tidak akan kecolongan. Menurut Tuchel, problem ini perlu segera dibenahi. ”Jika kami melihat ke belakang, hal seperti ini selalu sering terjadi,” ujarnya.
Kisah para ujung tombak ”Si Biru” sangat problematik. Musim lalu, Chelsesa bertekad membeli penyerang baru karena ”mandulnya” Timo Werner. Dia hanya bisa piawai menciptakan peluang, tetapi tidak mampu menyelesaikan peluang tersebut.
Oleh karena itu, Tuchel mendatangkan Lukaku pada musim panas dengan mahar nyaris 100 juta poundsterling atau sekitar Rp 1,9 triliun. Namun, sang manajer tidak memaksimalkan top skor Liga Italia musim 2020-2021 tersebut hingga empat bulan sejak kedatangannya.
Lukaku baru memulai laga sebagai pemain mula sebanyak 7 kali di Liga Inggris. Dia hanya mencetak 3 gol dari penampilan tersebut. Selain karena masalah kebugaran yang dialami Lukaku beberapa pekan terakhir, Tuchel mengaku belum puas dengan performa sang penyerang.
Sebelum laga melawan Everton, Tuchel bahkan menyampaikan timnya bermain lebih baik ketika tanpa Lukaku. Hal itu pun menghasilkan paradoks. Chelsea membutuhkan gol karena tidak ada predator di depan gawang, tetapi tidak memainkan satu-satunya striker murni mumpuni dalam tim.
Benteng rapuh
Di sisi lain, bek veteran Chelsea, Cesar Azpilicueta, masih kecewa dengan performa pertahanan timnya. Lini belakang tim yang menggunakan tiga bek sejajar sering kurang fokus ketika unggul. Mereka kemasukan dari peluang-peluang kecil yang nyaris tidak berbahaya.
Seperti dalam laga tadi malam contohnya. Everton hanya mampu menghasilkan tiga tendangan ke arah gawang. Namun, salah satunya berbuah gol dari bola mati. Gol itu terasa menyakitkan karena datang setelah unggul pada ujung pertandingan.
vKami kecewa, frustrasi, karena ini bukan pertama kalinya kehilangan poin. Inilah pentingnya bisa menyudahi laga tanpa kemasukan, untuk bertahan bersama-sama. Ketika kami kemasukan banyak gol, kepercayaan diri jadi runtuh. Semua ini tidak mudah,” kata Azpilicueta.
Pertahanan merupakan salah satu keistimewaan Chelsea sejak era Tuchel. Dominasi penguasaan bola dan tekanan persisten saat tanpa bola biasanya membuat lawan tidak mampu berkembang. Belum lagi, mereka memiliki salah satu kiper terbaik di Liga Inggris saat ini, Edouard Mendy.
Chelsea sudah kemasukan delapan gol dalam lima laga terakhir. Jumlah tersebut sangat banyak jika berkaca dari 12 laga sebelumnya. Mereka hanya kemasukan 4 gol sejak awal musim hingga pertengahan November.
Kami kecewa, frustrasi, karena ini bukan pertama kalinya kehilangan poin. Ketika kami kemasukan banyak gol, kepercayaan diri jadi runtuh.
”Kami bukan tim dengan filosofi bertahan, tetapi kami harus kemasukan lebih sedikit jika ingin bersaing juara. Kami harus bisa memperbaiki itu karena pesaing kami adalah dua tim yang sangat konsisten. Anda tidak boleh kehilangan poin,” lanjut sang bek asal Spanyol.
Kebetulan atau tidak, tren buruk Chelsa dimulai ketika gelandang bertahan andalan tim, N’Golo Kante, cedera pada akhir November. Mereka mulai memperlihatkan sisi lemahnya tanpa sosok dominan di lini tengah tersebut. Beruntung, Kante sudah pulih, turut berada di bangku cadangan dalam laga tadi. Sang gelandang bisa menjadi jawaban untuk mengakhiri periode pilu ”Si Biru”. (AP/AFP)